Pak Oki,
 
Terima kasih infonya; yang di Ayamaru jelas ada dan telah menjadi daerah 
penelitian paleoantropologist Juliette Pasveer yang publikasinya saya kutip 
(jurnal Modern Quaternary Research in SE Asia No. 17). Yang di Onin seperti 
yang Pak Oki sebutkan adalah sesuai dugaan saya sebab batugamping Kais 
sama-sama terangkat di wilayah itu sehingga wajar sekali menjadi gua kars yang 
pernah dihuni manusia purba, apalagi lokasinya di pantai yang sering menjadi 
area pertama migrasi manusia. Dua wilayah lain yang mesti dicurigai adalah 
gamping Kais di Misool (yang membentuk "geantiklin" Misool-Onin) dan Lengguru 
Belt. Info dari Pak Oki akan saya teruskan ke teman-teman saya para 
paleoantropologist.
 
salam,
Awang

--- Pada Sel, 9/3/10, oki musakti <geo_musa...@yahoo.com> menulis:


Dari: oki musakti <geo_musa...@yahoo.com>
Judul: Re: [iagi-net-l] Plato Gamping Ayamaru, Papua dan Hunian Prasejarah
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Selasa, 9 Maret, 2010, 11:01 PM


Pak Awang,
Waktu saya ikut naik rig di sumur Ubadari 2 (Jaman merumput di Arco dulu), 
pernah diceletuki oleh John Salo yang jadi ops geo (atau oleh co-man ya?)  
diajak untuk jalan-jalan ke pantai.
Katanya dekat-dekat situ ada gua prehistoric cave yang ada jejak-jejak manusia 
purba. 

Kemungkinan lokasi yang yang beliau maksud adal di dataran karst Onin, 
disebelah selatan sumur dan bukannya di Ayamaru.

Sayang, sampai ahir waktu saya di rig, tidak dapat kesempatan untuk kabur ke 
gua tersebut.

Salam
Oki



--- On Tue, 9/3/10, Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com> wrote:

From: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
Subject: [iagi-net-l] Plato Gamping Ayamaru, Papua dan Hunian Prasejarah
To: "Eksplorasi BPMIGAS" <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>, "Geo Unpad" 
<geo_un...@yahoogroups.com>, "IAGI" <iagi-net@iagi.or.id>, "Forum HAGI" 
<fo...@hagi.or.id>
Received: Tuesday, 9 March, 2010, 3:41 PM

Bekas-bekas hunian manusia prasejarah (purba) yang punya industri perkakas batu 
ditemukan di banyak tempat di Jawa, terutama di Pegunungan Sewu, Pacitan. 
Begitu banyaknya artefak berupa perkakas batu pernah ditemukan di sini, 
sehingga menghasilkan istilah-istilah tertentu seperti kebudayaan Pacitanian 
atau industri Kali Baksoko. Kali Baksoko adalah sebuah kali di wilayah ini 
tempat ditemukannya banyak artefak. 
 
Itu di Jawa, tempat paling banyak ditemukannya artefak perkakas batu. 
Kelihatannya saat bermigrasi dulu, para penghuni pertama negeri kita memilih 
Jawa sebagai pangkalan terakhirnya. Pemikiran ini disebabkan begitu banyaknya 
artefak ditemukan di Jawa, juga penemuan fosil-fosil tulang hominid atau 
manusia purba. Meskipun demikian, terdapat bukti bahwa beberapa generasi 
manusia purba ini kemudian dari Jawa bermigrasi ke timur ke Nusa Tenggara 
bahkan sampai Australia.
 
Bagaimana dengan penemuan-penemuan arkeologi di pulau paling timur Indonesia : 
Papua, jarang sekali terdengar berita-berita tentang itu. Padahal, bila 
situs-situs hunian manusia purba banyak terdapat di topografi kars berupa 
gua-gua batugamping, seperti di Gua Pawon, Padalarang dan banyak sekali 
situs-situs arkeologi di gua-gua di Pegunungan Sewu, Pacitan; maka Papua dari 
segi tutupan batuan batugampingnya adalah kawasan yang paling luas di Indonesia 
(lihat publikasi Sukamto, 2000 tentang geologi regional Indonesia).
 
Mengapa jarang terdengar penemuan arkeologi di Papua ? Ada dua kemungkinan : 
(1) manusia purba memang sedikit sekali bermigrasi ke Papua dan (2) penelitian 
arkeologi jarang sekali dilakukan di Papua. Saya yakin alasan nomor dualah yang 
paling mungkin sebagai penyebabnya. Mengapa ? Di Papua Nugini (Papua New 
Guinea, PNG)) dilaporkan penemuan beberapa situs hunian manusia purba, terutama 
di kawasan pantai utaranya. Ini artinya bahwa Papua (Indonesia) mestinya pernah 
dilewati manusia purba ini dalam migrasinya dan bisa saja sebagian dari mereka 
pernah menetap di gua-gua Papua yang banyak terdapat.
 
