Diskusi yang ruaarrr..biasa..., Untuk ukuran maju dan mundur sebuah institusi pendidikan tinggi; yang dipakai sangat banyak parameternya. Akan menggunakan acuan apa dulu? Acuan yang dikembangkan Badan Akreditasi Nasional-Dikti; atau acuan yang dikembangkan Badan Pendidikan Tinggi di Dunia? atau acuan yang dikembangkan QA? masih ada ukuran-ukuran kinerja Tirdharma PT? kenapa yang ini tidak dilihat?
Saya sudah sambat ke Mas Edi Sunardi PP-IAGI, bisakah untuk mengaktifkan Komunitas Pendidikan Tinggi Geologi di Indonesia; dan kita bisa berdebat panjang tentang pendidikan geosain masa depan? Dulu ada Komite Pendidikan Geologi Indonesia di IAGI ; juga ada Bamus Pendidikan Tinggi Geologi? Sekarang gak tahu...piye jluntrungnya... Melihat Geologi ITB, saat ini tentunya tidak sekedar melihat upaya kebijakan rektorat tentang pengelompokkan bidang pembelajaran teknologi di kampus Ganesha. Ada ide mulia sekalipun ada yang tidak setuju tentang kebijakan ini. Saya sendiri mendapat cerita banyak dari Prof. Joko Santosa (Rektor ITB) tentang yang tengah terjadi pada restrukturisasi organisasi di ITB ketika saat kami minta beliau memberikan pandangan tentang pengembagan pendidikan Teknik Geologi FTUGM masa depan pada, 25 September 2005 lalu dalam suatu workshop kurikulum di UGM. Malamnya saya ngobrol banyak dengan beliau (karena beliau kami undang dalam Reuni Alumni Geologi UGM) tentang kebijakan yang barusan disusun untuk restrukturisasi di ITB . Tapi saya tidak etis kalau saya bercerita di milist ini. Mestinya beliau juga bisa memberikan pandangannya pada komunitas geosain baik dari almamater ITB atau dari manapun. Kebetulan saja, beliau melakukan sedikit komparasi dengan yang terjadi di Geologi UGM, pada saat paparan tersebut. Saya kira pak Joko (rektor ITB) tidak "main dakon" dalam memberikan gagasan ini; sekalipun banyak profesor dan doktor di ITB kurang sependapat. Tetapi kebijakan itu telah disepakati oleh senat ITB. Pengelompokan tersebut sama sekali bukan terseret masalah global; jangan-jangan itu hanyalah masalah administrasi dalam mengatur kebijakan manajemen pembelajaran saja. Nah maju dan mundurnya, prodi kan lebih sangat tergantung dari komitmen sang lektor dalam membangun kecerdasan kolektif demi kemajuan anak didik tersebut. Bukankah fungsi kampus hanyalah sebagai fasilitator proses peradaban bagi orang dewasa untuk mengambil tindakan cerdas sesuai dengan hati nurani dan bersosial tinggi untuk memenuhi kebuutuhan kolektif di masyarakat, sesuai bidang ilmu yang ditekuni si sarjana tadi. Dalam arti sempitnya : ini juga masalah bisnis. Rasanya, tidak ada pendidikan tinggi di muka bumi ini yang lepas dalam koridor bisnis; sekalipun prosentase-nya kecil. Bukankah bisnis juga mulia, karena melibatkan hati nurani. Nah kalau hati nuraninya kotor,maka ada policy yang tidak baik pasti muncul dalam peradaban pendidikan tinggi di Indonesia. ITB tidak mengarah ke sana. ITB akan memasuki era peletakan dasar filsafat teknologi keindonesiaan yang didorong untuk memantabkan budaya dan budidaya bangsa Indonesia. (termasuk dalam bidang geosain yg berakar pada karakter indonesia dan mampu berbuat untuk peradaban dimana saja). Ini harus : begitu kata Prof. Joko (kepada saya di pojok gedung Geologi UGM, sambil lesehan dan dahar Bakmi Jowo dengan murid-muridnya S3, 25 September 2005, pukul 21.30an....) Saya sendiri