Chan: kalau saja diusut lebih lanjut, yang SALAH yaa TAP MPRS 25/1966 itu

Nesare: gampangnya memang begini. Tetapi kalau mau dilihat lebih mendalam lain 
perkaranya. Soeharto/Orba sudah runtuh pun, kenapa Tap MPRS itu tidak dicabut? 
Gampang sekali kan kalau mau mencabutnya? Disinilah letak persoalannya bahwa 
ketakutan akan PKI dan ajaran komunisme itu sudah merasuk dalam rakyat 
Indonesia. Persoalannya kan jadi jelas sekali bahwa bukan Tap MPRS nya yg 
menjadi masalah, tetapi masalah ketakutan bahaya PKI dan komunisme.

Bagi yang tidak mengerti hal ini kan selalu mengklaim: takut…takut dan takut 
untuk mencabut TAP MPRS itu kan?

Tetapi efek mencabutnya itu tidak pernah dipertanyakan. Bagaimana kalau TAP 
MPRS nya sudah dicabut dan menimbulkan disintegrasi bangsa dan negara?

Presiden yang paling berani berbicara ttg PKI dan komunisme itu adalah Gus Dur. 
Sampai akhir hidupnya Gus Dur tidak bisa mencabut TAP MPRS itu walaupun berani 
membubarkan department penerangan dan departemen social. Walaupun teriakan Gus 
Dur disukai utk membubarkan DPR tetapi dia juga tidak bisa membubarkan DPR.

 

Bandingkan di USA dimana komunisme itu saya pastikan tidak akan bisa hidup 
lagi. Bagaimana mereka melakukannya? Mereka membiarkan ajaran marxisme 
leninisme komunisme itu dimana2 dalam pendidikannya. Rakyatnya sudah berdiskusi 
membicarakan ajaran2 kiri, tengah dan kanan dari bangku sekolah. Komunisme 
sudah mati di USA tetapi rakyatnya mencari bentuk sosialisme yg lain seperti 
social democrat  ala partai democrat dan juga sudah ada yang lebih kiri ala 
Bernie sanders. Libertarian juga adalah hasil pemikiran yg relative baru yg 
jenuh dengan partai republic dan democrat.

 

Ini yang perlu dilakukan oleh rakyat Indonesia. Pelajari ajaran2nya sebelum 
bilang setuju atau tidak setuju. Tidak ada gunanya TAP MPRS itu dicabut tetapi 
rakyat Indonesia masih menolak dalam hatinya.

 

Ini parallel dengan masalah diskriminasi terhadap kelompok tionghoa. Coba 
bandingkan diskriminasi tionghoa di Malaysia dan Indonesia: diskriminasi di 
Indonesia itu tidak formal. Diskriminasi di Malaysia terang2an/bumiputera. 
Hasilnya apa? tionghoa Malaysia tahu dimana letaknya diskriminasi itu dan 
bermain dalam boundary nya. Di Indonesia bentuk diskriminasi nya tidak jelas 
tetapi prakteknya dimana2.

 

Jadi persoalannya itu bukan TAP MPRS atau ada diskriminasi atau tidak, tetapi 
bagaimana penerimaan dan penolakan rakyat itu yg lebih penting. Kalau rakyatnya 
diajak berpikir, mestinya jalan keluar akan lebih terbuka. Mulailah dengan 
belajar. Mulailah dengan buku. Mulailah dengan diskusi. 

 

Kalau kita ikuti dengan adanya milis2 ini dengan tersedianya internet gratis, 
luar biasa hasilnya. Banyak yang sudah melek melihat perkara pembunuhan massal 
1965 itu bukan hanya miliknya Orba saja. Saya tekankan betapa pentingnya media 
alternative seperti milis2 ini dalam membuka wawasan rakyat Indonesia.

 

Nesare

 

 

 

From: GELORA45@yahoogroups.com [mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Saturday, June 10, 2017 10:14 PM
To: GELORA45@yahoogroups.com; nesa...@yahoo.com
Subject: Re: [GELORA45] FW: Saatnya Rehabilitasi Bung Karno!

