"Aset paling berharga bagi perusahaan pada abad ke-21 adalah 
 pengetahuan dan pekerja terdidik. Pengetahuan telah menjadi modal 
 bagi pembangunan ekonomi, menggantikan sumber daya alam yang tidak 
 dapat menjadi andalan lantaran dapat terdepresiasi, bahkan 
 memunculkan perusakan lingkungan yang ujungnya merugikan umat 
 manusia". (Peter Drucker, Management Challenges for the 21st 
 Century) 
 
 Pekan silam terbit daftar orang terkaya Amerika versi majalah 
 Forbes. Yang menarik, urutan teratas masih—untuk ke-14 tahun 
 berturut-turut— ditempati pendiri Microsoft Corp Bill Gates, dengan 
 harta sekitar 59 miliar dollar AS (sekitar Rp 560 triliun). Pada 
 urutan ke-4 ada Larry Ellison, pendiri dan CEO Oracle, dengan 
 kekayaan 26 miliar dollar AS. 
 
 Perubahan terjadi pada daftar 10 orang terkaya. Untuk pertama 
 kalinya tahun ini masuk dua pendiri perusahaan Google Inc, yakni 
 Sergey Brin dan Larry Page, di urutan ke-5. Kekayaan kedua mogul 
 berusia 34 tahun ini membesar empat kali sejak tahun 2004 dan tahun 
 ini menjadi sekitar 18,5 miliar dollar AS. Nilai saham perusahaan 
 mereka meningkat 500 persen. 
 
 Nama-nama lain dalam daftar Forbes tersebut berasal dari kalangan 
 investor, sementara urutan kedua diduduki oleh mogul kasino. Di luar 
 itu, harga minyak yang membubung juga membantu meningkatkan kekayaan 
 juragan (baron) minyak bersaudara, Charles dan David Koch, yang 
 tahun ini menempati urutan ke-9 dengan kekayaan 17 miliar dollar AS. 
 
 Mengamati daftar di atas, satu hal yang menggelitik adalah tampilnya 
 sosok-sosok yang berusaha di bidang teknologi informasi (TI), dalam 
 hal ini Microsoft, Oracle, dan Google. Tampaknya, tampilnya orang-
 orang tersebut menggantikan citra lama bahwa yang bisa menjadi orang 
 terkaya adalah mereka yang berusaha di sektor pertambangan, 
 otomotif, atau usaha konvensional lain. 
 
 Dari satu sisi, ini seperti menyiratkan atau membenarkan penilaian 
 bahwa peluang ekonomi, atau perekonomian itu sendiri, telah berubah, 
 yaitu dari ekonomi berbasis sumber daya (resource-based economy) ke 
 ekonomi berbasis pengetahuan (EBP) atau knowledge-based economy. 
 
 Seperti disitir oleh Peter Drucker di atas, sumber daya (alam) tidak 
 dapat diandalkan karena dapat terdepresiasi. Pada sisi lain, ilmu 
 pengetahuan justru terus berkembang. 
 
 Kekuatan "knowledge" 
 
 Seperti diuraikan Rektor Universitas Al Azhar Indonesia Prof Zuhal 
 dalam bukunya (mengenai daya saing, yang segera terbit), selama 
 sejarah umat manusia sumber daya alam, seperti tanah, mineral, 
 minyak bumi, dan hutan, merupakan modal kesuksesan banyak bangsa, 
 tetapi kini sumber daya alam bukan faktor utama lagi. 
 
 "Orang kini telah menemukan kekuatan baru yang nonfisik dan selalu 
 terbarukan, itulah yang disebut knowledge atau ilmu pengetahuan, " 
 tulisnya. 
 
 Bill Gates jelas contoh yang paling spektakuler. Ia bukan tuan 
 tanah, bukan pemilik tambang minyak, atau emas, bukan industrialis, 
 dan bukan diktator yang memiliki tentara yang sangat kuat. Untuk 
 pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, didapati bahwa manusia 
 terkaya di dunia bermodalkan knowledge, dalam hal ini adalah 
 pengetahuan tentang komputasi. 
 
