Nah disinilah kita berbeda pendapat, menurut saya menghormat tidak harus
memakai hio, pakai hio kalau nggak tahu tatacaranya ya malah berabe. Kalau
perumpamaan anda seperti itu, bagaimana kalau yang pesta orang Batak dan
disitu ada daging anjing en babi, apa kalau tidak makan jadi nggak hormat.
Hormat terutama adalah dari sikap bukan dari ritual.  Arogan atau tidak ya
bukan dari anggapan anda atau dari tatacaranya tapi dari sikapnya.  Saya
pernah diundang tahlilan, ya nggak ikut, tapi diam dengan menghormat,
Demikian juga orang Islam yang melayat waktu adanya Kebaktian orang Kristen,
apa kalau nggak nyanyi nggak hormat ??.  Sojah, Tan Lookay

2009/2/13 HendryKo <al...@xl.blackberry.com>

>   Pegang hio disini nga harus menurut saya, disini saya cuman ambil contoh
> saja, dimana bumi dipijak disana langit dijunjung.. Kalau ke tempat tionghua
> ya hrs ikut pegang hio.. Menghormat dengan cara sendiri akan dipandang
> arogan sama orang lain.. Tp ini relatif kepada siapa yg memandang juga..
> Kita ke pesta org barbeque mkn panggang2 ngak mungkin dong kita minta mie
> pangsit, seyogyanya kita ikut makan steak dll..
>
>
>
> Sent from my BlackBerry(R) smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung
> Teruuusss...!
>
> Alibi... Alibi.. Alibi...!
>
> ------------------------------
> *From*: Tantono Subagyo
> *Date*: Fri, 13 Feb 2009 12:34:16 +0700
> *To*: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
> *Subject*: Re: [budaya_tionghua] Re: contoh realistis
>
>  Bung Hendry ysh,
> Kalau anda hidup di pedalaan Sumut tentunya anda tahu yang namanya andung.
> Nah mereka tidak mengharapkan kami yang melayat untuk andung.  Untuk mereka,
> penghormatan biasa sudah cukup, asal sikapnya hormat.  Nah kalau saya
> melayat rekan dan Saudara yang Tionghua, biasanya juga begitu, pakai dupa
> atau tidak juga sama saja.  Asal sikap tetap hormat.  Nampaknya kalau
> menurut kriteria anda harus dengan hio baru hormat.  Tujuan saya :
> menghormati yang hidup, dan memberikan penghiburan kepada yang ditinggalkan,
> perkara dalam hati saya yang tahu, dan bilamana tidak pegag hio disebut
> arogan itu 'kan kriteria anda.  Umur saya 57 tahun, banyak teman saya yang
> sudah meninggal, dan tidak ada keluarga mereka yang mengharuskan pegang hio,
> dan kalau tidak maka dianggap tidak hormat.  Demikian juga dengan andung,
> hanya diharapkan untuk Saudara dan tidak untuk tamu.  Salam, Tan Lookay
>
> 2009/2/13 HendryKo <al...@xl.blackberry.com>
>
>>   Kalau boleh tau dimana yah pedalaman sumut yg minta anda menceritakan
>> kebaikan dan menangis? Karena saya sendiri dr pedalaman sumut.
>> Bukannya mau memojokan, tapi ikutlah pribahasa "dimana bumi dipijak,
>> disitu langit dijunjung" "meng"aum"lah di kandang macan"
>> Pertanyaannya adalah: tujuan anda sebagai:
>> 1. "saya sudah hormat" saya orang yg baik.
>> 2. Memberikan hormat kepada yg meninggal.
>> 3. Orang2 sudah melihat saya menghormati.
>>
>> Menurut saya, analogynya: anda bertamu ke rumah teman orang cina, dan
>> mereka semua berbahasa mandarin, anda sendiri berbahasa inggris kepada
>> mereka sementara anda sebenarnya bisa saja berbahasa mandarin, apakah hal
>> ini tidak disebut AROGANSI anda sebagai tamu? Anda lebih cocok dengan tujuan
>> no.1 diatas, menhormat untuk memberi tahu diri sendiri "saya sudah hormat"
>>
>> Sekali lagi, "dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung" apa salahnya
>> melakukan sesuatu kepada orang lain dengan hal seperti budaya dia. Jadi
>> saran saya: mau hormat yah hormatlah dengan sempurna. Toh kita hanya pegang
>> hio sesekali, tidak berarti kita ganti agama, hanya bertujuan hormat.
>>
>>
>>
>> Sent from my BlackBerry(R) smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung
>> Teruuusss...!
>>
>> Alibi... Alibi.. Alibi...!
>>
>> ------------------------------
>> *From*: Tantono Subagyo
>> *Date*: Fri, 13 Feb 2009 04:23:26 +0700
>> *To*: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
>> *Subject*: Re: [budaya_tionghua] Re: contoh realistis
>>
>> Sdr Agoeng Set dan sdr Ardian,
>> Bukan mau debat kusir nih, tetapi kejadian udah mati baru diurusin memang
>> sering terjadi, dan beberapa sobat aku sendiri ngalamin. Juga dalam suku
>> bangsa tertentu memberi nisan pakai upacara yang habisnya milyaran sampai
>> ngutang segala.
>> Jadi sudut pandang masing-masing sajalah, misal dalam ngelayat, apa
>> bungkuk saja artinya nggak hormat ???.  Apa kita harus ngikuti cara yang
>> mati ???.  Sewaktu masih aktif saya pernah jadi kuli perkebunan di pedalaman
>> Sum Ut. Coba saja anda ngelayat ke pedalaman Sum Ut disana menghormati yang
>> meninggal adalah dengan melolong, menangis dan menceritakan kebaikannya,
>> jadi anda mau melolong juga ???.  Proporsional saja dah, nggak pake hio juga
>> hormat kok, asal menolaknya jangan nyakitin.  Begitu pendapat Lookay, asal
>> jangan nyakitin dan tiap orang berhak pakai cara sendiri-sendiri dalam
>> berdoa dls.  Sojah en banyak tabik. Tan Lookay
>>
>
>
>
> --
> Best regards, Tantono Subagyo
>
>  
>



-- 
Best regards, Tantono Subagyo

Reply via email to