Zaman sekarang yang disebut sudah "modern" ini memang kelihatan sekali banyak orang yang menonjolkan "membakar patung budha", "meludahi patung budha", "melemparkan kotoran ke patung budha". Dasar pemikiran mereka mungkin adalah rasionalitas.
Sisi negatif dari pemikiran seperti itu adalah angkuh, congkak dan terjebak pada ilusi bahwa "sudah mengerti". Bagi mereka, orang yang menghormati kayu/batu/semen/kertas/logam rada "kuno" dan tidak masuk logika/rasio. Saking logis dan ber-rasio nya mereka sehingga istilah tepa selira, saling pengertian dan toleransi hanya berupa kata-kata kosong belaka. Belum lagi keangkuhan mereka menghalangi mereka untuk melihat makna filosofis di balik segala macam penghormatan/penyembahan barang-barang tadi. Ada yang pernah menegur saya dengan begini "si Gottama memang sudah mati dari kapan-kapan, tapi setinggi apa hati kamu untuk tidak bersujud di depan sebuah patung semen ?" Hormat saya, Yongde --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "ardian_c" <ardia...@...> wrote: > > gong an seperti itu ya banyak, tapi ini kejadian di taiwan, pernah denger ada > satu kelenteng yg rupangnya/patungnya sering ditaruh perhiasan mahal, entah > dari emas atau jg dari permata. Uniknya ada org yg "meminjam" perhiasan itu > utk digadaikan dan hasilnya digunakan sebagai modal, biasanya lewat 1 taon , > itu perhiasan ditebus atau diganti yg lebih indah. So itu memang perhiasan > utk memperindah dan sebagai nilai seni jg perwujudan keyakinan. Tapi dibalik > itu perhiasan itu jg memiliki fungsi yg lain. > > Dalam banyak hal , kita tjoema baca alias membeo termasuk gong an /koan zen. > Jadinya seperti anekdot koan di Jepang , ini kalau tdk salah DT Suzuki yg > menceritakannya. > Ada satu org barat yg merasa sdh memahami apa itu Buddha Dhamma dan mengerti > hakekat Zen, ia dgn pongahnya datang ke vihara Zen di Jepang. > Org barat itu kaget melihat para bhiksu Zen di Jepang masih menghormati > patung Buddha dan org barat itu lantas menegur bhiksu2 Zen disana. "Bukannya > kalian sudah memahami hakekat ke Buddhaan, kalau saya melihat patung ini, > akan saya ludahi patungnya."seru orang barat itu dgn bangganya. > Bhiksu itu tersenyum dan menjawab,"Anda meludahi, kami membungkuk memberi > hormat." > > Dari cerita itu kelihatan kalau si orang barat itu "sok" tercerahkan tapi apa > yg ia sadari itu masih secuil dari kenyataan yg ada. > Artinya cuma bergaya memahami Zen tapi tdk paham. > > Sama jg ketika org membaca buku Zhuang Zi lantas terjebak pada kata2 Xiao Yao > alias bebas tak terikat, lantas berperilaku semena2 di dunia nyata. >