 

  

Makanya, kalau saja diusut lebih lanjut, yang SALAH yaa TAP MPRS 25/1966 itu! 
Bukan saja melarang PKI tanpa dasar, tapi juga melarang ajaran 
Marxisme-Leninisme, dan, ... sampai sekarang, setelah era reformasi-demokrasi 
berlangsung hampir 20 tahun, masih tetap saja diberlakukan! Padahal jelas TAP 
MPRS 25/1966 itu dikeluarkan oleh Sidang MPRS yang terlebih dahulu direkayasa 
jenderal Suharto, dengan menangkapi seluruh anggota DPR/MPRS yang dituduh PKI 
dan Soekarnois dan digantikan dengan pendukung2 Suharto! Jadi jelas, MPRS yang 
cacad HUKUM, dan dengan sendirinya TAP MPRS yang dikeluarkan juga cacad hukum! 
TIDAK SAH, ...!

 

Tapi, saya SETUJUUU dengan pemikiran, satu pandangan ideologi, khususnya 
Marxisme-Leninisme yang jelas merupakan teori mewujudkan KEADILAN SOSIAL bagi 
SELURUH RAKYAT (Sila ke-5 Pancasila) itu menjadi KENYATAAN, mengapa dan 
bagaimana bisa dilarang? Apalagi menghadapi kenyataan bukan saja kesenjangan 
sosial dalam masyarakat yang makin tajam tapi juga makin buaanyak jumlah rakyat 
miskin, warga yang terhimpit dalam kehidupan miskin. Dan kemiskinan itu pasti 
akan dengan mudah menerima pandangan-pandangan Sosialisme, Komunisme itu, .. 
Dari sudut pandang lain, kalau diperhatikan setiap pandangan ideologi itu, 
termasuk pandangan KOMUNIS dalam kenyataan terus berubah dan berkembang sesuai 
perkembangan jaman. Dan, ... yang PASTI setiap orang boleh-boleh saja mempunyai 
pandangan ideologi/politik tertentu, baik Pancasila, liberalisme, kapitalisme, 
sosialisme, komunisme maupun Islam, Kristen, Budha, Hindu Konghucu, ... menjadi 
komunis, sosialis, liberalis, atau kapitalis bukanlah kejahatan. Sama seperti 
menjadi Islam atau Kristen bukan kejahatan sekalipun tergolong radikalis. 
Pikiran seseorang tak bisa dipidanakan. Tindakan pemaksaan dengan kekerasanlah, 
terjadi pelanggaran UU/HUKUM yang dilakukan oleh siapa pun, baik komunis atau 
Islam, yang bisa dipidanakan.

 

Salam,

ChanCT

 

 

From: nesa...@yahoo.com <mailto:nesa...@yahoo.com>  [GELORA45] 

Sent: Saturday, June 10, 2017 8:29 PM

To: GELORA45@yahoogroups.com 

Subject: [GELORA45] FW: Saatnya Rehabilitasi Bung Karno!

 

  

Chan: Lho, ... bukankah istilah atau sebutan KOMUNIS itu yang diajukan bung 
Karno di tahun 1959, dengan seruan persatuan NASAKOM!

Nesare: betul NASAKOM itu ide pikiran bung Karno. Kom nya ada karena waktu itu 
ada PKI sebagai partai politik yang sah Sekarang sudah tidak ada PKI itu – 
dalam arti partai politik. Ajarannya yang bisa ada karena tidak melembaga dan 
bisa diajarkan dan diteruskan oleh siapa saja. jadi memang betul Jokowi bilang 
“gebuk PKI” kalau memang PKI nya (dalam bentuk lembaga) ada. Kenapa harus 
digebuk? Karena komunisme itu tidak sah di Indonesia. Sepanjang Tap MPRS 
25/1966 yang ditertawakan oleh bung Karno. Bung Karno mentertawakan larangan 
komunisme itu karena dia berpendapat bahwa larangan itu tidak mungkin dapat 
meredam ajaran2 sosialisme itu karena ajaran2 sosialisme itu ada karena adanya 
keadilan social yang jelek. Bung Karno bilang kalau mau melarang marxisme, 
komunisme, islamisasi dll itu adalah yang merugikan rakyat dan negara. Makanya 
bung Karno pun mati2an melawan  Darul Islam karena DI adalah kegiatan islamisme 
yang ngladrah. (“Bukan islamisme sejati, yang suci, yang baik, tapi yang 
ngladrah.")

