Pak Ndaru, Saya pikir merekalah pioneer2 dalam dunia eksplorasi ini bahkan merekalah explorationist sejati meski kadang nekat . . . bahkan terlalu dan keterlaluan.
Menurunkan 'threshold' mungkin salah satunya tapi bagi mereka 'no pain no gain' bagi perusahaan gajah, seperti kita ketahui mereka terlalu konservatif jadi sering terlambat mengantisipasinya; terlalu 'rumit' parameter yang digunakan. Yang mereka lakukan selalu menunggu sampai (gajah-gajah) lainny beraksi dan lagi-lagi akhirnya mereka selalu terlambat. bagi saya mestinya; justru di kondisi seperti ini si gajah bisa lebih leluasa 'bermain' karena tidak banyak 'competitor' dan mereka umumnya punya kemampuan teknis untuk men'generate' sebuah 'project' dan mengevaluasinya secara lebih baik dibanding juniors. Sebenarnya si gajah gak masalah, tapi si personal pengambil keputusan untuk masuknya yang gak mau mengambil mempertaruhkan 'jabatannya' . . wajar. Tapi terdengar konyol jika mereka ini (secara personal oknumnya) tahu akan potensi suatu daerah di suatu negara katakanlah Indonesia project "A" tapi tidak 'berani' mengambil keputusan untuk masuk . . tapi akhirnya ada sebuah junior yang akhirnya menemukan sebuah world class deposit tepat di daerah yang si oknum ni pikirkan sebelumnya. . . yang bisa mereka lakukan akhirnya 'hanya' rame-rame dengan gajah-gajah mendekati si junior . . . dengan kemungkinan kalah dalam bersaing meminang si Junior ini . . . Dengan sumber dana yang jauh lebih memadai mestinya mereka lebih bisa persistent untuk mengaplikasikan ide-ide konseptuanya terhadap suatu daerah, 500rb-1jt untuk melakukan assessment terhadap sebuah daerah perosective sebenarnya . sesuatu yang hampir 'nothing to loose' bagi si gajah ini . . . apalagi si junior juga akan dengan sendng hati "menerima linpahan" 'abandoned project' ini dari si Gajah ini jika pada akhirnya mereka memutuskan untuk idak meneruskannya . . jadi meskipun gajah; besar, dan relatif lambat gerakannya, mestinya dicangkokan kepadanya otak 'kancil' dari sisi "kecerdikannya" tapi bukan kelicikannya . . . wah terus terang pak, saya 'kesel' juga kerja dengan si 'gajah' sampai berbusa-busa promosi negeri ini, salah-salah malah 'dibuang' ke Afrika' seperti sekarang ini . . . he he he --- Sukmandaru Prihatmoko <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Pak Awang/ Bung STJ/ Mas Agus dkk, > > Apakah masuknya/ tertariknya investor ke Indonesia, > walau mereka sadar > banyak kendala "non-teknis" spt yg kita sebut > barusan, boleh diartikan bahwa > mereka ini (termasuk yg berstatus calon > investor)telah menurunkan > threshold-nya untuk masuk ke suatu Negara?? Menarik. > Mungkin jawabannya... > adalah iya, karena kalau kita amati yg mulai > "berani" adalah para junior > coys, yang biasanya lebih fleksible dan lebih berani > ambil resiko, sementara > coys besar tetap saja "jaga jarak". > > Jadi kalau kita ambil positip-nya dari situasi ini, > masih terbuka kesempatan > lebar buat investor pribumi (Indonesia) untuk > berkompetisi dengan investor > asing skala kecil ini, dan meramaikan industri > eksplorasi, membuka lapangan > kerja baru dst -dst.... (cmiw). Siapa berani? > > Salam - Daru > ---- belum berani jadi investor ---- > > -----Original Message----- > From: budi santoso [mailto:[EMAIL PROTECTED] > > Sent: Thursday, September 14, 2006 3:27 PM > To: iagi-net@iagi.or.id > Subject: RE: [iagi-net-l] Mineral Exploration Coys > Baru Masuk > > Saya pikir hal yang sama juga pernah dan sedang > dipakai sebagai argumen beberapa kalangan di dunia > pertambangan (mineral) ketika 'kasus' newmnont > minahasa muncul. Tapi saya pikir ada hal mendasar > yang > berbeda antara dua kasus ini. > > newmont menempuh cara-cara dan 'efforts' yang sangat > elegan untuk menyelesaikan masalah dan yang lebih > jelas perbedaannya adalah kasus Newmont "lebih > ringan" > dan hampir tak kasat mata impact-nya > > Sementara Lapindo, issue di seputar kasus ini sudah > sedemikian kompleksnya seperti sebuah benang kusut > yang tak mudah untuk diurai dan lagi 'impact' yang > ada > adalah sangat jelas, teramati, terukur dan luarrrr > biasa destruktifnya. > > tapi terus terang saya