Dalam filsafat Jawa ada istilah : Mangerti Dununging Panembah (Mengerti arah
dan siapa yang disembah). Dan Xia fashi tidak terikat, dia bisa menganggap
patung sebagai kayu bakar dan di saat lain ia memakai patung untuk
memfokuskan penyembahan-nya. Bila sudah sampai kepada taraf demikian maka
perbedaan ritual penyembahan menjadi tidak berarti, bahkan antara atheis dan
theis-pun tidak ada bedanya. Pertengkaran yang ada ternyata hanya untuk
memuaskan keinginan lahiriah yang tidak akan berarti.  Lookay yang auwban
jadi sangat tersentuh dan merasa makin kecil saja.  Sojah, Tan Lookay

2009/4/6 Hendri Irawan <heny...@yahoo.com>

>   Setahu saya kisah membakar patung itu adalah salah satu gong'an yang
> dipakai dalam chan. Yang jelas bukan Hui Neng.
>
> ----------------------------------------------------------
> Gongan nya secara lengkap begini:
>
> PERINGATAN: Gong'an chan bukanlah untuk dimengerti secara literal, ada
> konsep dan pemahaman filosofi yang mendalam di dalamnya. Setiap Gong'an
> biasanya selalu menjadi studi kasus pendalaman filfasat dan berguna untuk
> memicu kemajuan bathin setiap orang yang mendalami chan.
>
> Jaman dinasti Tang (tidak ingat persis apakah Tang atau Song), Dan Xia
> fashi dulunya adalah seorang pelajar yang hendak lulus ujian kekaisaran dan
> menjadi pejabat. Namun karena panggilan nurani, melepaskan keinginannya dan
> menjadi seorang biksu.
>
> Pada suatu malam musim dingin, terjadi badai salju di kota dan kuil tempat
> Dan Xia mengabdi sebagai biksu, salju sampai masuk ke dalam kuil. Karena
> badai, tukang antar batu bara (ya, di jaman dulu tiongkok sudah memakai batu
> bara sebagai pemanas) tidak bisa datang ke kuil. Setelah beberapa hari
> (badai salju di Tiongkok bisa berlangsung berhari-hari) kuil itu kehabisan
> bahan bakar untuk pemanas dan semua orang menggigil kedinginan. Para biksu
> bahkan tidak bisa memasak makanan. Dan Xia lalu memindahkan patung-patung
> budha (terbuat dari kayu) dari altar dan menggunakannya untuk perapian.
> Biksu-biksu yang lain bertanya "Apa yang kamu lakukan ?" terkejut karena
> melihat patung-patung budha yang suci dibakar di dalam perapian. "Kamu
> membakar benda suci agama kami ! Kamu menghina sang budha !"
>
> "Apakah patung-patung ini berjiwa dan apakah mereka memiliki bodhicitta
> ?(nurani budha, di dalam budhisme setiap makhluk memiliki nurani budha dan
> berpotensi menjadi budha sendiri)" tanya Dan Xia fashi.
>
> "Tentu saja tidak," jawab para biksu. "Mereka terbuat dari kayu. Mereka
> tidak mungkin memiliki bodhicitta/"
>
> "Baiklah, kalau begitu mereka cuma potongan kayu bakar dan bisa dipakai
> sebagai bahan bakar untuk pemanasan," kata Dan Xia fashi. "Bisakah kalian
> tolong bawakan lagi potongan kayu bakar yang lain ? Saya membutuhkan sedikit
> kehangatan."
>
> Hari berikutnya, badai salju berhenti. Dan Xia fashi pergi ke kota dan
> membawa pulang beberapa patung budha sebagai pengganti yang telah dibakar.
> Setelah meletakkannya di altar, dia mulai berlutut dan membakar dupa untuk
> patung-patung itu.
>
> "Apakah anda menyembahyangi kayu bakar ?" tanya biksu-biksu lain yang
> bingung melihat apa yang Dan Xia lakukan.
>
> "Tidak. Saya memperlakukan patung-patung ini sebagai benda suci dan
> menghormati sang budha." jawab Dan Xia.
> ----------------------------------------------------------
>
> Dan Xia fashi adalah seorang maha biksu chan aliran selatan, dan
> silsilahnya bisa dirunut ke Hui Neng melalui salah satu dari para murid
> utama Hui Neng.
>
> Hormat saya,
>
> Yongde
>
> --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com <budaya_tionghua%40yahoogroups.com>,
> "Ning M. Widjaja" <nmw...@...> wrote:
> >
> > Iya benar, itu cerita ttg Patriach Mahayanya Tiongkok YM Hui Neng (
> patriach
> > setelah beberapa generasi dari Bodhidharma / Tat Mo Cho Su yg diangap sbg
> > Patriach Pertama). Ini kisah ketika beliau dalam perjalanan dan diserang
> > badai salju lalu berteduh di vihara tua dan membakar patung Buddha untuk
> > menghangatkan diri Beliau dan Muridnya agar tidak mati kedinginan.
> >
>
> 
>



-- 
Best regards, Tantono Subagyo

Kirim email ke