Date sent:              Mon, 19 Apr 1999 12:46:29 -0500 (CDT)
Send reply to:          [EMAIL PROTECTED]
From:                   Permadi Witjaksono <[EMAIL PROTECTED]>
To:                     Multiple recipients of list <[EMAIL PROTECTED]>
Subject:                Re: [demi-demokrasi] One Region, One Faith

> At 20:10 19/04/99 +0700, [EMAIL PROTECTED] wrote:
> >
> >                            One Region, One Faith
> >
> > PADA saat orang-orang yang melarikan diri bertemu dengan orang-orang
> > dibawah kepemimpinan Daulah Usmaniyah pada peperangan yang terjadi pada
> > abad XVI, pemimpin orang-orang yang melarikan diri itu, John Hineady
> > ditanya: "Apa yang akan Anda perbuat jika Anda mendapat kemenangan ?"
> > Dia menjawab: "Saya akan membangun akidah Romawi Katolik." Ketika
> > pertanyaan itu balik dilontarkan kepada Sultan Ustmani, ia menjawab:
> > "Saya akan mendirikan gereja di samping setiap masjid, dan saya akan
> > memberikan kebebasan mutlak kepada setiap orang untuk menjalankan ibadah
> > dimana saja dari kedua tempat ibadah tersebut."
> >
> > Petikan dialog itu diungkap Thomas Arnold, seorang sejarawan Inggris
> > dalam bukunya The Preaching of Islam. Suatu dialog yang bukan saja
> > menggambarkan perbedaan dalam sikap keyakinan antara sosok pemimpin
> > Islam dan Kristen, tetapi juga arah dan bentuk perjuangan masing-masing.
> > Gagasan semacam ini pada kalangan Kristen ternyata bukan semata catatan
> > sejarah lampau, tetapi kesinambungan geraknya masih terjadi sampai saat
> > ini.
> 
> Jika seperti itu keadaannya, mengapa pasca peristiwa Ketapang seorang
> Habib pernah berkata agar jangan mendirikan gereja di daerah yang banyak
> umat muslimnya?
> 
> > Dalam dekade terakhir, gagasan ini ditemukan paska keruntuhan rezim Uni
> > Soviet. Kasus Yugoslavia dengan tragedi Bosnia-nya menjadi rekaman
> > sejarah tentang benturan antar etnis dan agama yang menghasilkan
> > regionisasi berdasarkan etnis dan agama. Setidaknya ada tiga faktor
> > penting yang melatari kasus Bosnia. Pertama, dogma Kristen untuk
> > "menyelamatkan umat manusia". Peran para pastor dan keuskupan sangat
> > menonjol dalam proses keruntuhan rezim komunis di Yugoslavia dan dalam
> > proses rezimentasi baru yang berlumuran darah. Kedua, semangat
> > imperialisme yang tetap menyala dalam bentuk unionisasi Eropa dalam
> > rangka menguatkan posisi ekonomi dan politiknya di mata dunia.
> 
> Kalau memang betul, kenapa terus yang menyerang Serbia itu USA + NATO?
> Kemana gerangan negara-negara Islam, kemana gerangan umat Islam lain di
> muka bumi? Sudah pasrahkah umat Islam menyerahkan nasibnya pada
> kebaikhatian USA?
> 
> > Dan ketiga, pendekatan konflik mondial baru yang diciptakan antara Barat
> > versus Islam. Perpaduan ketiga faktor ini menghasilkan semangat dan
> > gerakan kuat untuk menghancurkan siapapun yang dipersepsi membahayakan
> > Kristen.
> >
> > Genocide etnis Albania muslim oleh Serbia, kekerasan dan pengusiran atas
> > warga imigran muslim di Jerman, Inggris dan Perancis atau yang lebih
> > ekstrem seperti munculnya Partai One Nation pimpinan Pauline Janson di
> > Australia yang menolak kehadiran para imigran, membuktikan mata-rantai
> > panjang gagasan di atas. Semua itu menjelaskan ide dasar yang lama
> > dimiliki kalangan Kristen, yaitu One Region, One Faith. Satu kawasan
> > geografis hanya untuk satu pemeluk agama tertentu.
> 
> Eit, tunggu dulu! One Nation itu menentang imigrasi dari kaum apapun di
> Asia yang miskin. One Nation menyerukan penghentian imigrasi yang tidak
> membawa investasi. Jadi fakta di atas jelas-jelas salah. Imigran dari Asia
> (Vietnam, Cina, India, Indonesia) semua ditentang oleh One Nation. Tidak
> hanya imigran beragama tertentu.
> 
> > Ide dasar ini memiliki dua arah gerakan. Pertama, restrukturisasi
> > internal elemen-elemen barat Kristen dengan jalan penyatuan
> > kawasan-kawasan mereka secara politis, ekonomis, demografis sampai
> > geografis. Kedua, ekspansi eksternal dengan jalan membangun hegenomi ide
> > politik liberalistik dan ekonomi kapitalistik di negeri-negeri muslim
> > atau di negara-negara sedang berkembang pada umumnya. Jalan berikutnya
> > adalah memperjuangkan gagasan one region, one faith pada kantong-kantong
> > Kristen di negeri-negeri tersebut.
> >
> > Kasus Timor-Timur, Irian Jaya dan terakhir Ambon adalah contoh-contoh
> > yang sangat nyata. Eksperimen one region, one faith di negeri-negeri
> > muslim umumnya dikembangkan pada kawasan yang memiliki potensi konflik
> > berskala internasional. Timor-Timur dengan unsur Fretelin, Irian Jaya
> > dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Ambon dengan Republik Maluku
> > Selatan (RMS) sangat potensial dikembangkan menjadi konflik
> > internasional, dimana kemudian tangan-tangan eksternal akan menjadi
> > penekan efektif bagi negeri yang mengalami konflik. Keberhasilan
> > Timor-Timur bisa menjadi contoh yang baik.
> 
> Saya lebih senang menganalogikan kasus Ambon dengan kasus Sambas. Kenapa
> konflik Sambas hanya semata-mata dianggap sebagai konflik budaya/etnis,
> sedangkan konflik Ambon harus dianggap sebagai rekayasa atau bukti
> kebiadaban orang Kristen? Bukankah konflik di Sambas juga tidak kurang
> biadabnya?
> 
> Selanjutnya, saya juga senang menganalogikan Irian Jaya dengan Aceh.
> Kenapa konflik Aceh tidak diberi cap yang sama, hanya karena orang Aceh
> mayoritas Islam? Konflik Aceh dan konflik Irian benang merahnya sama:
> ketidakpuasan terhadap kerakusan pemerintah pusat pada wilayah, tanah
> mereka.
> 
> > Dari perspektif ini, maka kasus konflik di Timor-Timur, Irian Jaya dan
> > Ambon tidak bisa dilihat semata sebagai konflik internal sebagai ekses
> > dari proses perubahan politik di tanah air. Bila banyak kalangan sepakat
> > bahwa pemilu akan menjadi langkah besar awal penyelesaian masalah, maka
> > perlu juga diyakini bahwa kasus-kasus di atas malah jadi bisa
> > menggagalkan pemilu atau tak akan bisa diselesaikan melalui pemilu.
> >
> > Adalah keharusan seluruh komponen bangsa untuk memikirkan dan mensikapi
> > persoalan ini secara serius, disamping hingar-bingar pemilu yang sudah
> > di depan mata. One Region, One Faith... akankah menjadikan Indonesia
> > sebagai Yugoslavia baru ??
> >
> >                                     Mahfudz Siddiq
> >                                  Direktur Islamic Centre Iqro', Pondok
> >                                  Gede
> >
> 
> Sayang sekali bahwa seorang direktur Islamic Center pandangannya sepicik
> ini.
> 