meragukan argumen yang > menyatakan bahwa " investor bergantung kepada > bagaimana > > Pemerintah Indonesia > > akhirnya nanti memperlakukan Lapindo Brantas dalam > > kasus bencana Lusi > > ini". > > Karena saya melihat argumen dibalik itu tidak cukup > meyakinkan. Karena kasus ini tergolong di"luar > kebiasaan" yang sepertinya akan jarang terjadi > terhadap perusahaan yang telah sedang dan akan > melakukan kegiatannya; kecuali di daerah yang > mempunyai kesamaan/kemiripan setting geologinya. > Sedangkan kasus Newmont adalah hampir pasti setiap > tambang akan menghasilkan 'environment impact' > karena > 'tailing'nya, dimanapun dan bagaimanapun mereka > melakukan penambangannya. > > Bagi saya, tidak semestinya kasus murni pelanggaran > terhadap sebuah aturan yang telah disepakati bersama > kemudian yang bersangkutan harus > mempertanggungjawabkannya kemudian dipakai sebagai > argumen untuk tidak berinvestasi di suatu > daerah/negara. > > Dunia pertambanagn di Indonesia akan tetap sangat > menarik jika tumpang tindih peraturannya > diminimalisir > serta ada sebuah aturan yang ''investor friendly' > dan > supremasi terhadapnya ditegakkan. Bukan karena > di'hukum'nya sebuah perusahaan karena melakukan > pelanggaran terhadap sebuah peraturan kemudian > argumen > ini digunakan sebagai alasan menahan investasinya. > > Yang mestinya jadi pertimbangan investor > perminyakan/pertambangan secara umum tersebut > (selain > peraturan pemerintah ttg minyak dan gas yang sudah > sangat akomodatif) adalah bagaimana mengantisipasi > hal-hal seperti ini, memasukkannya dalam contingency > risk assessment/plannya, jika mereka akan > berinvestasi > di sebuah daerah yang berpotensi untuk terjadi kasus > seperti yang dialami Lapindo atau bagi miners ya > bagaimana memanage 'limbah' dari kegiatannya. > > sTJ > > --- Awang Harun Satyana <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Pak Daru, > > > > Kalau di investasi perminyakan, sebuah sumber > > berkata investor asing > > siap masuk ke Indonesia bergantung kepada > bagaimana > > Pemerintah Indonesia > > akhirnya nanti memperlakukan Lapindo Brantas dalam > > kasus bencana Lusi > > ini. Dan, kepada bagaimana Pemerintah Indonesia > > memperlakukan wilayah2 > > tumpang tindih kehutanan dan pertambangan, dan > > kepada bagaimana > > Pemerintah Indonesia (Pusat)berdaya terhadap > eforia > > otonomi daerah. > > > > Secara geologi, Indonesia masih sangat diminati > oleh > > investor2 asing dan > > nasional untuk berkiprah di bidang perminyakan. > Ini > > terbukti dari > > usulan2 calon2 investor untuk mengaplikasi wilayah > > kerja perminyakan. > > Tetapi faktor2 di luar geologi seperti di alinea > > atas ? > > > > Salam, > > awang > > > > > > --------------------------------------------------------------------- > ----- PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru > ----- Call For Papers until 26 May 2006 > > ----- Submit to: > [EMAIL PROTECTED] > --------------------------------------------------------------------- > To unsubscribe, send email to: > iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id > To subscribe, send email to: > iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id > Visit IAGI Website: http://iagi.or.id > Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: > Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta > No. Rek: 123 0085005314 > Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) > Bank BCA KCP. Manara Mulia > No. Rekening: 255-1088580 > A/n: Shinta Damayanti > IAGI-net Archive 1: > http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ > IAGI-net Archive 2: > http://groups.yahoo.com/group/iagi > --------------------------------------------------------------------- > > __________________________________________________ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com --------------------------------------------------------------------- ----- PIT IAGI ke 35 di Pekanbaru ----- Call For Papers until 26 May 2006 ----- Submit to: [EMAIL PROTECTED] --------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi ---------------------------------------------------------------------