Awang dan rekan rekan 

Apakah ke"salah kaprah"
-an yang sering rjadi dalam berbahasa Indonesia itu diakibtkan oleh sangat
sederhananya bahasa kita ?
Sehingga dengan se-mena2 kita (tanpa
terasa) mencampuradukan segala macam kata dalam bertutur maupun menulis
?

Terus terang saya juga sering merasa ragu agu dalam
berbahasa, saya ambil contoh "

Mana yang benar ?
1.
" Besok saya akan pergi ke Jakarta dengan berkendaraan bus.
atau:
2. Saya besok akan pergi berkendaraan bis ke Jakarta ,
3. Saya akan pergi ke Jakarta besok dengan berkendaran bis .

Kalau kita lihat Subyeknya : SAYA 
Predikat : PERGI > 
Obyek ; JAKARTA

Yang lain aalah keterangan waktu , dsb .

Nah  , baru kalimat ang sederhana  sudah susah kan .


Yanto R.Sumantri.

Berikut sebuah tulisan pendek
yang saya mulai menulisnya pada 28 Oktober
> lalu, tepat 80 tahun
setelah “Sumpah Pemuda” diikrarkan, yang saya tulis
>
di ujung selatan Afrika - di Capetown di antara kesibukan menghadiri
> pertemuan AAPG 26-29 Oktober 2008. Tulisan terputus di tengah,
terselingi
> oleh tulisan lain tentang kasus jajak pendapat Lusi
di pertemuan AAPG
> tersebut yang harus segera ditanggapi. 
Tulisan ini tentang sikap kita
> pada umumnya kepada bahasa
persatuan kita : bahasa Indonesia. 
>  
> Tanggal 28
Oktober yang lalu kita memperingati 80 tahun “Sumpah
Pemuda”
> (28 Oktober 1928). Semoga kita tetap mengingatnya
sebagai tonggak penting
> sejarah bangsa Indonesia, saat para
pemuda kita dari berbagai perkumpulan
> daerah bersatu bersumpah
“bertanah air satu : Tanah Air Indonesia,
> berbangsa satu :
Bangsa Indonesia, berbahasa satu : Bahasa Indonesia.
>  
>
Apakah kita telah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar setelah
> belasan tahun bahasa nasional ini kita pelajari dari TK sampai
perguruan
> tinggi dan setelah puluhan tahun bahasa persatuan ini
kita gunakan
> sehari-hari dalam berbagai kesempatan resmi dan tak
resmi ? Banyak orang
> menganggap bahasa Indonesia itu mudah.
Benarkah ?
>  
> “Jangan menganggap bahasa Indonesia
itu mudah. Yang mudah ialah bahasa
> Indonesia tutur (lisan), yang
kita gunakan dalam pergaulan sehari-hari,
> tetapi bahasa
Indonesia ragam resmi yang baku tidak semudah yang
> disangkakan
orang”, demikian kutipan dari “Cakrawala Bahasa
Indonesia”
> (Badudu, 1988, PT Gramedia, hal. 11). Kalau
seorang guru besar bahasa
> Indonesia seperti Yus Badudu saja
mengatakan bahwa bahasa Indonesia ragam
> resmi tak mudah, maka
sebaiknya kita menghapus sangkaan itu.
>  
> Kapan bahasa
Indonesia terasa tidak semudah seperti yang kita sangka ?
> Yaitu,
ketika bahasa Indonesia digunakan dalam tulisan resmi. Seseorang
>
yang tidak biasa menggunakan bahasa Indonesia secara teratur dalam
> bertutur akan merasakan kesukarannya bila ia tiba-tiba diminta
berbicara
> di depan umum dalam suatu acara bersifat resmi.
Seseorang yang tidak biasa
> menulis akan merasa sukar bila ia
harus membuat karangan, misalnya surat
> resmi, kertas kerja,
laporan ilmiah. Memeriksa kemampuan sesungguhnya
> seseorang akan
suatu bahasa dapat segera terbaca melalui tulisan resminya.
>
Dalam setiap bahasa berlaku hal itu.
>  
> Sikap kita
terhadap bahasa Indonesia milik nasional sering negatif. Kita
>
yang sudah tidak wajib lagi mempelajari bahasa Indonesia karena telah
> lulus sekolah umumnya betapa kurang dan tidak adanya perhatian
kita
> terhadap bahasa Indonesia yang setiap hari kita gunakan
itu. Kita sering
> merasa tak ada kekurangan pada diri kita atas
kekurangsanggupan kita
> menggunakan bahasa Indonesia itu dengan
baik dan benar. Apakah kita telah
> yakin bahwa kita tidak membuat
kesalahan dalam bertatabahasa Indonesia :
> susunan kata dalam
kalimat, bentukan kata, maupun pemakaian kata dengan
> makna yang
tepat ?
>  
> Jika bangsa Indonesia sebagai pemilik dan
pemakai bahasa Indonesia terus
> bersikap negatif terhadap bahasa
nasionalnya, bahasa Indonesia akan
> berkembang secara kacau dan
tak pernah bahasa ini menjadi bahasa yang
> mantap. Walaupun kita
tidak lagi terikat secara pendidikan harus