 Ditambahkan bahwa nilai semua logam emas yang pernah ditambang dalam 
 sejarah umat manusia, dari zaman sebelum Mesir kuno sampai 
 penambangan modern, seperti di Freeport, termasuk berbagai cadangan 
 negara, seperti cadangan Amerika Serikat di Fort Knox, bernilai 
 hanya kurang dari nilai enam perusahaan komputer/TI, yakni 
 Microsoft, Intel, IBM, Cisco, Lucent, dan Dell. Jadi, nilai 
 perusahaan TI di atas sungguh besar dan pasti jauh lebih besar lagi 
 kalau Google dan Oracle dimasukkan. 
 
 Dalam kolom iptek ini, 5 September silam, telah diulas pentingnya 
 peran technopreneur, yakni wirausaha bidang teknologi, dalam 
 merespons perkembangan zaman. Selain menelurkan tenaga-tenaga TI 
 yang kapabel, pendidikan itu sendiri diharapkan bisa mengembangkan 
 jiwa kewirausahaan. 
 
 Dalam soal terakhir itu, riwayat hidup tokoh seperti Bill Gates, 
 juga orang-orang terkaya dari bidang TI di atas, bisa disimak. Bill 
 Gates seharusnya bangga karena tahun 1973 ia diterima di Universitas 
 Harvard yang amat bergengsi. Namun, pada tahun awal ia sudah men-DO-
 kan diri karena ingin mencurahkan segenap tenaga dan pemikirannya 
 untuk Microsoft, perusahaan yang didirikan tahun 1975 dengan teman 
 semasa masih remaja, Paul Allen. Mereka seperti mendapat "wangsit" 
 dan itu lalu menjadi keyakinannya bahwa PC akan menjadi alat yang 
 sangat berguna di setiap kantor dan di setiap rumah sehingga mereka 
 lalu terpanggil untuk membuat program untuk PC. 
 
 Di sinilah tampak betapa kecerdasan Gates mampu melihat apa yang 
 akan terjadi pada masa depan dan menangkap apa yang akan dibutuhkan. 
 Lebih dari itu, ia memberanikan diri memenuhi panggilan hidup untuk 
 membela visi yang diyakini tersebut dengan mendirikan perusahaan. 
 
 Hal yang sama juga diperlihatkan orang terkaya lain, Larry Ellison. 
 Ia mendirikan Oracle tahun 1977 dengan mengerahkan semua uang 2.000 
 dollar AS miliknya. Riwayatnya juga tidak seluruhnya bulan purnama 
 karena tahun 1990 Oracle dilanda krisis dan nyaris bangkrut. Di luar 
 itu, Oracle survive dan kini banyak disebut sebagai perusahaan 
 pembuat perangkat lunak nomor dua di dunia. 
 
 Merespons zaman baru 
 
 Menanggapi zaman (ekonomi) baru ini, Indonesia tentu saja harus 
 merespons kalau tak mau semakin tertinggal. Menteri Komunikasi dan 
 Informatika (Menkominfo) Mohammad Nuh sempat menyebut perlunya 
 dicapai massa kritis agar TI memberi manfaat berarti bagi 
 pertumbuhan Indonesia. Maksud Menkominfo adalah tentu tidak saja 
 pengetahuan TI semakin merasuk dalam sendi kehidupan bangsa, tetapi 
 juga berarti karena tenaga TI yang mencapai massa kritis akan lebih 
 mudah menggerakkan semangat kewirausahaan. 
 
 Dalam kaitan EBP, sebenarnya bidang yang terbuka tidak semata TI 
 karena elemen fundamental di sini adalah pada aspek daya saing, yang 
 muncul karena adanya keunggulan kompetitif, bukan lagi keunggulan 
 komparatif. 
 
 EBP—yang mulai sering disebut-sebut di sini pada awal 1990-an—
 menyiratkan bahwa negara tidak dapat bersandar pada ekonomi semata, 
 tetapi juga pada semua aktivitas kehidupan warganya dalam proses 
 penciptaan, pemanfaatan, dan pendistribusian pengetahuan. Penerapan 
 EBP dimaksudkan untuk memacu daya saing, produktivitas, dan 
 pertumbuhan dengan pendekatan baru, melalui pendidikan, inovasi, 
 pemanfaatan TI, meluaskan jejaring kerja sama, dan—yang tidak kalah 
 pentingnya menurut Prof Zuhal—adalah melalui pemberian peranan baru 
 yang berbeda kepada pemerintah. 
 
