Setelah empat tahun berlalu, kini baru diketahui bahwa gempa Aceh (sebut saja
begitu karena episentrumnya di wilayah perairan Aceh, atau nama resminya dalam
publikasi internasional adalah Great Indian Ocean Earthquake) yang merenggut
nyawa 1/4 juta penduduk dunia di wilayah sebelah utara Lautan Hindia pada 26
Desember 2004, ternyata juga mengaktifkan Sesar San Andreas di California yang
jauhnya 15.000 km dari titik episentrum.
Memang telah diketahui bahwa sebuah gempa yang terjadi di suatu wilayah dapat
mereaktifasi sesar-sesar gempa (sesar yang dapat menyebabkan gempa – earthquake
faults) yang jaraknya ratusan bahkan ribuan kilometer dari wilayah gempa.
Semakin besar magnitude gempa semakin besar peluang reaktivasi tersebut.
Tetapi, penemuan bahwa gempa Aceh yang magnitudenya 9,2 dapat mereaktivasi
sebuah sesar besar berjarak 15.000 km adalah sebuah penemuan penting.
Penemuan ini diumumkan oleh Abhijit Ghosh dan rekan-rekannya dari University of
Washington dan Georgia Institute of Technology dalam suatu pertemuan tahunan
American Geophysical Union pada 17 Desember 2008 yang baru lalu. Ghosh dkk.
menamai fenonema reaktivasi Sesar San Andreas oleh Gempa Aceh tersebut sebagai
non-volcanic tremor.
Bukti reaktivasi tersebut diperolehnya dari serangkaian instrumen yang ditanam
di lubang di segmen Sesar San Andreas di wilayah Parkfield. Sinyal gempa,
menurut analisisnya, sangat berkorespondensi secara ruang dan waktu dengan
gelombang gempa yang datang dari Gempa Aceh. Gelombang gempa dari Sumatra ini
melalui wilayah Parkfield, menyebabkan tremor, dan terukur oleh
instrumen-instrumen yang ditanam 200 km jauhnya dari stasiun pengamatan.
"It's fairly obvious. There's no question of this tremor being triggered by the
seismic waves from Sumatra," begitu kata Abhijit Ghosh sebagaimana dikutip oleh
ScienceDaily.com.
Sebelum fenomena ini, Sesar San Andreas pernah juga direaktivasi pada tahun
2002 oleh Gempa Denali di Alaska, itu catatan paling jauh reaktivasi Sesar San
Andreas oleh suatu gempa besar, yaitu sekitar 4000 km. Maka penemuan bahwa
Gempa Aceh dapat mereaktivasi Sesar San Andreas pada jarak 15.000 km tentu
sangat menarik buat para ilmuwan.
Sesar San Andreas yang telah berkali-kali menyebabkan gempa besar dan merusak
di wilayah California, Amerika Serikat, misalnya San Francisco (1906) dan Los
Angeles (1994) sangat diawasi dengan ketat oleh para ahli gempa. Para ilmuwan
dari University of California, Berkeley dan U.S. Geological Survey menanam
banyak instrumen gempa di bawah tanah di sepanjang jalur sesar ini sebagai
bagian High-Resolution Seismic Network dan Northern California Seismic Network.
Segmen Sesar San Andreas di wilayah Parkfield merupakan wilayah gempa yang
paling banyak dipelajari di dunia. Diketahui bahwa gempa bermagnitude 6,0
berulang setiap 22 tahundi wilayah ini, sehingga berbagai instrumen ditanam di
dekat jalur sesar ini untuk mempelajari bagaimana tingkah sebuah sesar pada
saat-saat menjelang gempa terjadi.
Para ilmuwan telah mempertanyakan apakah suatu non-volcanic tremor berhubungan
dengan pergeseran nyata pada suatu sesar gempa atau akibat aliran fluida di
bawah permukaan Bumi. Riset baru-baru ini mendukung pendapat bahwa non-volcanic
tremor diakibatkan pergeseran sesar.
Ghosh dan rekan-rekannya mengatakan bahwa bila suatu sesar bergeser dari suatu
tremor di satu tempat, maka akan terjadi stress di tempat lain di jalur sesar
tersebut, stress ini suatu hari akan menyebabkan gempa. Sehingga, memonitor
tremor akan membantu memahami bagaimana suatu stress terbentuk dan terakumulasi
di suatu tempat di jalur sesar. Sebuah wilayah tertekan yang mendekati retak
dan bergeser (failure) akan menyebakan tremor pada saat tekanannya ditambah,
sedangkan suatu wilayah yang masih dalam keadaan low stress tidak akan
menimbulkan tremor meskipun tekanannya bertambah.
Mempelajari fenomena non-volcanic tremor akan berguna untuk mengetahui peran
apa yang dibawanya dalam melepaskan atau memindahkan stress di sebuah sesar
yang bisa menyebabkan gempa. Menemukan tremor dapat membantu menelusuri evolusi
stress di suatu sesar secara ruang dan waktu, dan hal ini dapat berimplikasi
kepada analisis bahaya gempa.
salam,
awang