Urun rembug, Bukannya pesimis, tapi untuk zero (0) terhadap dampak lingkungan oleh industri ekstratif kebumian adalah impossible. Kecuali semua industi ekstraktif kebumian secara serempak dihentikan di seluruh dunia, dan menurut saya ini juga impossible. Kasarnya kemajuan teknologi dan kehidupan tidak bisa di "reset" kaya komputer jika terjadi "error"
Kita tidak bisa mengatakan tidak ada kemudahan transportasi kecuali jalan kaki setelah penemuan sepeda, kita tidak bisa mengatakan tidak ada yang lebih cepat dari sepeda setelah manusia menemukan motor, kita tidak bisa mengatakan motor paling nyaman setelah manusia menemukan mobil, dst, dst. Misalkan kita menghapus mobil untuk menghilangkan polusi udara, dengan langkah menghentikan industri eksploitasi bahan bakar, maka kita akan beralih ke sepeda sehingga perusahaan tambang besi, baja, nickel harus hidup. Jika kita melarang penggunaan sepeda sehingga dampak industri tambang bisa kita hentikan, maka kita akan terpaksa jalan kaki. Dan sanggupkah kita jalan kaki saat ini? Rekan-rekan bisa bayangkan jika tempat tinggal di Bekasi dan tiap hari harus jalan kaki menuju Sudirman atau Gatot Subroto, butuh berapa jam untuk perjalanan? tahankah dengan debu, panas, dan keringat serta capek? Hilang berapa jam dalam sehari hanya untuk jalan PP? Belum lagi jika rekan-rekan kampungnya di Jawa Timur, cuti dapat 12 hari setahun, untuk jalan pulang Bekasi- jawa Timur pp butuh berapa lama? Intinya saya ingin mengatakan, marilah bersikap realistis, bahwa setelah semua kemajuan ini yang mau tidak mau melibatkan industri ekstraktif kebumian, kita pada dasarnya tidak mungkin kembali ke zero (0) lagi. Kata orang bijak tentang hukum kesuksesan adalah SUKSES ADA HARGANYA, JIKA MAU SUKSES, KITA HARUS BERANI MEMBAYAR HARGANYA, hanya orang gila yang maunya sukses namun tidak mau membayar harga kesuksesan yang diinginkan. a. JIka demi kelangsungan hidup manusia, menutup semua industri kebumian adalah jalannya. b. Dilain pihak, demi kelangsungan hidup budaya manusia, meneruskan industri ektraktif kebumian adalah jalannya. Jika a yang kita pilih, maka kita siap jalan kaki kalo cuti dari Jakarta ke jawa timur (jangan tanggung tanggung) Namun jika pilih b, polusi dan kerusakan tak terhindarkan. Maka jika saya yang suruh milih, Saya akan memilih B dengan catatan kita menyadari bahwa akan ada harga kerusakan lingkungan yang musti kita bayar. Jadi masalahnya tinggal bayar membayar tingkat kerusakan lingkungan, yang harus kita lakukan adalah bagaimana kita bisa mewujudkan seringan-ringannya, sekecil kecilnya kerusakan lingkungan. Ibarat komputer, kita tidak mampu "reset" lagi, yang bisa kuta lakukan adalah mengatasi dan memperkecil error nya Dan langkah Pak ketum untuk deket dan bersahabat dengan kaum environmentalis adalah salah satu caranya. Salam, didik