Betul Ardian, penekanan untuk hidup harmonis dalam masyarakat, atau mewujudkan 
Bhineka Tunggal Ika dalam kenyataan hidup, semua kita harus bisa menerima, 
menghormati segala perbedaan yang ada. Bukan berusaha menghilangkan perbedaan 
yang ada untuk menjadi sesusatu yang baru. Sebagaimana terjadi selama orba 
berkuasa 32 tahun itu yang berusaha menghilangkan segala yag berbau Tionghoa 
untuk dilebur kedalam yang mayoritas, ... terjadi penginjak-injakan HAM yang 
sangat tidak manusiawi.

Salam,
ChanCT

  ----- Original Message ----- 
  From: ardian_c 
  To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  Sent: Monday, March 30, 2009 2:43 AM
  Subject: [budaya_tionghua] Re: diskriminasi orang tionghua di indonesia


  kamsia oom atas petromaksnya, kita perlu inget bahwa diskriminasi menyakitkan 
so kita gak boleh jg memiliki jiwa rasis. Aye percaya kalu kita mau saling 
membuka diri dan mengakui kelemahan masing2 bukan maen gebot rata, bisa menuju 
Bhinneka Tunggal Ika or kalu pake falsafah tenglang He Er Bu Tong, berbeda2 
tapi harmonis dan bersatu.

