Yang dimaksud "pelengkungan/pembengkokan kurvatur ruang-waktu di sekitar Bumi", 
bukan "menekuk kurvatur ruang di sekitar Bumi". Harus digarisbawahi bahwa 
istilah ruang-waktu itulah yang digunakan Einstein sejak awal, untuk memerikan 
(mendeskripsikan)  ruang dan waktu yang terintegrasi sebagai sebuah "sistem" 
berdimensi empat dimana tiga dimensi di antaranya (dimensi spasial) adalah 
real, sementara satu dimensi lainnya (dimensi temporal) berada dalam sumbu 
imajiner. Pelengkungan ruang waktu itu menunjukkan bagaimana gravitasi bekerja.

Ilustrasi yang anda gunakan dengan membandingkan waktu-pribadi di satelit 
dengan waktu-pribadi di permukaan Bumi memang menarik, sebagai salah satu 
pengejawantahan efek relativitas umum dalam hal ini gravitational redshift 
alias efek geseran merah gravitasi. Hanya, persoalannya kemudian hal ini 
observable dan patut dipertimbangkan dalam menganalisis sistem pergerakan Bumi 
beserta aplikasinya apa tidak? Gravitational redshift membutuhkan kondisi yang 
amat sangat luar biasa teliti untuk bisa memperlihatkan dirinya, seperti 
ditunjukkan oleh eksperimen Pound & Rebka dimana mereka baru bisa 
mengidentifikasi redshift tersebut setelah memanfaatkan efek Mossbauer pada 
foton sinar gamma. Sementara satelit2 kita, yang bekerja dengan spektrum 
gelombang radio dalam komunikasinya dengan kita di permukaan Bumi, tentu saja 
sulit untuk bisa mengidentifikasi redshift tersebut mengingat frekuensi 
gelombang radio jauh lebiuh kecil dibanding foton gamma, sehingga sifat
 partikel foton gelombang radio pun jauh lebih lemah.

Hawking menyebut, satu-satunya efek relativitas umum yang terjadi pada satelit 
hanyalah pada penentuan posisi-nya. Jika relativitas umum tidak diperhitungkan 
dengan baik, maka prediksi posisi satelit yang melayang di atas planet seperti 
Bumi bisa meleset beberapa ratus meter. So, terkecuali ketika kita bicara pada 
obyek-obyek sangat massif seperti Matahari, bintang2 dan galaksi, maka 
relativitas umum bukanlah hal yang dominan.

Btw, pelengkungan kurvatur ruang-waktu di sekitar benda massif -pondamen utama 
teori Einstein- sebenarnya juga sudah diramalkan oleh mekanika Newton lho. 
Dengan asumsi cahaya sebagai partikel (ingat, Newton adalah pendukung kuat 
teori korpuskular cahaya atau kepartikelan cahaya) dan mengambil analogi 
hamburan Rutherford, secara mengagumkan bisa dideduksi bahwa ketika seberkas 
foton melintas di dekat Matahari, ia akan dibelokkkan dari lintasannya semula 
dengan kuantitas pembelokan yang tepat bernilai setengah dari pembelokan yang 
diramalkan Einstein. 

Salam,


Ma'rufin




________________________________
From: verdi adhanta <verdiadha...@yahoo.com>
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Sent: Friday, February 13, 2009 11:08:39 PM
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Re: Hentikan Perdebatan Soal Teori Darwin !


Fisika klasik tentu tidak akan ditinggalkan, terutama kalau bicara tentang 
sesuatu yang masih melata di Bumi. Newtonian F=m.a masih tetap akan jadi 
pelajaran penting yang menyenangkan di bangku SMA. Pak Sudibyo bicara soal 
aplikasi sehari-hari. Pak manekke bicara soal realm "evolusi" sains, atau 
bagaimana manusia memahami dirinya dan alam semesta. 

Tapi sebenarnya tidak juga pak Dibyo. Fisika "teori" general relativity sudah 
juga bermanfaat untuk kebutuhan sehari-hari. Contoh, tentang time-space yang 
fleksible dan bagaiman gravitasi mempengaruhinya. Satelit yang kita gunakan 
saat ini harus selalu "menyetel ulang" internal clock-nya agar sync dengan jam 
di Bumi, untuk menyesuikan dengan sebuah fakta bahwa waktu bergerak lebih cepat 
di luar angkasa dibandingkan di permukaan Bumi. Jadi waktu yang dialami oleh 
Satelit-satelit kita lebih Pendek dibandingkan dengan waktu yang dialami kita 
yang di atas tanah ini. Ini karena Gravitasi Bumi menekuk kurvatur ruang di 
sekitarnya-- Jadi, waktu yang sesungguhnya sebenarnya adalah waktu di space, 
bukan di Bumi.

Reply via email to