 Sejumlah negara, seperti Norwegia (yang kini terkenal dengan salmon 
 dan ekspor migasnya) dan juga Finlandia (dengan industri telepon 
 selulernya) adalah contoh sukses melalui penerapan EBP. Indonesia 
 dalam hal ini pun perlu menetapkan langkah, kalaupun bukan untuk 
 menciptakan "orang terkaya", untuk memperbaiki perikehidupan rakyat 
 pada umumnya.
 


temon_brangti <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                               Waah, 
hebat as as bisa tau artinya..
 Saya puasa juga karena jatuh cinta kok
 Soalnya yang nyuruh juga Dia Satu-satunya Yang Dicinta
 Selamat menikmati puasanya juga...
 
 --- In filsafat@yahoogroups.com, as as <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
 >
 > Hihihi
 > Temon itu artinya asalnya nemu
 > Brangti itu, namanya jatuh cinta
 > Hihihi
 > Pasti agi bikin banyak puisi cinta
 > Selamat bercinta di siang puasa, Mon ..........
 > Hihihi
 > 
 > temon_brangti <[EMAIL PROTECTED]> 
 wrote:                                  He..he.., ia nih aku jadi 
 disebut mas-mas
 >  Tapi gak pa-pa kok, suaranya tetep temon, mau mas atau mba
 >  Gak ngaruh
 >  Salam juga, mbak sisc yang manis
 >  
 >  --- In filsafat@yahoogroups.com, "non_sisca" <non_sisca@> wrote:
 >  >
 >  > 
 >  > anu, abu 
 >  > setahu sisc temon itu perempuan deh 
 >  > hehehe...jadi gak tepat banget dipanggil "mas"
 >  > kesannya bias gender gitu, apalagi topiknya tenaga kerja 
 >  huahahaha... 
 >  > 
 >  > temon, coba lah awak ni kasih kita penjelasan, sampean itu 
 >  perempuan 
 >  > atawa laki2 hihihi....
 >  > 
 >  > lalu kata shakitpeare, apalah artinya perempuan atawa lelaki, 
 >  > bukankah temon dipanggil "mas" atawa "mbak" tetaplah temon 
 >  > 
 >  > hihihi...maaf temon, peace....lagi kumat 
 >  > 
 >  > salam, sisc 
 >  > 
 >  > 
 >  > --- In filsafat@yahoogroups.com, abusurd mufakhir <abusurd_13@> 
 >  > wrote:
 >  > >
 >  > > Mas temon, terkait pekerjaan dan konon dua macam manusia yang 
 >  mas 
 >  > jelaskan, saya mau nanya kalau pemilik modal itu masuknya dalam 
 >  > kategori apa?
 >  > > 
 >  > > Karena ada pemilik modal yang hanya menerima secara pasif 
 hasil
 >  > > jerih payah para pekerja, tanpa pernah melakukan apa-apa, 
 juga 
 >  > terasing dari
 >  > > hakikatnya sebagai manusia untuk bekerja. 
 >  > > Hanya saja keterasingan yang dialami si pemilik modal adalah 
 sisi
 >  > > keterasingan yang manis. Karenanya keterasingan juga dialami  
 >  oleh 
 >  > si pemilik modal yang terasing dari
 >  > > hakikatnya. 
 >  > > Apakah kaca mata produktifitasnya mas temon itu terkait 
 dengan 
 >  > kacamata sistem hak milik pribadi?
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > ----- Original Message ----
 >  > > From: temon_brangti <temon_brangti@>
 >  > > To: filsafat@yahoogroups.com
 >  > > Sent: Friday, September 21, 2007 9:05:22 AM
 >  > > Subject: [filsafat] Re: Pekerjaan oh pekerjaan....
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > 
 >  > >   
 >  > > 
 >  > > 
 >  > >     
 >  > >             Konon katanya ada dua macam manusia yang hidup di 
 >  dunia 
 >  > ini.
 >  > > 
 >  > > 1. Manusia yang hidup untuk mengisi waktu
 >  > > 
 >  > > 2. Manusia yang hidup mengejar cita-cita
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > Manusia pertama akan mencari cara untuk bisa mapan dan 