Belum lagi Tap MPRS 25/1966 itu terus didukung dengan peraturan, UU, KUHP dll 
yang melarang ajaran marxisme, leninisme dll.

Chan: sampaik-sampai Presiden Jokowi pun ikut-ikutan hendak gebuk PKI yang 
dibilang muncul kembali itu. Padahal Islam radikalisme yang sudah bergerak 
nyata dengan teror dimana-mana dan makin agresif itulah yang merupakan bahaya 
nyata perpecahan NKRI!

Nesare: semoga sudah jelas dengan penjelasan diatas bahwa bagi bung Karno 
islamisasi seperti DI yang ngladrah atau komunisme yang misalnya kalau menang 
mau melarang/represif rakyat Indonesia untuk beragama dan beribadah. Yang 
dilihat bung Karno itu adalah “ngladrah”nya bukan ajarannya. Bung Karno 
menekankan dalam pentingnya NAS A KOM itu harus bersatu. Gak berdiri sendiri2. 
Itulah wajah bangsa Indonesia. Ini yang saya percaya sampai sekarang masih 
relevan dalam bangsa Indonesia.

Ketakutan/keprihatinan bung atas islamisasi itu wajar2 saja. tetapi itu bukan 
kekhawatiran/keprihatinan non muslim saja. Said Aqil sudah bilang NU dan 
Muhammadiyah itu adalah ulama (plural) dan tidak perlu dibela. Dia mau bilang 
orang2 yang teriak2 bela ulama itu “ngladrah” dan akan dilawan. Jadi Islamnya 
tidak perlu ditakuti tetapi orang2 yang “ngladrah” menggunakan Islam yg perlu 
dilawan.

Salam,

Nesare

From: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>  
[mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Friday, June 9, 2017 7:36 PM
To: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> ; 
nesa...@yahoo.com <mailto:nesa...@yahoo.com> 
Subject: Re: [GELORA45] FW: Saatnya Rehabilitasi Bung Karno!

  

Lho, ... bukankah istilah atau sebutan KOMUNIS itu yang diajukan bung Karno di 
tahun 1959, dengan seruan persatuan NASAKOM! Bahwa yang memperjuangkan ideologi 
Keadilan sosial itu bukan hanya komunis, tentu juga BETUUUL! Bisa Marhaenisme, 
Soekarnoisme, Sun Yat Sen, ataupun Sosialisme, ..Dan juga tidak dapat disangkal 
semua pandangan ideologi itu ada kelebihan dan kekurangan, ada kebenaran 
sekaligus ada kesalahannya juga. TIDAK PERLU saling gempur apalagi saling bunuh 
membunuh, ... Semua boleh-boleh saja memperjuangkan dan berusaha mewujudkan 
menjadi kenyataan dimana mereka berada, dijalankan saja kompetisi secara damai 
pandangan mana yang akan berhasil lebih baik, lebih cepat dan lebih ADIL bagi 
rakyat banyak! 

Kalau memang semua pandangan itu mengatas namakan RAKYAT, kenapa pula harus 
saling hujat menghujat, saling gontok-gontokan bahkan saling bunuh? Belum 
apa-apa sudah harus mengorbankan sekelompok RAKYAT yang dituduh komunis itu?! 
Dan semua dijalankan TANPA proses pengadilan yang sah dan adil untuk 
membuktikan TUDUHAN “PKI dalang G30S”, dan, ... kalau saja Suharto menganggap 
PKI ketika itu telah melakukan kekejaman kemanusiaan dengan membunuh 7 jenderal 
tanpa proses hukum, sebagaimana didengungkan diangsa-raya Nusantara ini, kenapa 
pula mereka sendiri membalas juga dengan kekejaman kemanusiaan yang bahkan 
lebih dahsyat lagi!!! Tanpa segan-segan membantai, memenjarakan, mengasingkan 
jutaan RAKYAT nya sendiri hanya karena dituduh PKI, simpatisan dan pendukung 
Soekarno, padahal jelas PKI ketika itu adalah PARTAI yang sah dan legal bahkan 
dipertahankan matimatian oleh Presiden Soekarno!