  --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ChanCT" <sa...@...> wrote:
  >
  > Kalau boleh saya sedikit pendapat akan diskriminasi terhadap Tionghoa di 
Indonesia ini.
  > Dalam setiap kelompok manusia dan masa perjuangan tertentu kita selalu bisa 
melihat ada sementara orang yang memang berjiwa rasis, baik dia merasa diri 
lebih unggul dan merendahkan ras lain, maupun berusaha menyingikirkan ras lain 
yang dianggap penghalang bagi dirinya untuk berkembang, ... inilah yang saya 
perhatikan menjadi sebab diskriminasi yang harus kita lawan bersama.
  > 
  > Diawal kemerdekaan RI, pendahulu-pendahulu pejuang-pejuang kemerdekaan 
umumnya karena terdorong untuk bisa menyatukan segenap kekuatan untuk rebut 
Kemerdekaan, tidak membeda-bedakan asal suku orang, bahkan asal keturunan 
orang, baik Tionghoa, Arab maupun Belanda juga diajak untuk bersama-sama 
berjuang melawan penjajah Jepang dan penyerangan koloni Belanda untuk kembali 
menjajah Indonesia. Nampak jelas mereka ikut sertakan beberapa tokoh suku yang 
ada, juga Tionghoa untuk Badan Persiapan Kemerdekaan RI, juga kemudian duduk 
dalam Kabinet RI. Kita juga bisa melihat, dalam UU No. 3/1946 yang menetapkan 
asas ius Solis, berdasarkan tempat lahir orang menjadi warganegara RI. Artinya, 
bagi Tionghoa yang lahir di Indonesia, otomatis diperlakukan sebagai WNI, 
kecuali dia gunakan hak repudiatie yang diberikan 2 X 2 tahun untuk menolak dan 
tetap jadi WN-Tiongkok. Dengan demikian menempatkan posisi setiap warga yang 
lahir di Indonesia sebagai Warganegara RI dalam waktu bersamaan,  yang tidak 
dibeda-bedakan berdasarkan ras, suku dan keturunan. Yang lahir di Indonesia 
diperlakukan sebagai WNI yang sah, sebagai warga yang mempunyai hak dan 
kewajiban sama. 
  > 
  > Tapi, kita menghadapi kenyataan masih ada sementara pejabat yang berjiwa 
rasis, tidak mengutamakan bagaimana bisa lebih baik dan lebih cepat bangun 
negara ini, tapi merasa tidak senang melihat TIonghoa bisa maju lebih baik dari 
dirinya, atau mungkin juga termakan oleh politik AS, dimana pengaruh "Perang 
Dingin" dimasa itu yang mulai memanas, lebih-lebih setelah terbentuknya 
Republik Rakyat TIongkok, 1 Oktober 1949 dan Kuomintang-Chiang Kai-sek 
terpental ke Taiwan, ... Dimana AS jalankan politik blokade sejagad terhadap 
RRT, dengungkan Perantau Tionghoa didunia ini sebagai kekuatan kolone-5 
Tiongkok. Maka tidak aneh kalau di Indonesia juga timbul kebijaksanaan yang 
persulit TIonghoa di Indonesia, diskriminasi rasial terhadap TIonghoa di 
Indonesia.
  > 
  > Dibidang ekonomi, yang sejak awal 50-an bisa dilihat dengan kemudian yang 
kita kenal sebagai politik-Benteng. Kebijaksanaan ijin import-eksport untuk 
mendahulukan yang dinamakan "pribumi", atau kebijaksanaan "Pribumisasi" yang 
kemudian menimbulkan gejala "Ali-Baba" itu. Pengusaha-pengusaha TIonghoa untuk 
meneruskan usaha dan dapatkan kemudahan usaha, "membeli" nama pejabat, jenderal 
yang "pribumi" untuk langsungkan usahanya. Satu pemborosan untuk "membeli" nama 
yang tidak diperlukan terjadi, dan tentu sangat tidak menguntungkan bagi 
pertumbuhan ekonomi yang sehat.
  > 
  > Usaha menggencet, menyingkirkan pengusaha TIonghoa dengan mendahulukan yang 
"pribumi" tidak berhasil baik, dan bagi AD yang ketika itu mewakili politik 
kanan, yang berusaha merongrong politik Presiden Soekarno, meningkatkan usaha 
anti-TIonghoa, atau gunakan masalah TIonghoa untuk persulit jalannya Pemerintah 
Soekarno.
  > 
  > Masalah kewarganegaraan yang seharusnya sudah selesai dengan stelsel pasif, 
beradasarkan UU No.3/1946 yang memberikan hak repudiatie 2 X 2 tahun, dan 
berakhir pada akhir 1950, tetap saja dipermasalahkan. Mereka berulangkali 
ajukan untuk merubah stelsel pasif menjadi stelsel aktif, artinya, 
Tionghoa-TIonghoa di Indonesia untuk jadi WNI harus lebih dahulu lepaskan 
WN-Tiongkok dan sumpah setia pada RI dahulu untuk jadi WNI.
  > 
  > Usaha mereka berhasil dengan gunakan kesempatan PM Zhou En Lai yang hadiri 
Konfrensi Asia-Afrika, Bandung 1955 untuk keluarkan Perjanjian 
Dwi-Kewarganegaraan RI-RRT. Yang kemudian disahkan menjadi UU No. 62/1958, 
mementahkan kembali masalah kewarganegaraan RI yang sudah selesai berdasarkan 
UU No.3/1946, dan sejak itulah berlaku SBKRI yang kita kenal selama ini selalu 
menghantui TIonghoa itu. Surat jimat yang harus dimiliki Tionghoa untuk 
lancarkan usaha, sekolah dll., yang hakekatnya digunakan sementara pejabat 