> mempelajari bahasa
Indonesia, janganlah kita berhenti mempelajari bahasa
> Indonesia
sebab bahasa kita ini berkembang terus. Aturan bahasa atau
>
bentukan kata yang selama ini kita anggap benar, ternyata salah menurut
> aturan yang benar. Kita tidak akan pernah tahu bahwa itu salah
kalau kita
> tidak lagi belajar bahasa Indonesia. Kesalahan
berbahasa yang kita anggap
> benar itu disebut ”salah
kaprah”.
>  
> Salah kaprah adalah salah yang sudah
umum sehingga tidak lagi terasa
> kesalahannya. Bentuk salah
kaprah hendaknya dikembalikan kepada bentuknya
> yang benar dan
tepat. Bila terlampau banyak bentuk salah kaprah, terlalu
> banyak
penyimpangan dari kaidah bahasa yang berlaku, bahasa itu bukanlah
> bahasa yang baik, yang mantap. Kalau bentuk salah kaprah diterima
sebagai
> bentuk kecuali maka bahasa itu bukanlah bahasa yang
mantap. Bahasa yang
> baik ialah bahasa yang mantap, yang
bersistem, yang mudah dipelajari.
> Bahasa yang bersistem adalah
bahasa yang mudah dipelajari. Dalam
> linguistik dijelaskan  bahwa
kita belajar bahasa dengan membentuk analogi
> dari bentuk pertama
yang kita pelajari. Tanpa keteraturan yang ada pada
> sistem
bahasa itu, akan sangat sukar mempelajari bahasa karena semua harus
> dihafalkan saja.
>  
> Sikap kita yang kurang
teliti (atau kurang peduli) dalam berbahasa
> menyebabkan makin
tersebarnya bentuk salah kaprah itu. Beberapa salah
> kaprah yang
sering ditemui : merubah, mengenyampingkan, dimana, ijin,
>
bersama ini kami kabarkan, pertanggungan jawab, tapi, kenapa, lain
> kesempatan, kantor di mana saya bekerja, itu adalah benar,
disebabkan
> karena, lebih besar dari, berulang kali, para
hadirin, pada zaman dahulu
> kala, kwalitas, analisa, metoda,
prosentase, praktek, hektar, sistim.
> Semoga kita tahu apa
bentuk-bentuk benar dari bentuk-bentuk salah ini.
>  
>
Anton M. Moeliono, seorang tokoh bahasa Indonesia, menulis dalam
”Politik
> Bahasa Nasional” (Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1976, hal. 29),
> ”Bahasa baku perlu
memiliki sifat kemantapan dinamis, yang berupa kaidah
> dan aturan
yang tetap. Tetapi kemantapan itu cukup terbuka untuk perubahan
>
yang bersistem di bidang kosakata dan peristilahan dan untuk
perkembangan
> berjenis ragam dan gaya di bidang kalimat dan
makna.” ”Ciri lain yang
> harus dimiliki oleh bahasa
baku yang modern ialah ciri kecendekiaan.
> Bahasa Indonesia harus
mampu mengungkapkan proses pemikiran yang rumit di
> berbagai
bidang ilmu, teknologi, dan antarhubungan manusia, tanpa
>
menghilangkan kodrat dan pribadinya.”
>  
> Kita
menginginkan dan berusaha menjadikan bahasa Indonesia bahasa yang
> lebih tinggi tarafnya daripada sekadar bahasa pergaulan saja. Kita
ingin
> agar bahasa Indonesia menjadi bahasa ilmiah. Keinginan
kita itu telah kita
> buktikan. Kita telah berusaha menciptakan
istilah yang cukup bagi berbagai
> bidang ilmu. Kita mencoba
meningkatkan swadaya bahasa kita dengan
> menciptakan
bentuk-bentuk baru dari unsur bahasa yang ada. Di perguruan
>
tinggi, kuliah diberikan dalam bahasa Indonesia. Laporan-laporan ilmiah
> seperti kertas kerja, makalah, skripsi, dan disertasi ditulis
dalam
> berbagai bidang ilmu ditulis dalam bahasa Indonesia.
>  
> Sikap kita terhadap bahasa Indonesia haruslah positif.
Artinya, cinta akan
> bahasa Indonesia haruslah diejawantahkan
dengan perbuatan yang nyata.
> Setiap putra dan putri Indonesia
haruslah mau berusaha meningkatkan
> pengetahuan dan
keterampilannya berbahasa Indonesia. Kita harus memberikan
>
tempat dan kedudukan yang layak bagi bahasa Indonesia karena ia bahasa
> nasional kita. Penghargaan kita terhadap bahasa Indonesia harus
lebih
> tinggi daripada penghargaan kita terhadap bahasa asing
yang mana pun.
>  
> Mari kita terus belajar bahasa
Indonesia.
>  
> salam,
> awang
> 
> 
> 


-- 
_______________________________________________
Nganyerikeun hate
batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada
ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.

Kirim email ke