Dan yang lebih aneh lagi, PKI yang sudah masuk kubur lebih 1/2 abad masih saja 
dijadikan momok bahaya laten, begitu ditakuti nya setiap gerak bahkan hanya 
logo Palu-Arit dan baju anak-anak berhuruf PKI saja bisa dianggap momok PKI 
yang sedang gentayangan! PKI sudah bangkit kembali, ... sampaik-sampai Presiden 
Jokowi pun ikut-ikutan hendak gebuk PKI yang dibilang muncul kembali itu. 
Padahal Islam radikalisme yang sudah bergerak nyata dengan teror dimana-mana 
dan makin agresif itulah yang merupakan bahaya nyata perpecahan NKRI!

Salam,

ChanCT

From: nesa...@yahoo.com <mailto:nesa...@yahoo.com>  [GELORA45] 

Sent: Friday, June 9, 2017 10:26 PM

To: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>  

Subject: RE: [GELORA45] FW: Saatnya Rehabilitasi Bung Karno!

  

Kenapa harus komunismenya yang ditonjolkan?

Sedangkan komunisme itu sudah almarhum.

Kenapa tidak dipikirkan alternative lain. Ideologi sosialisme itu bukan hanya 
komunisme saja.

Ideologi NKRI itu adalah: Pancasila.

Sila keempat/kerakyatan itu adalah demokrasi.

Demokrasi Indonesia itu adalah demokrasi Pancasila.

Bentuk sosialisme yang pernah didengungkan oleh Bung Karno adalah: Marhaenisme 
dalam prakteknya, dan ekonomi yang dijalankan disebut ekonomi kerakyatan. 
Kenapa bukan marhaenismenya bung Karno yang ditonjolkan? Atau bentuk2 
sosialisme lainnya yang dapat menjadi alternative?

Walaupun bung Karno tidak anti PKI tetapi bung Karno bukan komunis.

Begitu juga Pram yang dekat dengan PKI tetapi selalu bilang dimana2 dia bukan 
komunis.

Jadi sekali lagi ideologi NKRI itu Pancasila bukan komunisme. Jadi gak usah 
digede2in.

Begitu juga di USA dan negara2 lainnya, ideologinya macem2: liberalisme, 
sosialisme, libertalisme, conservatisme dll. Komunisme itu hanya ada di 
beberapa negara saja: RRT, Kuba, Korea utara yang juga sedang degradasi.

Yang saya tangkap dari “gebuk PKI”nya Jokowi itu adalah dia prihatin dengan 
keadaan bangsa dan negaranya. 

Seperti bung Karno dan pak Pram, Jokowi bukan komunis dan juga bukan anti 
komunis.

“Gebuk PKI”nya itu adalah strategi utk meredam sikon Indonesia sekarang ini 
dimana disintegrasi sedang semarak.

Coba bayangkan apa yang akan terjadi kalau Jokowi bilang: “hidup PKI”?

Walaupun Jokowi bukan komunis dan tidak anti PKI, apakah dia tidak akan 
diganyang oleh kelompok Islam dan militer?

Jadi jangan terpaku sama “gebuk PKI” nya yang hanyalah slogan saja.

Slogan ini ‘kan mirip dengan “go to hell with your aid” nya bung Karno kan?

Tapi kan bukan berarti bung Karno anti investasi asing. Makna retorika itu 
adalah: “kami bisa mengatur ekonomi kami sendiri. kalau kami perlu hutang, kami 
bisa cari sendiri. Tetapi kami tidak mau dicekoki/dikasih hutang yang tidak 
kami perlukan”.

Maknanya “gebuk PKI”nya Jokowi ya kira2: wong PKI sudah gak ada, apanya yang 
mau digebuk?!

Nesare

From: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com>  
[mailto:GELORA45@yahoogroups.com] 
Sent: Friday, June 9, 2017 8:35 AM
To: GELORA45@yahoogroups.com <mailto:GELORA45@yahoogroups.com> ; 
arif.hars...@t-online.de <mailto:arif.hars...@t-online.de> 
Subject: Re: [GELORA45] FW: Saatnya Rehabilitasi Bung Karno!

