Jadi teringat cerita Zen ( Mahayana?) dimana seorang bikhu membakar patung 
Budha......karena apa? dia sudah melepas keduniawian/materi/ritual.....karena 
dia sudah mengerti inti dari ritual tersebut. Kalau menurut saya sah sah saja 
kalau bikhu penulis buku tersebut menjelaskan mengapa menurutnya ritual 
tertentu tidak perlu dilakukan.
Saya rasa ritual tidak pernah dilarang dalam Budhisme apapun itu mahayana, 
Theravada, dll asalkan makna dari ritual itu dapat dipahami maknanya. Ritual 
biasanya dilakukan untuk mengingatkan umat akan nilai nilai yang ingin 
ditanamkan, nah kalau seseorang sudah mengetahui dan memahami makna ritual 
tersebut, selanjutnya bukankah terserah umatnya mau tetap dilakukan ( dengan 
pemahaman) atau tidak perlu dilakukan dengan alasan praktis.Keduanya sama baik. 
Percuma kalau melakukan ritual tanpa mengetahui maknanya, ataupun melakukan 
ritual tapi dengan pengertian yang salah ( yang mengarah kepada ilusi, atau 
dilatar belakangi kebencian/balas dendam, kesombongan, atau keserakahan).Terima 
kasih


--- On Sun, 4/5/09, Ning M. Widjaja <nmw...@gmail.com> wrote:

From: Ning M. Widjaja <nmw...@gmail.com>
Subject: Re: [budaya_tionghua] bedah buku : Teravadin Buddhist chinese funeral  
How may be conducted
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Sunday, April 5, 2009, 1:09 PM











    
            Ralat sedikit, yang saya maksud bila tradisi Mahayana yg masih 
berpegang pada Tripitaka Sansekerta / Tripitaka Tiongkok / Tripitaka Korea. ( 
di dunia ini dalam literatur linguistic di akui ada 4 Tripitaka : Pali , 
Sansekerta, Tiongkok, dan Korea ).


2009/4/3 Purnama Sucipto Gunawan <east_r...@yahoo. com>


















    
            saya dapat buku cukup kontroversial yang ditulis oleh YM. 
visuddhacara

Penerbit Karya maju, medan

Saya tulis point - point sensitif dari tulisan beliau ini untuk dibahas :



Hal 4-5.

Dalam Tradisi aliran Buddhis Teravada :

- tidak mengenal sistem pembakaran kertas uang kertas sembayang.

- tidak perlu meletakan sebaskom air dan handuk di bawah peti mati.

- tidak perlu meletakan sepiring nasi dengan sumpit didepan peti mati.

- Tidak perlu membakar dupa atau lilin didepan peti mati.

- Tidak perlu mengantung kelambu diatas peti mati

- Tidak perlu membagikan benang merah kepada tamu.

- pintu boleh tertutup kali sudah malam hari jika pengunjung tidak ada

- tidak perlu pembersihan rumah , mengunakan air suci atau apapun.



Hal 6-7

-tidak perlu membakar kertas sembayang untuk bakar rumah kertas, mobil kertas, 
uang neraka. Menurut Teravada apapun dibakar diluar logis ngak bermanfaat.



- Tidak [erlu "diselamatkan" oleh upacara, Ritual dll.



- Uang dihematkan untuk pelaksanaan upacara ritual dianggap tidak bermanfaat 
dapat digunakan untuk berdana kepada Bihkku dan vihara saja. 



-Anggota keluarga tidak perlu memakai pakaian hitam atau pakaian kemalangan.



hal 8-9



- anggota keluarga Tidak perlu membelakangi peti mati ketika jenazah almarhum 
diletakan kedalam atau ketika peti mati akan diangkut dari rumah ke mobil 
jenazah pada hari pemakaman.



- Pratek lain menurut teravada yang salah adalah persembahan makanan, seperti 
ayam, bebek, babi panggang, dan sayuran didepan almarhum tidak perlu. Karena 
dianggap tidak logis



- Tidak perlu menggunkan grup musik memainkan musik khidmat



- pada umumnya bagi aliran Teravada tidak bermanfaat  untuk pengkuburan, tapi 
pembakaran atau krematorium, seprti pelaksanaan pemakaman seperti di Myanmar. 



-tetap mengutamakan point berdana kepada bhiku dan vihara.



hal 9-10

-Tidak perlu semua kertas sembayang atau embel lain. malahan mengatakan lebih 
baik memberikan pakaian kepada Bhiku. 



Hal 16-17



- Menurut agama Buddha tradisi teravada tidak perlu menyembayangi dewa-dewa . 
Malah menggangap Para dewa terallu asik dengan kesenangan dalam alam mereka, 
sehingga tidak memperhatikan apa yang kita perbuat disini.



- Selain almarhum yang baru meninggal dan barangkali terlahir menjadi hantu 
kelaparan juga mendapatkan kebahagiaan dan manfaat



hal 18-19



- Bhiku teravada tidak meminta bayaran, untuk pelayanan mereka kmemberikan 
angpao maka diterima saja.



-etnis Chinese tionghoa mengadakan ritual tertentu dan doa pada hari ke 7, 49 
dan 100 hari. ==>( ctn dari saya :bagi saya pribadi ini namanya penyerangan 
terhadap aliran mahayana).



- Masih ada lagi kebiasaan lain tidak boleh dilakukan seperti memanggil orang 
telah meninggal ( bahasa Hokien : Khan Bong) melalui perantara.



sekian dulu

Masih ada bagian kesimpulan.

Saya menuliskan kembali esok hari untuk kesimpulannya.




 

      

    
    
        
        
        
        


        


        
        
        
        
        




 

      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      

Kirim email ke