Pak Soleh Sutisna yth,
Saya turut prihatin membaca tulisan Bapak, pola pembangunan dari atas dan
main 'belakang' memang masih menjadi model pembangunan di Indonesia, bahkan
menurut 'kabar burung' di beberapa tempat seringkali menjadi ajang adu
'kekuatan' ala preman.
Pariwisata, sebagai alternatif kegiatan ekonomi, seringkali dijadikan entry
point untuk pembangunan di daerah yang sensitif seperti hutan lindung atau
untuk mendapatkan berbagai fasilitas pembangunan.
Sesuai dengan Kep. Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam No
129/Kpts/DJ-VI/96 ttg Pola Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Kawasan
Pelestarian Alam. Taman Buru, dan Hutan Lindung,
Hutan Lindung berfungsi sebagai pengatur tata air, pencegahan bencana banjir
dan erosi, pemeliharaan kesuburan tanah, kawasan perlindungan sistem
penyangga kehidupan. Oleh karena itu, tujuan dan prinsip pengelolaannya pun
harus sesuai dengan fungsinya.
Di hutan lindung diperkenankan untuk kegiatan wisata alam, pembangunan
sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian dan wisata alam secara terbatas
yang diupayakan sedemikian rupa sehingga TIDAK mengurangi luas, mengubah
fungsi kawasan dan mengubah bentang alam. Selanjutnya disebutkan pula secara
eksplisit dalam kawasan hutan lindung diperkenankan adanya kegiatan
pemanfaatan tradisional berupa hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan.
Yang menarik dalam peraturan tersebut partisipasi masyarakat secara positif
aktif dan saling menguntungkan pun menjadi prinsip pengelolaan hutan
lindung.
Partisipasi 'tingkat tinggi' (partisipasi interaktif dan apalagi
self-mobilisation) masih merupakan gejala langka, beberapa projek
pembangunan dengan 'embel-embel' partisipatif di masa lalu umumnya
mengadopsi definisi partisipasi dari tingkat yang lebih 'rendah' (dari yang
manipulatif, pasif, konsultasi, insentif material, functional).
Sayangnya, saya juga tahunya cuma teori, dengar sana dengar sini, tidak
tahu apa yang dapat dilakukan.
Dengan data dan informasi yang lebih akurat mungkin Pak Soleh bisa
mengangkat persoalan ini ke publik dalam surat kabar (PR?) agar pihak-pihak
yang terkait menjadi 'aware' terhadap persoalan di atas dan mengambil
tindakan yang diperlukan. Mudah-mudahan.
Salam,
Wiwien
-----Original Message-----
From: Soleh Sutisna <[EMAIL PROTECTED]>
To: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Cc: [EMAIL PROTECTED] <[EMAIL PROTECTED]>
Date: Tuesday, February 06, 2001 11:37 AM
Subject: [envorum] parah
>Salam buat semuanya,
>Sebelumnya saya perkenalkan dahulu, nama saya Soleh
>aktif di LSM kelompok Bungawari yang bergerak dalam
>bidang konservasi lingkungan dan kearifan tradisional.
>
>Beberapa bulan lalu ( sekitar Oktober)saya pernah
>investigasi ke desa Jayamekar,Buanamekar dan Cibugel
>kecamatan Cibugel kabupaten Sumedang, Jawa Barat untuk
>meyakinkan bahwa disana telah terjadi perusakan hutan
>lindung gunung kareumbi. Ternyata memang disana ada
>penebangan hutan lindung sudah puluhan hektar dengan
>dalih bahwa penebangan itu legal atas kerjasama Irjen
>KSDA (konservasi sumber daya alam) departemen
>kehutanan dengan PT Prima Sakti(perusahaan) serta
>pemerintah setempat (Bupati dan jajarannya). Untuk
>lebih meyakinkan lagi saya datang ke kanwil kehutanan
>disana ada bidang KSDA dan saya mendapat jawaban bahwa
>kegiatan tersebut memang legal bahkan katanya ada
>surat-surat resmi atau MOU antara ketiga lembaga yang
>bekerjasama tersebut, namun sayang waktu itu mereka
>(pejabat yang berwenang disana) kebetulan sedang rapat
>dan tidak bisa diganggu sehingga saya tidak sempat
>melihat bukti-bukti kelegalannya serta penjelasan yang
>lebih memadai.