  

Bagaimana bisa dikatakan “Saatnya Rehabilitasi Bung Karno”??? Kalau pemerintah 
yang berkuasa, khususnya Presiden Jokowi masih saja begitu anti-KOMUNIS, 
sampai-sampai berulangkali dengan tegas dan keras hendak “GEBUK” PKI begitu 
muncul kembali?!

Bukankah bung Karno digulingkan Suharto karena ketegasan dan kekerasan bung 
Karno tidak hendak bubarkan PKI! Karena bung Karno TIDAK bisa menerima tuduhan 
G30S didalangi PKI! Dan Bung Karno dalam kondisi terjepitpun tetap menunjukkan 
ketegasan dan konsekwen pertahankan ajaran yang dicetuskan sejak tahun 26, 
Persatuan NASAKOM! Kenyataan adanya 3 kekuatan NAS-A-KOM dalam masyarakat 
Indonesia ini yang harus dipersatukan dalam perjuangan kemerdekaan dan 
pembangunan nasional Indonesia, .. peran PKI dalam gerakan KEMERDEKAAN RI, jasa 
pejuang-pejuang komunis dalam perjuangan kemerdekaan TIDAK BISA dihilangkan 
dihapus begitu saja oleh Suharto!

Jutaan rakyat tidak berdosa yang dibantai, dipenjarakan, dibuang kepulau Buru, 
... telah menjadi korban kekejamanan jenderal Suharto naik kesinggasana 
kekuasaan RI-1!

Salam,

ChanCT

From: 'arif.hars...@t-online.de' arif.hars...@t-online.de 
<mailto:arif.hars...@t-online.de>  [GELORA45] 

Sent: Friday, June 9, 2017 12:55 PM

  

http://www.bergelora.com/opini-wawancara/artikel/2069-saatnya-rehabilitasi-bung-karno.html
 


Saatnya Rehabilitasi Bung Karno!


Oleh : Nursjahbani Katjasungkana, SH *)

Ditengah Penjajahan Kolonialisme Belanda pada 6 Juni 1900, seorang perempuan, 
Ida Ayu Nyoman Rai, yang sehari-hari dipanggil Nyoman, melahirkan seorang putra 
bernama Soekarno. Pada 1 Juni 1945, dihadapan Badan Penyelidik Usaha Persiapan 
kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) Soekarno, pertama kali berpidato tentang 
Pancasila yang selanjutnya menjadi dasar Ideologi Negara Republik Indonesia 
Sehingga Setiap 1 Juni dikenal sebagai Hari Kelahiran Pancasila. Ia menjadi 
menjadi Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia yang berdiri pada 
17 Agustus 1945. Pada 22 Juni 1966 Soekarno dipaksa meletakkan jabatan lewat 
penolakan oleh MPRS atas Pidato Pertanggung Jawaban Presiden Soekarno,--setelah 
sebuah kudeta militer yang didukung Amerika Serikat pada 30 September 1965.  
Presiden Soekarno meninggal dunia di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) 
Gatot Subroto, Jakarta pada 21 Juni 1970. Sebagai penghormatan terhadap Bulan 
Bung Karno, selama sebulan Bergelora.com akan menurunkan berbagai tulisan 
tentang Bung Karno.

Oleh : Nursjahbani Katjasungkana, SH

Tanggal 6 Juni tahun ini, kita merayakan   kelahiran Bung Karno yang ke 114 dan 
21 Juni nanti tepat 46 tahun wafatnya. Bung Karno adalah salah satu pendiri 
Republik Indonesia, penggagas dasar negara Pancasila dan pernah dijuluki 
sebagai Pemimpin Besar Revolusi serta salah satu penggagas  Konperensi Asia 
Afrika di Bandung tahun 1955, sebuah konfrensi yang diselenggarakan untuk 
melawan kekuatan baru kapitalisme global yang dikuasai blok Barat.

Setelah absen selama 32 tahun dibawah pemerintahan Jendral Soeharto, sejak 
reformasi, kelahiran Pancasila kembali dirayakan secara resmi dalam upacara 
kenegaraan. Pada peringatan lahirnya Pancasila 1 Juni yang lalu, puja-puji 
kepada sang Penggagas dikemukan pula oleh Presiden Jokowi yang mengakui bahwa 
Bung Karno merupakan  inspiratornya yang utama.