belum pernah dibimbing akademik langsung dalam ilmu geosain oleh Prof. Joko; tapi beliau adalah guru saya untuk bicara ilmu pendidikan dan filsafat teknologi. Setiap kali ketemu, pertama yang ditanyakan ke saya : adalah bagaimana proses pembelajaran di Geologi UGM, dan lalu diskusi panjang. Pada lain waktu, saya membicarakan Geologi ITB (kondisi saat itu) dengan Alm Prof. Rubini; nampak memang Prof. Rubini juga kurang sependapat ide Prof. Joko; tapi Rubini bisa wise melihat sepak terjang Joko Santosa dalam membawa kapal besar yang bernama ITB itu pada awal menjabat rektor ITB. Dan ini membutuhan "leader" yang harus berani memulai suatu yang "baru" sekalipun "ditentang". Saya juga belum pernah dibimbing akademik oleh Prof.Rubini; namun beliau sebelum dirawat di rumah sakit dan barangkali terakhir di lapangan adalah dengan saya (saat saya diminta jadi asisten beliau untuk masalah petrologi dalam mendampingi investigasi kasus Buyat), ketika turut menyusuri sungai Buyat ke arah hulu. Dalam kondisi yang masih setengah fit, beliau banyak bercerita tentang pendidikan teknik geologi di ITB dan masa depan permasalahan geologi (juga petrologi) di Indonesia. Disitulah (di atas bendungan S.Buyat hulu, Juni 2005)..saya baru menyadari bahwa yang diceritkan ternyata filsafat pendidikan teknologi (termasuk pendidikan geologi) yang mustinya banyak berbasis riset dasar namun bisa dimanfaatkan oleh publik dan industri dikemudian hari. Apakah pemikiran beliau ini kita anggap menyeret ke arah bisnis? Bagaimana relevansi yang dikembangkan dengan kelompok keahlian oleh rektorat ITB? Jadi...., jangan lah dijadikan tolok ukuran organisasi administrasi pembelajaran di ITB / Geologi ITB saat ini, kemudian kita harus gamang. Saya pikir, mas Benyamin/ Mas Mino tidak gamang; karena beliau ini cerdas dan sengaja mengajak diskusi kita semua. Mas Benz...he..he.......ntar ketemuan di Plaza Centris Kuningan atau di Hotel Manhattan, Kuningan.; ntar dilanjut ceritanya... dari suara luar, yang bukan almamater geologi itb... salam agus hendratno / wong ngu-ge-em Andang Bachtiar <[EMAIL PROTECTED]> wrote: v\:* { BEHAVIOR: url(#default#VML) } o\:* { BEHAVIOR: url(#default#VML) } w\:* { BEHAVIOR: url(#default#VML) } .shape { BEHAVIOR: url(#default#VML) } st1\:*{behavior:url(#default#ieooui) } Rekan saya - Firman GEA - ini benar-benar tajam dalam menelisik permasalahan, indah dalam mengungkapkan, dan rasanya "mak-nyuuuus" membaca tulisannya; terutama karena hal ini terkait erat dengan nasib / masa-depan pendidikan geologi di bekas almamater-nya, almamater-saya, juga almamater kang yrs, dan ladang pengabdiannya rekan Mino.... Walaupun ini adalah forumnya IAGI - bukan hanya kawan2 dari ITB saja yang ada di sini - tapi permasalahan ganjelan suara hati broer Mino yang dikeluarkan dengan nada ''pertanyaan2" dan "kekuatiran2" tentang trend pendidikan geologi ini nampaknya perlu juga disimak dan di'saur-manuk'-i oleh kawan-kawan di komunitas geosains dari mana-pun asal almamater-nya. Sebenarnyalah, beberapa minggu sebelum, dan juga pada waktu serah-terima kepengurusan PP-IAGI Januari 2006... saya (sebagai Ketua IAGI dan ex-Ketua IAGI) disambati oleh para sesepuh pendidikan di Geologi ITB dan juga rekan-rekan saya yang mengajar disana tentang masalah yang dikemukakan broer Mino tersebut. Waktu itu , istilahnya: penjajag-an kalau-kalau IAGI