 sedapat 
 >  > > 
 >  > > mungkin menikmati hidupnya. Konsekwensinya adalah dia harus 
 >  terus 
 >  > > 
 >  > > berupaya memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya yang tidak 
 habis-
 >  > > 
 >  > > habis. Karenanya, pekerjaan menjadi keharusan untuk dapat 
 >  memenuhi 
 >  > > 
 >  > > kebutuhannya pada uang.
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > Manusia kedua melihat waktu sebagai kenisbian. Ia tidak 
 berhenti 
 >  > > 
 >  > > pada titik kemapanan. Ia tahu apa yang dilakukannya, mengapa 
 ia 
 >  > > 
 >  > > melakukannya dan menolak untuk menjadi robot yang hanya 
 diukur 
 >  > > 
 >  > > melalui kacamata produktifitas.
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > 
 >  > > --- In [EMAIL PROTECTED] s.com, abusurd mufakhir 
 >  > <abusurd_13@ ...> 
 >  > > 
 >  > > wrote:
 >  > > 
 >  > > >
 >  > > 
 >  > > > Pekerjaan oh pekerjaan... .
 >  > > 
 >  > > > 
 >  > > 
 >  > > > Marx mengatakan bahwasanya permasalahan yang akan dihadapi 
 >  oleh 
 >  > > 
 >  > > manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan yang dikelola oleh 
 >  sistem 
 >  > > 
 >  > > kapitalisme adalah keterasingan si manusia tersebut dari 
 >  > > 
 >  > > pekerjaannya sendiri, dia sudah tidak mengenal lagi dengan 
 baik 
 >  apa 
 >  > > 
 >  > > yang dia kerjakan, untuk apa ia mengerjakan itu, dan yang 
 paling 
 >  > > 
 >  > > fatal adalah dia sudah tidak bisa lagi menikmati apa yang dia 
 >  > > 
 >  > > kerjakan, baik itu sebagai minat atau bakat sehingga dia bisa 
 >  > > 
 >  > > mengembangkan pikiran dan intuisi-nya ketika sedang 
 menjalankan 
 >  > > 
 >  > > pekerjaan tersebut. Dengan kata lain, manusia semakin lari 
 dari 
 >  apa 
 >  > > 
 >  > > yang dia ciptakan, karena memang apa yang dia ciptakan bukan 
 >  lagi 
 >  > > 
 >  > > miliknya. Semua manusia pada dasarnya ingin lari dari jenis 
 >  > > 
 >  > > pekerjaan seperti ini, namun tidak bisa! karena dia 
 membutuhkan 
 >  > uang 
 >  > > 
 >  > > sebagai upah dari nilai yang ia ciptakan untuk memenuhi 
 >  kebutuhan 
 >  > > 
 >  > > hidupnya. 
 >  > > 
 >  > > > 
 >  > > 
 >  > > > Apa yang Marx dulu bilang sebagai gejala, kini menurut saya 
 >  sudah 
 >  > > 
 >  > > menjadi realitas yang menggurita, mencengkram siapa saja. 
 Anda 
 >  > boleh 
 >  > > 
 >  > > memilih Jurusan pendidikan sesuai dengan minat dan bakat anda 
 >  > > 
 >  > > (itupun kalau anda atau orang tua anda punya uang), akan 
 tetapi 
 >  > anda 
 >  > > 
 >  > > tidak bisa semudah memilih jurusan pendidikan ketika anda 
 akan 
 >  > mulai 
 >  > > 
 >  > > bekerja, kecuali anda adalah pemilik alat produksi selain 
 buruh, 
 >  > > 
 >  > > maka anda-lah yang sebaliknya bisa menentukan pekerjaan apa 
 yang 
 >  > > 
 >  > > harus dikerjakan oleh buruh anda. Akibatnya adalah seringkali 
 >  > > 
 >  > > pekerjaan/profesi atau apa yang kita ciptakan, bukanlah 
 sesuatu 
 >  > yang 
 >  > > 
 >  > > kita pilih dan bisa kita nikmati sebagai sebuah karya.
 >  > > 
 >  > > > 
 >  > > 
 >  > > > Bagaimana kita harus mengurai persoalan ini? 
 >  > > 
 >  > > > 
 >  > > 
 >  > > > Lanjutin ya temen2, saya bingung...






       
---------------------------------
Don't let your dream ride pass you by.    Make it a reality with Yahoo! Autos. 

Kirim email ke