Pada tingkat dunia, namanya sangat harum baik karena pidato-pidatonya yang 
membangkitkan semangat perjuangan melawan kolonialisme dan kapitalisme mapun 
sebagai salah satu penggagas gerakan non-blok. Negerinya yang ketika itu baru 
berumur 10 tahun berhasil menggerakkan negara-negara Asia Afrika dan menegaskan 
posisi politiknya ditengah Perang Dingin yang sedang berlangsung antara blok 
Barat dibawah Amerika Serikat dengan sekutunya dan blok Timur dibawah Rusia dan 
kawan-kawannya. Kedua blok itu saling berebut pengaruh dan di beberapa negara 
menimbulkan perang. Sebuah konferensi akbar diselenggarakan di Bandung pada 
bulan April 1955 dan dikenal dengan Konferensi Asia-Afria (KAA) Bandung.

Setelah sukses menjadi tuan rumah peringatan 50 tahun KAA pada tahun 2005 yang 
lalu, Indonesia berhasil menghidupkan kembali  semangat KAA Bandung. Sebuah 
deklarasi bernama Kemitraan Strategis  Asia Afrika Baru (the New Asia-Africa 
Strategic Partnership/NAASP) diluncurkan. Bulan April tahun ini bersama dengan 
Afrika Selatan,    menjadi tuan rumah merayakan 60 tahun Konferensi Asia 
Afrika,  sekaligus memperingati 10 tahun  NAASP. Kebangkitan spirit KAA Bandung 
itu kembali diperkuat ketika saat ini gelombang baru ketegangan internasional 
mengancam  perdamaian dunia. Situasi politik global saat ini tidak kalah 
tegangnya dengan situasi politik global ketika KAA 1955 dilangsungkan .

Deklarasi NAASP menekankan multilateralisme, pertumbuhan ekonomi yang 
berkelanjutan dan promosi perdamaian dan keamanan global. Salah satu poin utama 
yang ditekankan dalam  Deklarasi NAASP tersebut didasarkan pada Deklarasi KAA 
Bandung 1955. Deklarasi ini menekankan penghormatan terhadap hak asasi manusia 
dan untuk tujuan menegakkannya sesuai dengan  prinsip-prinsip yang tercantum 
dalam piagam PBB.

Sementara KAA 1955 yang digagas oleh Bung Karno, Nehru, Tito dan Nkrumah 
dipandang sebagai langkah besar perjuangan bangsa-bangsa Asia Afrika dan 
khususnya negara Indonesia yang masih sangat muda. Sampai saat ini spirit KAA 
Bandung  tetap menginspirasi bangsa-bangsa dari dunia ketiga ini untuk melawan 
segala bentuk penindasan karena kolonialisme, kapitalisme dan globalisasi. 
Tentu, semua itu tak lepas dari peranan Soekarno sebagai penggas KAA Bandung 
Karenanya,  adalah penting bagi pemimin-pemimpin negara Asia Afrika utamanya 
bagi bangsa Indonesia sendiri untuk merefleksikan dan merenungkan  nasib Bung 
Karno, yang gagasan dan visinya tentang Pancasila yang menjadi dasar negara 
kita serta semangat anti kolonialisme dan kapitalisme menjadi spirit 
bangsa-bangsa Asia-Afrika. 

Mencopot Bung Karno

Tragis, bahwa Bung Karno telah menjadi korban perang dingin yang terjadi pada 
waktu itu. Karena melakukan perlawanan yang sangat keras, akibatnya Bung Karno  
menjadi lawan utama bagi kekuatan kapitalisme dan akhirnya  tersingkir secara 
brutal sebagai presiden RI oleh agen mereka  yang dipimpin oleh Jendral 
Soeharto meski secara piawai diberhentikan lewat proses politik melalui Sidang 
istimewa MPRS tahun 1967. Sebelumnya yakni pada 11 Maret 1966 Bung Karno  
dipaksa untuk menandatangani sebuah dokumen yang disebut Supersemar, yang 
menugaskan  Soeharto untuk "mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu untuk 
menjamin keamanan, ketenangan dan stabilitas pemerintah dan revolusi dan untuk 
menjamin keamanan dan otoritas pribadi  Sukarno sebagai Presiden".