untuk dapatkan penghasilan tambahan.
  > 
  > Disaat banyak orang belum sempat lakukan pilihan ulang kewarganegaraan yang 
diberlakukan berdasarkan UU No.62/1958 itu, dikeluarkan PP-10/1959 yang 
melarang Tionghoa-asing lakukan usaha dikota dibawah Kabupaten. Mengapa? Karena 
ada orang yang ingin lebih banyak TIonghoa jadi asing dan dengan demikian 
mereka kehilangan hak milik atas tanah dipedesaan, ... inilah sesungguhnya yang 
dikehendaki sementara pejabat rasis yang dengki terhadap keberhasilan Tionghoa 
dan sekaligus digunakan untuk usaha mendongkel kekuasaan presiden Soekarno yang 
ketika itu sangat tidak menguntungkan AS. Begitu PP-10 dilaksanakan, bahkan 
dibeberapa daerah dimana KODAM laksanakan secara ekstrim, bukan saja 
TIonghoa-asing tidak boleh usaha, tapi juga mereka tidak boleh tinggal 
dipedesaan. Diusir keluar tanpa pedulikan penampungan hidup mereka di kota-kota 
kabupaten, ... Sungguh sangat tidak manusiawi.
  > 
  > Kemudian dibidang pendidikan, sekalipun tidak ada ketentuan tertulis secara 
jelas, tapi dalam pelaksanaan di Univ. Negeri ketika itu Tionghoa 
didiskriminasi, tidak lebih dari 3% yang bisa diterima. Sehingga tidak aneh 
kalau seorang anak TIonghoa tidak bisa diterima di Univ. Negeri sekalipun dia 
bintang-pelajar ketika itu. Dan itulah salah satu sebab BAPERKI melibatkan diri 
dalam masalah pendidikan, mendirikan Univ. Baperki yang kemudian jadi URECA, 
Universitas Res Publica.
  > 
  > Dimasa Orba berkuasa, kebijaksanaan diskriminasi terhadap Tionghoa tentu 
lebih drastis lagi, ... dimana segala yang berbau TIonghoa hendak didhilangkan 
menjadi kebijaksanaan Pemerintah, dari masalah nama, masalah kawin silang 
sampai masalah adat-istiadat dan Agama Konghucu dilarang.
  > 
  > Setelah Soeharto lengser dan memasuki era reformasi/demokrasi selama 11 
tahun ini, secara HUKUM posisi TIonghoa di Indonesia berangsur-angsur menjadi 
lebih baik dari tahun ke tahun. Bisa dikatakan terbaik dalam sejarah, setelah 
UU Kewarganegaran no. 12/2006 dan UU anti-diskriminasi disahkan. Dimana 
Tionghoa yang lahir di Indonesia dan sejak kelahirannya adalah Warganegara 
Indonesia, diperlakukan sebagai Bangsa Indonesia-asli, yang mempunyai hak dan 
kewajiban sama.
  > 
  > Mudah-mudahan saja apa yang sudah diundangkan itu bisa diwujudkan dalam 
praktek kehidupan bermasyarakat nyata. Ber-Bhineka Tunggal Ika, untuk wujudkan 
kehidupan harmonis dengan menerima dan menghormati segala perbedaan yang ada, 
ya beda ras, beda suku, beda etnis, beda Agama bahkan beda pandangan 
ideologi-politik.
  > 
  > Salam damai,
  > ChanCT
  > 
  > 
  > 
  > ----- Original Message ----- 
  >   From: ardian_c 
  >   To: budaya_tionghua@yahoogroups.com 
  >   Sent: Sunday, March 29, 2009 9:36 AM
  >   Subject: [budaya_tionghua] Re: diskriminasi orang tionghua di indonesia
  > 
  > 
  >   gelombang exodus memang bbrp kali tapi yg besar itu pasca kejatuhan 
dinasti Ming, trus jg pasca kegagalan pemberontakan Taiping, jg pasca kegagalan 
reformasi Kang.
  > 
  >   Kalu mau liat catatan Song Shi atau sejarah dinasti Song jg dah mencatat 
adanya hubungan diplomatik dgn kerajaan2 di nusantara ini.
  > 
  >   But pasca 65 itu rata2 gelombang yg balik adalah ex PP 10 dan jumlahnya 
gak mayoritas bahkan minim dibanding pengungsi Vietnam.
  >   Jalur ex PP 10 rata2 via Hongkonglar.
  > 
  >   Juga urusan masalah pelarangan kebudayaan segala macem sebenernya dah 
didengungkan sebelon kejadian 65 lar. Itu yg aye baca di bukunya Benny jg di 
disertasinya Twan Peck Yang jg dibukunya Leo.
  >   Inget LPKB ? So korelasinay budaya darimana huehehehehe wong lagian 
revolusi kebudayaan disono khan anti budaya segala macem.
  > 
  >   Kasus PP10 emang akhirnya berdampak luas, inget kebanyakan yg dipedesaan 
itu boekanlah org2 terpelajar. Rasanya di milist ini ada cerita masalah UU 
kewarganegaraan dah.
  > 
  >   Bener korban terbanyak itu adalah etnis Jawa en jg pasca g30s terjadi 
tunjuk2an idung itu pki en akhirnya ya bablas huehehehehehehe
  >   But bedanya adalah penghancuran identitas dgn alesan KHC jg pernah 
didengungkanlar but anehnya itu khan waktu itu yg namanya KHC jg diinjek2 abis 
di rrt sono.
  > 
  >   So rada aneh dah kalu ngeliat hal2 begitunya.
  > 
  > 
  >   --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "gsuryana" <gsuryana@> wrote:
  >   >
  >   > From: "ardian_c" <ardian_c@>
  >   > 
  >   > 
  >   > > rasanya gelombang exodus dari tiongkok sono itu dimulai dari abad ke 