Penelitian-peneltian arkeologi untuk Papua, baik dilakukan oleh ahli-ahli 
nasional maupun dari mancanegara terbilang sangat sedikit bila dibandingkan 
penelitian-penelitian sejenis di area Indonesia Barat dan terutama Jawa. 
Misalnya, buku bagus, terbaru dan komprehensif tentang prasejarah Indonesia 
yang ditulis oleh ahli arkeologi terkenal Peter Bellwood (2000) –diterjemahkan 
oleh PT Gramedia, hanya sedikit membahas prasejarah Papua; memang Belwood 
mengkhsuskan dirinya meneliti arkeologi Asia Tenggara dan terutama wilayah 
Indo-Malaya. 
 
Sebenarnya, aspek prasejarah Papua bisa sangat menarik sebab beberapa situs 
arkeologi telah ditemukan sampai ketinggian 4000 meter, yaitu di gua-gua 
gamping yang terdapat di Pegunungan Tengah Papua (Central Ranges of Papua) 
seperti dilaporkan oleh Hope dan Hope (1976 – Man on Mt. Jaya, AA 
Balkema-Rotterdam). Tahun 1971-1973, Ekspedisi Australia-Indonesia untuk 
Gletsyer Carstenz di ketinggian 4000 meter pada tempat bernama Mapala 
Rockshelter menemukan tulang-tulang, artefak batu, abu dan cangkang-cangkang 
kerang. Saat ditera, artefak tersebut menghasilkan umur 5440 tahun yang lalu 
(tyl). Hope dan Hope (1976) berdasarkan analisis palinologi di Ijomba Bog, 
masih di kawasan Pegunungan Tengah,  juga menyimpulkan bahwa pada 10.500 tyl, 
ada manusia purba di kawasan ini yang membuka hutan dengan membakarnya. 
Pembukaan hutan yang lebih tua dengan cara membakarnya juga ditemukan di Lembah 
Baliem yang sisa-sisanya menunjukkan umur 32.000 tyl (Haberle et al.,
1991 – Biomass burning in Indonesia and PNG –fossil record, jurnal 
Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology 171).
 
Situs arkeologi tertua di pulau Papua (termasuk PNG) masih dipegang oleh sebuah 
gua di pantai utara PNG di Semenanjung Huon dengan artefak-artefak yang 
ditemukannya berumur 40.000 tyl (Groube et al. 1986 -40,000 year human 
occupation site-PNG, Nature 324).
 
Sekarang kita lihat kawasan Papua paling barat yang sering disebut sebagai 
Kepala Burung. Penelitian terbaru dari ahli arkeologi Juliette Pasveer (2004 
–The Djief hunters : 26,000 years of rainforest exploitation on the Bird’s Head 
of Papua, Modern Quaternary Research in SE Asia 17) menemukan hunian manusia 
purba berumur Plistosen-awal Holosen di kawasan kars batugamping Kais di 
Ayamaru. 
 
Kawasan topografi kars Ayamaru terbentuk sejak Pliosen setelah Sesar Sorong 
secara aktif mulai memengaruhi Cekungan Salawati pada Mio-Pliosen. Sesar besar 
ini telah menjungkirbalikkan Cekungan Salawati sedemikian rupa sehingga 
deposenter cekungan ini pindah dari sebelumnya di sebelah selatan menjadi di 
sebelah utara sampai barat (Satyana, 2001, Dynamic Response of the Salawati 
Basin, Eastern Indonesia to the Sorong Fault Tectonism : Example of Inter-Plate 
Deformation : Proceedings PIT IAGI ke- 30, p. 288-291). Akibat pembalikan ini, 
maka secara isostatik bagian selatan (Misool) dan bagian timur (Ayamaru) 
cekungan terangkat, menyingkapkan batugamping Kais. Lalu kemudian, singkapan 
batugamping Kais di Misool dan Ayamaru mengalami pelapukan dan erosi 
menghasilkan kawasan topografi kars seperti terlihat sekarang. Pada Plistosen 
Atas manusia purba mulai bermigrasi ke Papua melalui dua jalan, dari sebelah 
barat (Halmahera) (Belwood et al., 1998) atau dari
sebelah selatan (Australia dan Aru) (Pasveer, 2007).
 