Alih-alih mengamankan Bung Karno, Soeharto menyusun segala kekuatan untuk 
mengkonsolidasikan kekuasaannya dan jabatan Bung Karno sebagai Presiden  secara 
dramatis  dicopot dalam sidang istimewa  MPRS pada tanggal 12 Maret 1967.  Bung 
Karno kemudian dikenakan status sebagai tahanan rumah di istana Bogor. 
Kesehatannya terus  memburuk karena ia menolak  perawatan medis  dan akhirnya 
wafat  karena gagal ginjal di Rumah Sakit Angkatan Darat Jakarta pada tanggal 
21 Juni 1970 pada usia 69 tahun.

Bersenjatakan Supersemar, Soeharto menetapkan kebijakan untuk melakukan 
pembubaran dan pembantaian terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) dan para 
pendukungnya. Mereka yang dianggap berfaham komunis  baik dikalangan masyarakat 
luas, pejabat sipil dan militer dan kelompok-kelompok yang dianggap akan 
mengganggu kekuasaannya dibersihkan.

Istilah Gerakan 30 September (G-30S) berubah menjadi G-30S/PKI karena PKI 
dianggap dibalik G-30S tersebut. Pemerintahan Orde Baru yang dipimpin Soeharto  
itu sejak awal telah  menegaskan keberpihakannya pada blok Barat. Indonesia 
dengan kekayaan alamnya yang melimpah segera saja menjadi rayahan para agen 
kapitalis seraya memperkuat Soeharto dengan berbagai alat kekuasaan dan 
mendiamkan semua pelanggaran hak asasi manusuia yang terjadi. Korupsi 
merajalela sementara utang negara kepada badan-badan keuangan dunia melangit  
sehingga kehidupan rakyat sangat tertindas dan hanya segelintir orang atau 
kelompok yang dekat dengan kekuasaan  yang menikmati “kue pembangunan”.

Banyak aspek dari kudeta di atas yang harus kita pelajari kembali. Namun yang 
jelas, setelah terjadinya G-30S pada dinihari 1 Oktober 1965 itu, Soeharto 
berhasil menumpas G-30S.  Sesudahnya, propaganda penghinaan seksual terhadap 
Gerwani yang dituduh memutilasi para jendral yang terbunuh dalam aksi G-30S 
tersebut. Faham komunisme yang dianggap atheis, telah menggerakkan sekelompok 
masyarakat khususnya kelompok organisasi keagamaan untuk melakukan pembunuhan 
massal, exterminasi, penyiksaan dan penghilangan paksa serta 
perbuatan-perbuatan kejam lainnya, kekerasan seksual, pemenjaraan, perbudakan  
dan penahanan sewenang-wenang. Diduga, 500 ribu sampai sejuta orang mati 
dibunuh dan jutaan lainnya menjadi korban kejahatan-kejahatan tersebut.

Kejahatan-kejahatan tersebut dilakukan   secara sistimatis dan meluas hampir 
diseluruh wilayah NKRI. Sesungguhnya, karena alasan paling menonjol dari semua 
kejahatan itu dilakukan atas dasar identitas politik yakni komunis atau partai 
politik yang merupakan sekelompok orang yang bertujuan politik sama. Banyak 
ahli hukum Internasional memasukkan peristiwa pembantaian 1965 tersebut sebagai 
genosida. Tujuan pemusnahan atas dasar pandangan politik ini bahkan berlangsung 
sampai sekarang dengan adanya stigma dan kekerasan terhadap para korban dan 
penyintas.