    Kalau picik saja masih mending, tapi bohong nya itu yang nggak ketulungan!   

    Dia bilang: 

    "....kekerasan dan pengusiran atas warga imigran muslim di Jerman, Inggris
    dan Perancis " 

    Kapan? 

    Ya beginilah bisanya sebahagian orang Islam: berdusta, berdusta, berdusta,
    berdusta, berdusta, berdusta ..... 

    Satu lagi: 

    Adagium "Cujus regio, cujus religion", yang bisa diterjemahkan satu negeri
    satu agama itu diputuskan di Perjanjian Augsburg tahun 1555. Tapi yang
    dipertentngkan disini adalah gereja katolik dan gereja luhterian. 

    Adagium ini kemudian ditinggalkan di Eropa dengan dipisahkannya urusan
    agama dari urusan negara. 

    Sejak idee sekuler (dipisahkannya urusan agama dari urusan negara) diterima
    di negara demokratik, maka negara tidak mengurus urusan agama penduduknya
    lagi. 

    Agama menjadi urusan pribadi. 

    Dan karuan saja persekusi agama, diskriminasi berdasarkan agama adalah
    illegal di negara demokratik. 


Jusfiq Hadjar gelar Sutan Maradjo Lelo                                             =
======================================


To unsubscribe send a message to [EMAIL PROTECTED] with in the
message body the line:
unsubscribe demi-demokrasi

Kirim email ke