>Beberapa waktu kemudian saya datang lagi ke lokasi
>penebangan (desa)dan saya berdiskusi dengan beberapa
>tokoh desa (Ketua Kelompok Tani Penghijauan, Anggota
>Badan Perwakilan Desa, dan beberapa anggota
>masyarakat), mereka pun menyesalkan penggundulan hutan
>lindung tersebut dan merencanakan untuk minta
>penjelasan dari pihak perusahaan atau pemerintah yang
>berwenang. Selanjutnya dilakukan sosialisasi oleh
>perusahaan di balai desa jayamekar, inti dari
>sosialisasi itu bahwa (1)kegiatan itu adalah program
>bersama pemerintah dan swasta yaitu akan membuat wana
>wisata penangkaran berbagai jenis burung dan kijang
>dan masyarakat sendiri akan diuntungkan dengan
>berjualan atau kegiatan usaha lainnya, (2)akibat lalu
>lintas angkutan truk kayu, kerusakan jalan akan
>diperbaiki oleh pihak perusahaan, (3)luas hutan yang
>ditebang hanya seluas antara 7 - 15 hektar, dan itupun
>untuk keperluan pembangunan sarana wana wisata
>termasuk restoran, kandang hewan, dan gedung
>pengelola, dan kayu hasil penebangan itu bukan untuk
>dijual tetapi untuk membangun sarana dan prasarana
>tersebut. Untuk sementara masyarakat dan tokoh desa
>percaya dan berharap mudah-mudahan program itu
>betul-betul akan membawa hikmah dikemudian hari. Namun
>setelah beberapa lama dan melihat kerusakan jalan
>tidak kunjung diperbaiki, masyarakat desa Jayamekar
>atas dukungan kepala desanya mematok jalan. Kegiatan
>pengangkutan kayu pun terhenti. Konon kabarnya terjadi
>negosiasi antara perusahaan dengan kepala desa
>dibelakang pengetahuan masyarakat sehingga tiba-tiba
>patok dibuka, dan kegiatan penebangan dan pengangkutan
>kayu berlanjut lagi, sementara komitmen perusahaan
>untuk memperbaiki jalan desa belum direalisasikan
>juga. Kemudian masyarakat marah lagi apalagi setelah
>mendengar kabar bahwa kepala desa menerima uang
>sogokan Rp 1000.000 (sejuta rupiah) dari perusahaan.
>Maka masyarakat melakukan pematokan lagi. Pemetokan
>itu dijawab oleh perusahaan dengan membagi-bagikan
>sembako (ikan asin, indomie,kecap, dll. lebih kurang
>bernilai Rp 10.000 per paket, berjumlah 1080 paket,
>kata sumber anggota masyarakat yang turut menerima
>paket tersebut) kepada masyarakat desa Jayamekar
>termasuk tukang ojeg dan aparat desa serta aparat
>kecamatan. Untuk sementara kronologi sebagai pengantar
>sampai disini dahulu, dan selanjutnya kita bahas
>hal-hal yang perlu diperhatikan :(1) Apapun
>alasannya hutan lindung tidak boleh ditebang, apalagi
>tebang habis seperti di lokasi itu, (2)perusahaan
>(prima sakti), pemerintah setempat (termasuk bupati
>dan jajarannya) dan BKSDA nyata-nyata telah sekongkol
>merusak hutan dengan dalih ingin mengembangkan kawasan
>lindung gunung kareumbi, (3)Pihak perusahaan tidak
>konsekwen terhadap komitmen atau hal-hal yang dia
>jelaskan pada waktu sosialisasi kemasyarakat, misalnya
>penebangan melebihi yang dijanjikan, kayu ternyata
>dijual keluar, rencana membangun jalan belum
>direalisasikan juga, (4) selain itu pihak perusahaan
>telah mengganggu kegiatan belajar mengajar SMP Negeri
>Cibugel dengan menempatkan lokasi penggergajian
>disamping sekolah, mesin penggergajian tersebut sangat
>bising. Sebelumnya mereka tidak minta ijin terlebih
>dahulu kepada kepala sekolah dan orang tua siswa
>memilih lokasi penggergajian tersebut, (5) Yang lebih
>parah perusahaan mendorong terjadinya
>perambahan/penebangan liar oleh masyarakat disana
>karena hasil tebangannya dibeli/ditadah oleh
>perusahaan, (6) mungkin menurut anda masih banyak hal
>lain kesalahan mereka yang bisa disebutkan disini....
>saya mengundang anda yang memiliki perhatian terhadap
>kerusakan lingkungan untuk datang ke desa Jayamekar
>kec. Cibugel Kabupaten Sumedang guna membuktikan
>informasi saya ini. Disana anda dapat menghubungi
>Bapak Riman Setiadi (ketua Kelompok Tani Penghijauan
>desa Jayamekar), Bapak Dadang (kepala desa Jayamekar),
>dam masyarakat lainnya...
>Demikian informasi sementara, terima kasih.
>Soleh/Kelompok Bungawari
>
>
>
>
>
>__________________________________________________
>Do You Yahoo!?
>Yahoo! Auctions - Buy the things you want at great prices.
>http://auctions.yahoo.com/
>
>---------------------------------------------------------------------
>Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
>Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
>Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id
>
>
---------------------------------------------------------------------
Mulai langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Stop langganan: kirim e-mail ke [EMAIL PROTECTED]
Archive ada di http://www.mail-archive.com/envorum@ypb.or.id