Sampai saat ini sistim impunitas tetap berlangsung, para pelaku utama 
sebagiannya telah tiada dan pemerintah tak mengeluarkan sepatah kata maaf 
apalagi memberikan keadilan dan rehabilitasi serta reparasi bagi korban

Seperti halnya  para korban dan penyintas ini, Bung Karno juga  tak pernah 
mendapatkan rehabilitasi. Padahal tanpa bukti yang kuat, Bung Karno  dituduh  
telah memberikan 'toleransi' kepada  "gerakan G-30S ". Sementara itu karena PKI 
yang dianggap dalang G-30S dan menyebabkan terbunuhnya 6 orang jendral dan satu 
perwira Angkatan Darat, partai ini bersama seluruh simpatisan dan pengikutnya 
benar-benar “dihapuskan”  dari bumi Nusantara. Pemimpin dan para pengikut PKI 
benar  dimusnahkan atau dipenjarakan atau dimasukkan kamp tahanan tanpa pernah 
diadili,  meski mungkin hanya satu atau pemimpin tertingginya yang terlibat 
dalam G-30S itu.

Kabarnya Bung Karno melakukan protes keras atas pemusnahan ini, tapi tak 
digubris oleh Soeharto. Penolakan negara sampai sekarang masih terjadi dan 
karenanya akuntabilitas dan sistim impunitas masih saja berlangsung. Menanggapi 
peluncuran laporan Komnas HAM (2012) tentang kejahatan kemanusiaan 1965/1966 
ini, Djoko Suyanto, Menteri Polhukham pada waktu itu bahkan menyatakan bahwa 
pembantaian itu perlu dilakukan untuk menyelamatkan bangsa.

Rehabilitasi Korban

Sekarang setelah diluncurkan kembali  Deklarasi NAASP yang  menegaskan kembali  
pentingnya prinsip-prinsip hak asasi manusia yang sudah ditegaskan dalam KAA 
Bandung, sudah saatnya arsitek berdirinya negara Indonesia berdasarkan 
Pancasila serta  arsitek Deklarasi Bandung itu  direhabilitasi. Status tahanan 
rumah yang disandangnya sampai Bung Karno wafat, adalah pelanggaran HAM yang 
harus dipertanggungjawabkan oleh Negara. Pandangan politik  bahwa Bung Karno 
terlibat dalam G-30S juga harus diselidiki dengan benar karena bangsa Indonesia 
berharap mengetahui sejarah pengambilalihan kekuasaan yang terjadi pada waktu 
itu.

Pemerintahan Jokowi, yang baru-baru ini berniat untuk menyelesaikan masalah HAM 
masa lalu dapat membentuk  sebuah komite untuk menyelidiki kondisi 
pengambilihan kekuasaan itu oleh Soeharto berikut pembantaian dan bentuk-bentuk 
kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi sesudahnya. Rehabilitasi terhadap 
Bung Karno dan juga para korban  kejahatan politik 1965, sebenarnya dapat 
diakukan oleh Jokowi dengan mengeluarkan Peraturan Presiden berdasarkan pasal 
14 UUD 1945 yang berbunyi : “Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi dengan 
pertimbangan Mahkamah Agung”. Pada tahun 2003, sebetulnya Mahkamah Agung (MA) 
sudah mengirimkan pertimbangannya  kepada Presiden agar “mengambl 
langkah-langkah konkrit ke arah penyelesaian yang sangat diharapkan oleh 
korban-korban Orde Baru”. Dalam surat pertimbangannya itu MA juga menyatakan 
bahwa pertimbangan ini dilandasi oleh keinginan MA untuk memberikan 
penyelesaian dan kepastian hukum yang dapat memulihkan status dan harkat mereka 
sebagai warga negara yang sama serta didorong oleh semangat rekonsiliasi bangsa.

*) Penulis adalah, Koordinator International People's Tribunal (IPT) 1965.

                                           ***



Gesendet mit Telekom Mail <https://t-online.de/email-kostenlos>  - kostenlos 
und sicher für alle! 



  • [GELORA45] ... 'arif.hars...@t-online.de' arif.hars...@t-online.de [GELORA45]
    • Trs: [... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
    • Re: [G... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
      • RE... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
        • ... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
          • ... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
    • [GELOR... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
      • Re... 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]
        • ... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
        • ... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
    • RE: [G... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
      • RE... nesa...@yahoo.com [GELORA45]
    • RE: [G... Jonathan Goeij jonathango...@yahoo.com [GELORA45]
      • Tr... Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
      • RE... nesa...@yahoo.com [GELORA45]

Kirim email ke