> Cak Noor,
> Statement anda musti di ralat, geoscientist yang bagus enggak semuanya
> pergi ke middle east dan Malaysia, banyak yang lebih bagus masih tetap
> bertahan di Indonesia. Konon buat mereka duit bukan no 1...
> Witan

Duit ini emang sebuah motivator yg paling "effective". Tapi kalau salah 
langkah malah bisa menjadi "very low eficiency". Emang betul masih banyak 
yg ogah utk ke ME atau My. Dan betul US$ bukan yg dikejar. Bahkan kalau 
dihitung detilnya, maka yg di ME itu sakjane banyak yang "rugi". 
Membandingkan kerja kontrak 1-2th tidak begitu saja dibandingkan dengan 
kerja sebagai 'permanen employee'. Apalagi kalau pasangannya (Istri/Suami) 
yg sudah bekerja di Indon terpaksa ikutan cabut gara-gara ngejar $, alasan 
ini sering sekali terlihat kenapa banyak yg bagus ngga mau cabut ke ME 
atau My, selain katanya alasan "nasionalis" (aku sendiri masih merasa 
nasionalis walopun di My loo :).

Permintaan pemberikerja saat ini banyak yg memberikan prasayarat 
"knowledgeable" cukup tinggi (S2/Msc). Tentunya ini musti disadari oleh 
para geoscientis muda utk mengejar prasyarat ini. Memang betul bahwa skill 
(ketrampilan) dapat menjadi bekal bahkan tiket utk mendapat pekerjaan. 
Namun tentunya pekerjaan yg membutuhkan skill (tukang) dengan kualifikasi 
tinggi akan berjalan beriringan dengan pekerjaan yg membutuhkan knowledge 
yg tinggi pula.

Juga soal seorang master (S2) yg berpengalaman 12 tahun dalam usia dibawah 
40 tahun utk di Indonesia bukanlah hal yg sulit (mustahil). Banyak 
temen-temen di KPS yang sekolah sambil bekerja. Mereka meraih master 
sambil tetep kerja. Bahkan Kang Andang membuktikan dapat juga sampai Phd 
sambil tetap bekerja (walopun selesei dalam ... brapa th Kang ? 6-7 tahun 
? .... dan tentunya pengalaman kerjanya tidak dikurangi masa sekolahnya 
kan ?. Banyak anak buahnya Pak Witan ini yg telah (sedang) mengambil S2 
(master) sambil tetap bekerja, bahkan Pak Witanpun sekarang juga ikutan 
sekolah ... :)
Jadi, kita tidak harus lulus S-S2-S3 dulu baru nyari kerja (sequential), 
tetapi buat saja menjadi "parralel proccess".
 
Apakah sekolah Msc ini buang-buang masa (waste of time) ? atau 
requirementnya yg keterlaluan (ketinggian) ?
Silahkan buka beberapa website ttg job offer, .... Aku hanya bisa bilang 
itu "permintaan bursa kerja", sometimes we have to fight for it. 
Sertifikasi mungkin bisa menolong, tapi hanya sementara. Namun yg lebih 
berperan justru seringkali Managernya (user) yang menentukan, baik 
standart kerja, work scope serta standart remunerasi (gaji+fasilitas). 
Mungkin (tentunya) sang manager (user) ini bekerja sama dengan HR. 

Ayoooo sekolaaah ... !!

hef e nais whik en ...

RDP

Kirim email ke