bisa melakukan sesuatu dalam rangka memberikan opini - referensi - kritik terhadap kebijakan baru ITB dalam bongkar-pasang Departemen2 di FIKTM dan yang terkait. Memang saat itu waktu-nya mefet sekali, lagipula saya sedang dalam masa transisi: lengser 29 Nov 2005, serah terima 12 Januari 2006, jadi gak "elok" kalo bikin kebijakan2, keputusan2, dsb..... sehingga saya sarankan para sesepuh pendidikan geologi dan kawan2 dosen tsb meneruskan "sambatan-nya" ke Ketua IAGI yang baru, yang kebetulan juga berasal dari almamater yang sama. Jadi, permasalahan ganjelan suara hati ini sebenarnya sudah beredar lebih dari 1-1/2 tahun berputar-putar mendatar mengaduk-aduk perasaan tapi tetap saja membentur-bentur dinding tong-lingkaran-setan diseputaran kampus Ganesha. Nah,.. ketika rekan Mino mulai posting, kemudian disambut oleh kang YRS yang pragmatis tapi menyemangati, dan Firman-Gea yang bijaksana, maka mulai keluarlah ganjelan itu ke permukaan. Mudah-mudahan ada partisipasi dari kawan-kawan komunitas geosains Indonesia di milis ini yang bisa memberikan pencerahan, dan kalau bisa: jalan keluar -- dari ganjelan perasaan yang diungkapkan broer Mino tersebut. Salam ADB ----- Original Message ----- From: Firman Gea To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, July 13, 2007 12:02 PM Subject: RE: [iagi-net-l] Geologi ITB maju atau mundur Punten ikut nimbrung. Saya koq gak melihat ada hubungannya dengan tren global terhadap kebijakan pembagian jurusan di ITB ini. Menurut saya ini mah murni kreatifitas (baca: keisengan) orang-orang di rektorat yang ngerasa mumpung lagi pegang posisi penting aja, gak lebih. Setara lah dengan fenomena UAN yang akhir2 ini malah kok kelihatan ruwet, padahal dulu baik-baik aja. Tapi bagaimanapun, efek pengglobalan pendidikan tinggi ini semestinya dikritisi. Yang ada di benak kita sekarang seakan-akan model perkembangan pendidikan tinggi saat ini adalah suatu keharusan yang mau tidak mau dan suka tidak suka harus seperti ini. Padahal sebenarnya jika kita memilki konsep Pendidikan Kerakyatan, dan kita biarkan konsep ini berkembang dengan baik, dan terus berkembang dengan baik, banyak orang di negeri ini yang yakin bahwa tidak perlu membangun sebuah mall untuk membiayai proses belajar-mengajar di kampus. Tidak perlu menerapkan program jalur khusus untuk membiayai proses belajar mengajar di kampus. Tidak perlu melihat dosen-dosen pengajar dan guru-guru yang kita hormati dan banggakan hilir mudik menjadi konsultan di berbagai perusahaan. Yang terlihat sekarang, kita semua melumrahkan hal tersebut. Menurut banyak dari kita mengatakan itu mah memang sudah seharusnya seperti itu. Jadi, kesan jelas yang bisa kita tangkap adalah Pendidikan Tinggi di NKRI berbasis bisnis, dijalankan oleh bisnis, dan demi kemaslahatan bisnis. Ini kan menyedihkan. Jika para pembuat kebijakan di negeri ini, petinggi perguruan tinggi, mahasiswa, masyarakat umum, kaum intelektual, mau secara serius dan benar-benar brainstorming secara bebas, tidak berpikir untuk mengambil keputusan yang asal dan gampang saja, dan mau berpikir secara murni kebenaran akademis, saya yakin, konsep pengembangan Pendidikan Tinggi di NKRI tidak akan seperti sekarang ini, yaitu berbasis bisnis, oleh bisnis, dan demi kemaslahatan bisnis. Banyak cara yang lebih elegan dan sinergi dengan Jiwa Buana Pendidikan Tinggi untuk