Plato Ayamaru, yang membentuk topografi kars (foto udaranya bisa dicek di 
google), terletak di bagian tengah Kepala Burung. Plato ini terangkat sampai 
saat ini ketinggiannya sekitar 350 meter di atas muka laut. Di dalam Plato 
Ayamaru terdapat tiga buah danau dangkal yang saling berhubungan. Satu danau 
terbentuk pada mid-Holosen, dua yang lain lebih tua lagi. Saat ini, penyebaran 
penduduk Ayamaru terkonsentrasi di sekitar ketiga danau ini. 
 
Situs arkeologi di Plato Ayamaru ditemukan di dua gua yang berkembang tak jauh 
dari ketiga danau itu. Kedua gua itu adalah Gua Kria dan Gua Toe yang terpisah 
sejauh 12 km. 
 
Gua Kria mempunyai sedimen setebal dua meter dengan stratigrafi yang tak 
terganggu deformasi. Pasveer (2004) membagi sedimen ini menjadi lima satuan 
hunian (occupation unit). Setiap satuan sedimen mengandung artefak-artefak 
berupa perkakas terbuat dari tulang dan batu, sisa-sisa hewan (terutama walabi 
hutan, di samping cangkang-cangkang moluska). Lapisan-lapisan itu dibedakan 
berdasarkan kuantitas artefak yang ditemukan. Umur lapisan-lapisan dari 
terbawah sampai teratas adalah sekitar 8000-1840 tyl. Di lapisan teratas 
sedikit ditemukan artefak dan sisa hewan, tetapi ditemukan bekas-bekas manusia 
yang dikubur. Tidak ada tanda-tanda bahwa penduduk Ayamaru masih menggunakan 
gua tersebut sebagai kuburan.
 
Gua Toe berisi sedimen setebal 140 cm yang oleh Pasveer (2004) dibagi menjadi 
dua satuan. Stratigrafi sedimen agak kompleks karena lantai gua miring dan 
terdapat bekas nendatan (slump) atau runtuhan. Satuan sedimen bawah berumur  
paling tua 26.000 tyl (Plistosen) mengandung perkakas batu dan sisa hewan yang 
lebih memfosil dibandingkan satuan sedimen atas. Satuan sedimen atas yang umur 
paling mudanya sampai 3000 tyl mengangdung lebih banyak perkakas batu dan 
sisa-sisa hewan. Berdasarkan studi paleontologi dan zoologi, hewan Plistosen 
penghuni Gua Toe mestinya sejenis hewan yang saat ini hidup di ketinggian 1000 
meter. Lalu mengapa mereka ditemukan di ketinggian yang jauh lebih rendah 
seperti Ayamaru (+ 350 meter) ? 
 
Unit berumur Plistosen di Gua Toe ternyata menceritakan beberapa kisah menarik 
tentang perubahan iklim setelah the Last Glacial Maximum. Periode Last Glacial 
Maximum ini terjadi sekitar 26.000 tyl. Selama periode ini temperatur menurun 
drastis. Hewan-hewan yang biasa hidup di ketinggian +1000 m melakukan 
penyesuaian dengan cara menuruni lereng mencari tempat yang relatif lebih 
hangat, maka mereka turun sampai wilayah Ayamaru (+350 m). Zone-zone vegetasi 
yang biasa ditemukan di kawasan lereng-puncak pun turun sampai kaki pegunungan. 
Temperatur menghangat kembali sekitar 12.000-10.000 tyl dan telah menyerupai 
kondisi sekarang.
 
Demikian sedikit kisah prasejarah manusia purba di Papua dan Kepala Burung yang 
jumlah penelitiannya masih sangat langka. Ditunjukkan pula bagaimana geologi 
dan paleoklimatologi dapat membantu analisis kawasan hunian manusia prasejarah 
bersama spesies-spesies fauna dan flora yang sezaman. 
 
Hanya dua gua di Plato Ayamaru yang baru diselidiki prasejarahnya, padahal 
begitu banyak gua yang terbentuk di plato kars gamping ini. Kita pun sama 
sekali belum melihat kars topografi batugamping Kais di Pulau Misool dan 
Semenanjung Onin yang pada Mio-Pliosen kedua wilayah ini sama-sama terangkat 
sebagai kompensasi isostatik saat bagian utara Cekungan Salawati makin 
tenggelam.
 
Masih banyak sekali yang tersembunyi yang belum diketahui orang tentang Papua. 
Papua adalah paradise untuk penelitian, seperti kata Edward O. Wilson, ahli 
biologi terkenal, 
 
“Papua has lasted into the twenty-first century as largely a blank space on the 
map, and we will do well to treasure it for that.”
 
Papua : sebuah tantangan !
 
Salam,
Awang 


      Terhubung langsung dengan banyak teman di blog dan situs pribadi Anda? 
Buat Pingbox terbaru Anda sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/


      


      Berselancar lebih cepat. Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk 
Yahoo! otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka 
browser. Dapatkan IE8 di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer

Kirim email ke