knapa nda tanya pa dikti/diknas/ato lembaga yang berkompeten dengan yang 
begitu2an, knapa harus S2? (bahkan dibeberapa kampus besar di indonesia 
syaratnya untuk jadi dosen pengajar S1 harus lulusan S3)...
betul itu kan banyak beasiswa dalam ato diluar, kalo memang pintar pasti mudah 
kan dapat beasiswa?
kalo kualitas dosen kalah dengan anak2 SMA, hmmmm...sulit membayangkan...lucu, 
orang yang seharusnya hebat kalah dengan anak kecil...yayaya...:D




________________________________
From: Batara Indra Krisna <bataraindrakri...@yahoo.com>
To: gorontalomaju2020@yahoogroups.com
Sent: Wed, April 21, 2010 3:41:04 PM
Subject: Re: [GM2020] Syarat menjadi dosen

  
Benar sekali bung iqbal,  saya pernah menemukan di Gtlo dosen-dosen dan 
mahasiswanya kalah pintar dengan anak-anak SMA.  Bahkan saya pernah menemukan 
soal2 ujian untuk mahasiswa di Universitas tertua dan ternama di Gtlo lebih 
sulit soal2 ujian anak SMA bahkan dizaman saya masih SMA ketika ikut UMPTN. 
Padahal dosen2nya sdh S2.  Mungkin ini disebabkan karena rekrutmen dosen yang 
hanya mensyaratkan harus berpendidikan S2 tanpa melihat bibit maupun bobot 
sesungguhnya.  Saya sependapat dgn bung Putra, syarat S2 itu dihapuskan saja 
karena tdk menjadi jaminan utk menciptakan dosen2 yg berkualitas unggul dan 
pendidikan tinggi yg unggul. 
  
Regards

--- On Wed, 4/21/10, Iqbal <kaizen...@yahoo. com> wrote:


>From: Iqbal <kaizen...@yahoo. com>
>Subject: Re: [GM2020] Syarat menjadi dosen
>To: "gorontalomaju2020@ yahoogroups. com" <gorontalomaju2020@ yahoogroups. com>
>Date: Wednesday, April 21, 2010, 7:59 AM
>
>
>  
>Saya malah melihat banyak lulusan SMA yang jauh lebih pintar dari lulusan S1, 
>bagaimana kalau mereka ini dijadikan dosen? Hehehe...
>
>
>Iqbal
>
>Sent from my iPhone
>
>On Apr 21, 2010, at 4:29 PM, Putra Gorontalo <gorontalo.putra@ yahoo.com> 
>wrote:
>
>
>  
>>Berikut adalah suara yg saya sampaikan keparlemen mengenai perekrutan dosen, 
>>semoga kita semua sependapat dan sehati.
>>
>>
>>
>>"Tolong perjuangkan agar Dikti ataupun diknas merevisi sistem perekrutan utk 
>>dosen perguruan tinggi negeri yang mensyaratkan seorang yang menjadi dosen 
>>harus orang yang telah menempuh pendidikan pascasarjana yang berijazah S2. 
>>Negara kita khususnya daerah Gorontalo memiliki banyak putra daerah yang 
>>cerdas dan memiliki prestasi akademik yang sangat baik ketika kuliah S1 
>>bahkan bisa lulus dengan nilai Summa Cum Laude dan Cum Laude diuniversitas- 
>>universitas negeri ternama dan terbesar di Indonesia . 
>>
>>Diantara mereka banyak yg ingin menjadi dosen.  Akan tetapi karena syarat 
>>menjadi dosen harus seorang master maka keinginan mereka terhambat karena 
>>aturan ini. 
>>
>>Sedangkan utk sekolah S2 lagi biayanya sangat mahal dan tidak mungkin 
>>dijangkau oleh mereka sebab mereka berasal dari keluarga miskin yg berotak 
>>encer.  Akibatnya daerah Gorontalo kehilangan kesempatan yg baik utk 
>>mengambil bibit2 dosen yg berkualitas unggul. Zaman dulu aturan ini tdk ada 
>>sehingga memberikan kesempatan bagi semua lapisan masyarakat baik kaya maupun 
>>miskin utk menjadi dosen.  Jika aturan ini terus dipertahankan maka suatu 
>>waktu nanti Indonesia khususnya Gorontalo akan kehilangan generasi2 dosen 
>>yang berkualitas unggul sehingga bangsa ini akan semakin rusak.  Kualitas 
>>pendidikan tinggi bukan ditentukan oleh perekrutan dosen yg harus S2 tetapi 
>>ditentukan oleh kualitas otak dari manusia yang menjadi dosen.  Jika 
>>pemerintah ingin meningkatkan kualitas dosen maka pemerintah bisa menempuh 
>>dengan cara meningkatkan pendidikan para dosen bukan dengan
>> membatasi kesempatan bagi orang2 yg berotak encer untuk menjadi dosen.  
>> Orang-orang yang berotak encer adalah aset yg sangat vital bagi negara utk 
>> meningkatkan kualitas pendidikan tinggi, jangan pernah membatasi mereka 
>> dengan syarat2 yg tdk bisa mereka jangkau secara ekonomi.  Tapi bantulah 
>> mengembangkan mereka agar menjadi lebih baik dan lebih baik lagi sehingga 
>> bangsa ini menjadi cerdas seperti mereka".  
>> 
>>
>> 
>>Salam 
>>PG
>> 
>>
>
>
>  


      

Kirim email ke