19 
  >   > > hingga awal abad ke 20.
  >   > ++++
  >   > Gelombang pendatang dari RRT sebenarnya terjadi 3 X, dan yang pertama 
adalah 
  >   > yang menjadi Melayu
  >   > ( sayang HD data ku rusak jadi cerita detail tidak bisa aku tulis dan 
  >   > tulisan siapa nya aku lupa ).
  >   > Yang bikin pusing pemerintah Indonesia pasca 65, dimana pendatang dari 
RRT 
  >   > yang masih miskin.
  >   > 
  >   > >
  >   > > Masalah SBKRI itu kayaknya gak terkait masalah pendatang gelap ah. 
Wong 
  >   > > itu masalah kewarganegaraan yg bikin mumet apalage buat org2 
dikampung yg 
  >   > > gak ngerti.
  >   > ++++
  >   > SBKRI sudah eksis sejak sebelum 65, dan tujuan utamanya adalah membuat 
data, 
  >   > mana yang asli dan lahir di Indonesia dan mana yang tidak, berasal 
warisan 
  >   > dari Belanda ( 3 kelas , Bule, Jepang/Cina dan Melayu ), dan digalakan 
  >   > setelah 65, karena banyak pendatang dari RRT ( manusia perahu mirip 
Vietnam, 
  >   > hanya manusia perahu dari Vietnam bisa dilokalisir di pulau Galang, 
sedang 
  >   > manusia perahu dari RRT sulit dideteksi, karena banyak saling 
saudaraan, dan 
  >   > Indonesia tidak mau kemasukan Komunisme, akibatnya SBKRI, Budaya dan 
semua 
  >   > yang berbau Tionghoa dilarang.
  >   > 
  >   > >
  >   > > PP10 seinget aye masalah pemerataan ekonomi dgn usulan dipedesaan itu 
  >   > > perekonomian TIDAK dipegang oleh orang asing alias WNA tapi 
prakteknya yg 
  >   > > WNI jg kena imbas.
  >   > ++++
  >   > Yup dan penerapannya bersamaan dengan mempersilahkan para WNA asal 
Tionghoa 
  >   > untuk memilih menjadi WNI dengan segala aturannya apa kembali ke RRT, 
dan 
  >   > pada hakekatnya tidak semua daerah menerapkan kondisi ini, untuk Jawa 
bisa 
  >   > dibilang termasuk ketat, sedang untuk Kalimantan dan Sumatera masih 
lebih 
  >   > lunak.
  >   > 
  >   > Berdirinya Baperki sebagai ormas pada awalnya untuk membantu para 
stateless, 
  >   > masyarakat Tionghoa Indonesia yang tidak memiliki surat sah.
  >   > >
  >   > > G30S itu belon jelas kenapa bisa meledaknya en emang sedikit aneh 
kalu 
  >   > > tenglang rata2 menjadi sasaran dgn tuduhan antek rrc.
  >   > > kalu nilik bukunye benny itu kayaknya emang ada sengaja mengarahkan 
ke 
  >   > > etnis tenglang yg dikerjain ama badan intelejen asing.
  >   > ++++
  >   > Tenglang memang 'dikorbankan' karena perang dingin sedang 'panas 
panasnya', 
  >   > dimana bila Soekarno anti Imperialisme dan Kolonialisme serta 
Kapitalisme, 
  >   > sedang penggantinya justru sebaliknya, sedang korban jiwa terbanyak 
tetap 
  >   > saja di Jawa dan etnis Jawa.
  >   > Tenglang 'banyak' yang menjadi korban, dilain pihak juga 'banyak' 
tenglang 
  >   > mendadak jadi 'penunjuk' untuk si anu si anu si anu agar di 'bantai', 
jadi 
  >   > didalam peristiwa G30S bisa dibilang ada tenglang makan tenglang dengan 
  >   > memakai kondisi G30S, dan paling asoy menuduh PKI, maka siapapun dia 
akan 
  >   > dengan mudah dihilangkan.
  >   > >
  >   > > --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "gsuryana" <gsuryana@> wrote:
  >   > >>
  >   > >>
  >   >
  > 
  > 
  > 
  > 
  >   ------------------------------------
  > 
  >   .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.
  > 
  >   .: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :.
  > 
  >   .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.
  > 
  >   .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.
  > 
  >   Yahoo! Groups Links
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
  > 
------------------------------------------------------------------------------
  > 
  > 
  > 
  >   Internal Virus Database is out of date.
  >   Checked by AVG - http://www.avg.com 
  >   Version: 8.0.176 / Virus Database: 270.11.23/2016 - Release Date: 
2009/3/21 _U__ 05:58
  >




  ------------------------------------

  .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :.

  .: Website global http://www.budaya-tionghoa.net :.

  .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :.

  .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :.

  Yahoo! Groups Links





------------------------------------------------------------------------------



  Internal Virus Database is out of date.
  Checked by AVG - http://www.avg.com 
  Version: 8.0.176 / Virus Database: 270.11.23/2016 - Release Date: 2009/3/21 
_U__ 05:58

Kirim email ke