Pak nDaru tambah sedikit sekalian menginventarisasi kondisi alam yang dapat 
dimanfaatkan untuk mengelola lingkungan, contoh
riilnya yang mudah saja, yaitu bekas kuari lempung dalam industri keramik/semen kan 
dapat untuk TPA sampah kota/industri,
atau daerah-daerah yang rawan kalau di bangun, contoh klasiknya itu Bandung merupakan 
cekungan kaya mangkuk di bangun
sebagai kota industri ya akibatnya asap kendaraan, pabrik dan sebagainya mulek di 
mangkuk tersebut akibatnya ya polusi
udara, coba saja kalau awal-awal musim hujan keasaman air hujannya kan tinggi. Saya 
kira banyak lagi yang lain.
Salam: Untung Sudarsono

Sukmandaru Prihatmoko wrote:

> Berbicara masalah industri ekstraktif kebumian versus (dan) kerusakan
> lingkungan saya bisa mengamatinya paling tidak dengan dua skala. Pada skala
> mikro (pinjam istilahnya Pak Andang) atau wilayah (dan komunitas) kecil, dua
> hal tsb tidak perlu dipertentangkan. Karena pada dasarnya industri
> ekstraktif itu membawa dampak lingkungan baik lingkungan alam (perubahan
> bentang alam, air tanah dst...dst) maupun lingkungan sosial
> kemasyarakatannya. Tapi kalau kita mau jujur, mana ada sih kegiatan industri
> yang tidak membawa dampak lingkungan (ini agak melenceng sedikit...). Isunya
> memang kemudian bisa dilokalisir menjadi seberapa penting dan
> diperlukannyakah industri tsb untuk suatu daerah (dan kelompok masyarakat),
> dan seberapa jauhkah dampak lingkungan yang (akan) ditimbulkan dapat
> dihambat dan direhabilitasi. Dengan kacamata yang jernih (tanpa dikotori
> aspek politis, ekonomi yang berlebihan dsb) saya yakin keberadaan industri
> ekstraktif di suatu tempat bisa ditimbang-timbang manfaat dan mudharat-nya.
> Masih terasa diawang-awang memang........ tapi saya tahu beberapa perusahaan
> industri ekstraktif (yang tentunya di-drive oleh orang-orang dibelakangnya
> diantaranya geologist) "dengan cara mereka" sedang menuju ke arah
> sana..........
>
> Pada skala lebih besar (baca: nasional atau bahkan internasional) dua isu
> tsb memang menciptakan dua kutub, di satu sisi (pelaku industri ekstraksi)
> berpendapat industri ini dengan teknologi pengelolaan lingkungan musti jalan
> terus "demi kelangsungan hidup manusia", di sisi lain (environmentalist)
> kerusakan lingkungan (walaupun kerusakan lingkungan tidak hanya disebabkan
> oleh industri ekstraktif saja) musti dicegah dan kalau perlu ditiadakan juga
> "demi kelangsungan hidup manusia". Lagi-lagi...... kalau kita agak
> mengawang-awang sedikit, dua kutub tsb pada dasarnya mengusung kepentingan
> yang sama: "demi kelangsungan hidup manusia", dan seharusnya ada cara untuk
> mempertemukan dua kutub tsb. Isunya memang menjadi ruwet ketika aspek
> politik, ekonomi global, kepentingan golongan dst membaur di sini. Belum
> lagi ketika pribadi-pribadi dari dua kutub tsb harus saling berhadapan
> (misalnya secara eksplisit: di seminar, forum diskusi dll, maupun secara
> implisit: penggalangan opini publik dsb) mereka pasti mempertimbangkan
> kepentingan perut masing-masing. Jadilah dua kutub tsb tetap saling
> berseberangan dan terkesan menjauh.
>
> Bagaimana posisi IAGI?