membiayai proses pendidikan itu sendiri, tidak dengan sekedar berbisnis. Salam, Firman Fauzi --------------------------------- From: [EMAIL PROTECTED] [mailto:[EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, July 13, 2007 10:28 AM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Geologi ITB maju atau mundur >Ben Jangan kecil hati , ini adalah kecenderungan "global" , ITB tidak mampu melawan tarikan tarikan demi perkembangan . Sehinggga dengan kondisi ITB sebagai BMHN dan tarikan global yang selalu menjadikan perhitungan ekonomi nya (atau DUIT) sebagai panglima maka ITB harus menjadi pragmatis , semakin pragmatis dia maka ITB akan lebih bisa survive dan berkembang (itu yang ada dibenak Pak rektor dan pimpinan ITB saat ini). Dus , kalau Anda berfikir terlalu murni seabagai Ilmuwan , maka Anda akan dan tidak akan bisa menangkap ide "besar" ini. Lihat saja , kemarin kan baru akan di - buka ITB filial Kota Delta , nah ini kan kecenderungan global . Lihat saja di Jakarta Universitas 2 Ostrali buka cabang , bahkan ada yang buka kantor-nya di RUKO . Untung kan ITB - mah akan dibuatkan kampus , yang pasti megah. Jadi suara Anda itu se-olah2 seperti teriakan satu orang ditengah padang pasir. Tapi jangan berkecil hati.Tetaplah berkiparah dalam ilmu yang Kau yakini benar. si Abah Rekan2 IAGI Yth, suatu perkembangan atau fenomena baru dalam pendidikan > geologi di ITB terjadi saat ini. Dimana pada waktu yang lalu di kejutkan > oleh perubahan nama departemen menjadi Prodi yang membawahi KK (kelompok > keahlian). Saat ini terbagi menjadi dua KK yaitu KKGP (Geologi dan > Paleontologi) and KKGT (Geologi terapan). Keluaran baru prodi geologi > dipindahkan ke fakultas baru dengan nama yaitu Fakultas Ilmu dan Teknik > Kebumian (FITB) bersama-sama dengan Oceanography dan Meterologi. > Sedangkan Teknik Geofisika, Teknik Pertambangan dan Teknik Perminyakan > menjadi satu fakultas baru dengan nama Fakultas Tambang dan Teknik > Perminyakan (FTTP??). Yang lalu semuanya bernaung di bawah satu fakultas > > dengan nama Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral. saya pikir ini > sudah sangat benar sesuai dengan harifah keilmiuan dan tujuan ITB sebagai > sekolah teknik yang juga umum dipakai dibanyak institusi dinegara-negara > lain. > > Terlepas dari keanehan yang amat sangat berupa pemisahan semua ilmu2 yang > memakai geologi dari geologi sendiri sebagai dasarnya(terutama antara > geologi dan geofisik). Apakah perubahan ini menuju pada sesuatu yang baru > dan benar untuk masa yang akan datang? atausebuah pembodohan yang > mengembalikan posisi kita pada tahun 1900. Dimana pada saat itu ilmu > geologi masih dianggap sebagai ilmu science murni ???. Saat ini kita tahu > > bahwa perkembagan ilmu kita sudah menjadi applied science dengan pemakaian > yang sangat luas dari keteknikan, air, mineral, energi. lingkungan dan > mitigasi bencana. Jawaban ini perlu saya bagi dengan teman di dunia > Industri maupun pendidikan dari institusi lain di Indonesia dan negara > lainnya. Apakah betul jika sebagai prediksi ekstrim perkembangan kedepan > semua ilmu geologi yang bersifat terapan porsi besarnya akan diambil oleh > tenik geofiska, tambang dan perminyakan??? > > Ben Sapiie/Dosen Struktur Geologi,KKGP -ITB > > --------------------------------- Got a little couch potato? Check out fun summer activities for kids.