Papua dan Kesenjangan Dialogis oleh: Yorrys Raweyai *)
" ... UU Otonomi Khusus telah mengamanatkan peran institusional yang bertindak sebagai perwakilan suara rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat Papua adalah lembaga legislatif yang berperan menjembatani dialog. Sementara Majelis Rakyat Papua sebagai lembaga representasi kultural produk Otonomi Khusus memberi input pertimbangan isi dialog yang hendak disepakati. Maksimalisasi peran kedua lembaga tersebut akan menghasilkan kebijakan yang bersumber dari kepentingan rakyat (bottom-up), bukan tafsiran sepihak. Dalam suasana dialogis, semua pihak berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Tidak ada pihak yang lebih dominan atas yang lainnya, sebab suasana dialog mengandaikan kesetaraan dan kesamaan kesempatan untuk mengemukakan pendapat. Hasil dari serangkaian dialog tersebut adalah hasil kesepakatan bersama. Sehingga simpang-siur opini tentang kondisi objektif Papua tidak dimanfaatkan pihak-pihak tertentu untuk semakin memperkeruh suasana. Sudah saatnya juga segala persoalan dan riak-riak parsial terkait dengan isu Papua dikanalisasi secara institusional yang merepresentasikan kepentingan Papua di satu sisi dan pemerintah di sisi lain. Pemerintah perlu melembagakan suara-suara dan opini liar tentang Papua dan mendudukkannya secara proporsional. Baik masyarakat Papua maupun pemerintah tentu tidak ingin isu-isu laten dan kejadian yang berulang tidak terselesaikan dengan baik. Karena itu, institusi-institusi perwakilan sudah seharusnya memiliki porsi yang besar untuk didengar, bukan sekedar dijadikan bahan pertimbangan untuk kemudian pemerintah melakukan tindakan sepihak. Berharap pada bangunan dialogis, berarti memberi secercah sinar terang bagi kehidupan rakyat Papua. Stigma separatisme akan terkikis saat dialog menjadi metode penyelesaian persoalan. Pada akhirnya, tidak ada persoalan yang tak bisa diurai dan diselesaikan dengan baik, selama niat dan kehendak tulus masih bersarang dalam logika akal sehat. Dua dasawarsa operasi kebijakan Otonomi Khusus tidaklah sebanding dengan puluhan tahun masa kelam penderitaan rakyat Papua. Sementara itu, 25 tahun masa pemberlakuan Otonom Khusus seharusnya memantik tidur lelap panjang kita untuk terbangun dan menyadari betapa rentang batas masa itu semakin dekat. Karena itu, tanpa suasana kultural-dialogis, pendekatan komprehensif, maka retorika tidak cukup mampu mengurai substansial persoalan hingga terselesaikan dengan baik. .... " *) Yorrys Raweyai anggota DPD Terpilih 2019-2024 Dapil Papua Selengkapnya: https://news.detik.com/kolom/d-4688060/papua-dan-kesenjangan-dialogis A.H ------------------------------------------------------------------------ Gesendet mit der Telekom Mail App <https://kommunikationsdienste.t-online.de/redirects/email_app_android_sendmail_footer>