> Sangat kebetulan dan menguntungkan sekali bahwa IAGI (baca: geologi)
> berkecimpung di dua kutub tsb. Jadi saya rasa IAGI tetap harus berpijak di
> dua kutub tsb dan harus berusaha mempersempit jarak dua kutub tsb memakai
> basis ke-geologian-nya. Terlalu muluk barangkali kalau IAGI harus
> mempersatukannya, karena ini menyangkut bukan cuma aspek geologi saja. Bisa
> saja upaya ini didekati memakai konsep-konsep yang sudah ada seperti
> barangkali "ekonomi lingkungan" (mungkin ada kawan yang bisa memberi
> pencerahan ttg ini...... aku belum paham betul). Tapi pada tataran
> praktisnya, yang saya bisa lihat, ide menginventarisir sumberdaya kebumian
> Indonesia (yang berjalan tersendat-sendat.......) tetap harus diteruskan,
> karena sedikit banyak ini akan memberikan gambaran ttg potensi Indonesia. Di
> sisi lain inventarisasi potensi bencana (kerusakan) lingkungan termasuk yang
> disebabkan oleh industri ekstraktif harus diinisiasi (atau sudah ya???).
> Terlalu muluk-kah??? Berbekal dua hal itulah saya pikir IAGI akan mampu
> memberikan masukan kepada kedua kutub yang berseberangan tsb yang pada
> situasi ekstrim mereka saling menyerang dan menjatuhkan. Namun tanpa harus
> menunggu itu, sosialisasi geologi (plus segala aspeknya) harus berjalan
> terus, karena dengan cara inilah para stake holder bisa saling tukar pikiran
> dan pendapat. Jalan masih panjang memang.............................. but
> we have no choices.
>
> Salam - Daru
>
> ----- Original Message -----
> From: "Andang Bachtiar" <[EMAIL PROTECTED]>
> To: <[EMAIL PROTECTED]>
> Sent: Tuesday, September 09, 2003 12:39 PM
> Subject: [iagi-net-l] Renungan IAGI & Lingkungan
>
> IAGI dan Lingkungan
>
> Dimanakah posisi IAGI dalam isu-isu industri ekstraktif kebumian versus
> kerusakan lingkungan? Sampai saat ini, menurut pengetahuan saya, tidak ada
> satu dokumenpun di IAGI yang secara eksplisit mendeklarasikannya. Hal ini
> bukan berarti bahwa IAGI (dan para anggotanya) tidak "concern" dengan
> masalah tersebut.
>
> Untuk rekan-rekan yang bergerak di posisi Public Relation, HupMas, maupun
> Manajer Eksplorasi dari perusahaan-perusahaan migas dan tambang, isu
> tersebut malahan sudah jadi makanan sehari-hari yang harus dikunyah,
> dicerna, dan disikapi. Apa yang saya tangkap dari sikap, tindakan, dan
> pembicaraan kawan-kawan tersebut adalah rasa keterdesakan (kepepet) dalam
> menjustifikasi kegiatan industri ekstraktif kebumian dimata para
> environmentalis, sehingga kadang-kadang nampak naif dan ekstrim. Kesabaran
> dan ketekunan yang menjadi salah satu ciri intelektual, seringkali termakan
> oleh emosi dan rasa frustasi.
>
> Seperti kita tahu, pada umumnya kaum enviromentalis (termasuk juga
> didalamnya ada banyak ahli geologi) mempunyai basis ideologis dan militansi
> yang kuat, dan seringkali juga dukungan dana yang kontinyu (dari berbagai
> LSM dan Lembaga-Lembaga lainnya dalam dan luar negeri). Sementara itu,
> kawan-kawan yang bergerak di industri ekstraktif, walaupun dukungan dananya
> lebih kuat, namun tidak se-militan para environmentalis. Apakah yang
> menyebabkannya??? Apakah karena kawan-kawan environmentalis mempunyai satu
> isu sentral dan mengglobal, sedangkan rekan-rekan dari industri ekstraktif
> seringkali bermain pada tataran mikro, untuk kepentingan project dan
> perusahaannya saja. Atau mungkin karakter industri ekstraktif kebumian yang
> banyak didominasi oleh teknologi padat modal telah mengalineasikan kita dari
> permasalahan "padat karya", yaitu sesuatu yang secara langsung berguna bagi
> kepentingan rakyat banyak.
>
> Saya katakan LANGSUNG, yang artinya benar-benar langsung, yaitu rakyat
> benar-benar sejahtera didaerah yang kaya migas, emas, dan batubara. Tidak
> ada yang harus mengais-ngais sampah buangan makanan dari mess-hall
> perusahaan hanya untuk menyambung hidup; tidak ada yang harus
> mengemis-ngemis minta pekerjaan ke perusahaan; tidak ada yang harus demo
> meminta ganti rugi yang wajar dari tanah yang dibebaskan; dsbnya,
> dsbnya....(sound like LSM jargons: isn't it??). Kalaupun toh contoh-contoh
> yang saya kemukakan diatas terlalu ekstrim (sehingga kenyataannya sering
> jadi kontroversi), pada dasarnya kita harus akui, bahwa kebiasaan kita
> "bekerja" pada pemodal bisnis resiko tinggi ini, seringkali membuat kita
> jadi kurang militan dibanding teman-teman kita kaum environmentalis di
> LSM-LSM. Padahal kita tahu dan sangat menyadari bahwa tanpa mengembangkan
> industri ektraktif kebumian, kita akan kembali ke titik nol, ke jaman
> batu!!(¿?)
>
> Menjadi tantangan kita mengajak kebijakan industri ekstraktif kebumian di
> Indonesia ini in-line terhadap problema Lingkungan, tidak hanya sekedar
> bersifat lip-service saja. IAGI selayaknya mendorong pada basis utamanya :
> tumbuh bersama dalam lingkungan kita. Apakah kita akan menunggu munculnya
> Moratorium Penambangan Minyak, untuk kemudian kelabakan. Kita tidak berharap
> munculnya banyak moratorium untuk industri ekstraktif kebumian, namun pada
> sisi lain kita juga perlu mencari terobosan yang adil untuk dapat mewadahi
> semua kepentingan.
>
> Wacana bahwa industri ekstraktif kebumian memerlukan pendekatan dengan
> ekonomi lingkungan yang mempertimbangkan social cost, dll-nya sudah
> selayaknya menjadi parameter dalam industi ini, "militansi" kawan-kawan dari
> industri ekstraktif lah yang akan mampu mendorong tidak terjadinya
> moratorium-moratorium ini.
>
> Hanya saja, saya merasa cara kita menerangkan, bernegosiasi, berasimilasi,
> dan sosialisasi,.... pada saat ini kurang pas dan tidak efektif. Apalagi
> ditengah suasana otonomi daerah yang gegap gempita penuh euphoria. Mungkin
> kita perlu meniru jejak rekan Ikhsyat (Sby), Eko Teguh Paripurno
> (Yogjakarta), Ester (KLH), Hanang Samodra (Bandung) dan rekan-rekan
> enviromentalis lainnya yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu-persatu,
> untuk lebih mendekat ke lingkungan, ke alam, ke teman-teman enviromentalis.
>
> Dalam semangat komunitas seperti yang ditunjukkan rekan-rekan itulah, IAGI
> berkutat (dalam sepi) mendorong pelaksanaan program-program sosialisasi
> geologi untuk LSM, Pecinta Alam, Guru-guru SMA, Wartawan, dan berbagai
> kalangan Pemerintahan Daerah.
>
> Lalu,..... bagaimanakah posisi anda, para ahli geologi Indonesia, menanggapi
> semua isu tersebut diatas???
>
> (renungan dari hasil sosialisasi geologi di Palu, di Gn. Bromo, di Bogor, di
> Balikpapan, di Surabaya, di Mataram, di Sumbawa, di Citeureup, di Lebak, di
> Banyuwangi, di Lampung, di Kebon Nanas, dimana-mana, di dalam hati.)
>
> Jakarta, 8 September 2003.
>
> Andang Bachtiar
> Ketua Umum IAGI
>
> ---------------------------------------------------------------------
>
> To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
>
> Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
>
> IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
>
> IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
>
> Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
>
> Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
>
> Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
>
> Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
>
> Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
> Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
>
> Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
>
> ---------------------------------------------------------------------


---------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, e-mail: [EMAIL PROTECTED]
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi

Komisi Sedimentologi (FOSI) : F. Hasan Sidi([EMAIL PROTECTED])-http://fosi.iagi.or.id
Komisi SDM/Pendidikan : Edy Sunardi([EMAIL PROTECTED])
Komisi Karst : Hanang Samodra([EMAIL PROTECTED])
Komisi Sertifikasi : M. Suryowibowo([EMAIL PROTECTED])
Komisi OTODA : Ridwan Djamaluddin([EMAIL PROTECTED] atau [EMAIL PROTECTED]), Arif 
Zardi Dahlius([EMAIL PROTECTED])
Komisi Database Geologi : Aria A. Mulhadiono([EMAIL PROTECTED])
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke