Terima kasih penjelasannya Pak Awang, Fossil yang di Angola yang bisa dikenal sebagai artefak seperti kapak(?) atau pisau itu adanya di friable sandstone sedangkan yang ada di sandstone yang sudah padat hanya bisa diinterpretasi sebagai artefak karena bentuk permukaannya yang sama dst dst. Lebih banyak lagi ketemu di bawah bukit friable-sandstone dekat pantai. malah sering diinjak2 mobil di parkiran pantai umum. kalau tdk salah material umumnya dari cherts. besarnya hanya sekitar 5-8 cm panjangnya dan lebarnya sekitar 1.5 cm sampai 2 cm. dnm umumnya yang dua sisi. jarang yang satu sisi.
Kalau senang berburu fossil, Angola salah satu tempatnya. lucunya lebih banyak fossil yang terpreserve di sandstone atau claystone. bukan di shale nya. tetapi ada juga yang dishale. ada teman yang dapat fossil dinosaurus, saya tidak tahu apa namanya, tetapi dia mendapatkan moncong nya, iga dan ekornya. dan berdasarkan interpretasi geologist tsb itu sejenis dinosaurus yang hidup di air. dia sempat beritahu namanya tetapi saya tidak ingat. ini di confirm sama paleontologist senior nya ENI (sdh jadi GM nya ENI Angola waktu di Angola tahun lalu). Selama disini beberapa tahun beliau suka hunting fossil. sayang beliau sudah ditarik balik ke Milano. ada lagi satu pegawai ENI yang baru datang juga PhD di paleontology, tetapi sekarang di management level juga, jadi dia harus bagi waktu weekendnya antara hobby dan tugas lobbying dengan pejabat2 disini. Sonagas punya 4 blocks yang partneran sama ENI jadi saya sering bertemu mereka. Kalau ada yang mau hunting pre-tertiary fossil bisa ke Angola, nanti kita atur sama2. cuma pengetahuan paleontology saya sangat minim. paling tidak saya akan compile reports/unpublished findings dulu sebelum kita mulai. Juga bisa mencari tahu kira2 formasi/umur dari outcropnya. Hunting disini maksudnya kita lihat, buat foto2nya lalu bikin semacam report ke Geological society disini. kalau fossil2 yang sudah vulnerable akan rusak kalau dibiarkan di alam, bisa juga diambil lalu dilaporkan ke Geological society disini. Koleksi2 teman2 paleontologist dari ENI sekarang lebih banyak berupa digital image sedangkan fossil nya diserahkan ke museum/universitas yang bisa mempreserve dan menggunakan untuk riset/pengajaran, atau dibiarkan tetap di alam. Daripada hanya sibuk berkutat kutit dengan data dari waktu yang beberapa detik saja, mungkin ada baiknya juga having fun melihat data yang umurnya jutaan tahun. ha... ha. ha... jadi ingat Mbak Etty Nuay dan Mas Rennier yang mengusulkan setengah memaksa saya belajar biostratigraphy waktu di Vico dulu. thank you boss.... yah masih adalah sisa2nya sedikit.... sekarang mau coba2 lebih jauh lagi.... he... he. he... salam, frank ________________________________ From: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com> To: iagi-net@iagi.or.id Cc: Geo Unpad <geo_un...@yahoogroups.com>; Eksplorasi BPMIGAS <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>; Forum HAGI <fo...@hagi.or.id> Sent: Sat, March 13, 2010 6:19:28 AM Subject: Re: [iagi-net-l] Plato Gamping Ayamaru, Papua dan Hunian Prasejarah Pak Franc, Pertanyaan Pak Franc sebenarnya lebih bernuansa geologi daripada arkeologi, wajar ditanyakan oleh seorang geologist/geophysicist seperti Pak Franc.Dalam geologi kita juga mempunyai insitu fossil dan reworked fossil. Insitu fossil, menurut ilmu stratigrafi dan paleontologi, akan sezaman dengan umur batuan yang meliputinya; maka umur batuan atau strata tersebut setua umur fosil yang dikandungnya. Tetapi, kita juga sering menemukan reworked fossil (morfologi fosil kebanyakan tak utuh lagi) yang ditemukan di suatu strata. Menurut ilmu stratigrafi dan paleontologi, maka umur reworked fossil lebih tua daripada umur srata yang meliputinya. Kasus insitu dan reworked fossil ini dalam beberapa kasus pernah mengelirukan umur suatu formasi; contohnya antara lain dalam kasus umur Formasi Pemali di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Timur. Lama kita menganggap formasi ini sebagai formasi tua Miosen Awal-Miosen Tengah (menurut publikasi klasik Hetzel, 1935 dan ter Haar, 1935). Penelitian lebih baru oleh Lunt et al.(2008) di lokasi tipe Formasi Pemali menemukan bahwa semua fosil yang dikandungnya berasal dari zonasi N16-N18 atau Mio-Pliosen. Maka Formasi Pemali berdasarkan lokasi tipenya itu adalah Mio-Pliosen bukan Miosen Awal-Miosen Tengah. Tetapi penelitian kami selanjutnya setelah Lunt (2008), menemukan bahwa Hetzel (1935) dan teer Haar (1935) tidak salah soal umur tua itu; yang kurang cocok adalah penamaan Formasi Pemali yang mereka gunakan (tentang hal ini untuk selanjutnya lihat publikasi kami di Proceedings IPA 2009 (Armanita et al., 2009). Dalam arkeologi, gua-gua batu yang menjadi hunian manusia purba jelas umurnya lebih tua; gua-gua batu di Ayamaru Plato umurnya adalah umur Formasi Kais yaitu Miosen Tengah-Miosen Akhir, pembentukan guanya sendiri jelas sesudahnya, yang diperkirakan pada Mio-Pliosen sekitar 5 juta tyl. Tetapi manusia purba menghuni gua ini pada 26.000 tahun yang lalu berdasarkan penemuan artefak berupa barang-barang yang pernah digunakan manusia ini yang tersimpan di dalam endapan-endapan Resen yang terdapat di dalam gua tersebut (harap diperhatikan bahwa artefak-artefak tersebut bukan didapatkan di batuan Kaisnya, tetapi di endapan2 Kuarter yang terdapat di gua yang terbuat dari batugamping Kais berumur 15-5 juta tyl. Artefak2 yang reworked juga umum ditemukan di lapisan sedimen Kuarter yang posisinya lebih atas, dan para arkeolog punya metode untuk menentukan apakah itu reworked artefacts atau insitu artefacts. Mereka juga membagi layer-layer Plistosen atau Holosen yang ditemukannya berdasarkan kandungan artefaknya. Fosil-fosil hominid atau binatang purba umum ditemukan di lapisan-lapisan berumur Plistosen; sementara artefak2 umum ditemukan di lapisan2 Holosen (< 10.000 tyl). Para arkeolog juga punya metode2 penentuan umur2 absolut artefak-artefak yang ditemukannya; jadi bukan umur relatif lagi sehingga tak usah mempedulikan apakah ia insitu artefacts atau reworked artefacts. Metode2 itu misalnya radiocarbon dating, archaeomagnetic dating, analisis aktivasi neutron, dll. Radiocarbon dating dapat dipakai untuk menentukan umur bahan organik yang ditemukan pada artefak (kayu, buluh, benih, kain,kulit, tulang, dsb.). Archaeomagnetic dating dan analisis aktivasi neutron dipakai untuk menentukan sumber tanahliat yang dipakai untuk membuat tembikar dan keramik; ini memang agak relatif sebab mesti berpatokan lagi ke daftar jenis tanah liat yang telah diketahui umur absolutnya. Rock art seperti lukisan manusia purba di gua Leang-Leang (Tonasa limestone, Oligo-Miocene) jelas hanya lukisan berumur Kuarter yang dilukis di dalam gua tersebut.Umur lukisan itu tidak diketahui, tetapi dari artefak-artefak lainnya yang diperkirakan seumur yang ditemukan di dekatnya (gua Leang Burung I, Leang Burung II dan Ulu Leang; gua-gua ini pernah menjadi hunian manusia pada 30.000-8000 tahun yang lalu (Delahunty, 1995, Sulawesi, Lonely Planet). Umur artefak di batupasir Angola tersebut menarik sekali untuk diketahui, umumnya artefak ditemukan di endapan sedimen, bukan di dalam batuan sebab kebanyakan artefak itu berumur Plistosen-Holosen, belum terjadi litifikasi pada sedimennya. Bila ada artefak di Angola di dalam batupasir yang sudah lithified maka umur artefak itu tua sekali (Pliosen barangkali). Hominid tertua umurnya 6-4 juta tahun ditemukan di Afrika, penggunaan peralatan (batu) dimulai sekitar 2,5 juta tahun yang lalu (Pliosen Atas) dan dominan digunakan oleh sejenis hominid bernama Homo habilis yang hidup pada 2 juta - sekitar 1.7 juta tahun yang lalu. Bila umur batupasir itu lebih tua dari 3 juta tahun, maka artefak di dalamnya itu diragukan bahwa itu artefak,jangan-jangan hanya fragmen batuan saja semacam nodul, inklusi atau sejenisnya. salam, Awang --- Pada Rab, 10/3/10, Franciscus B Sinartio <fbsinar...@yahoo.com> menulis: Dari: Franciscus B Sinartio <fbsinar...@yahoo.com> Judul: Re: [iagi-net-l] Plato Gamping Ayamaru, Papua dan Hunian Prasejarah Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Rabu, 10 Maret, 2010, 1:18 PM Pak Awang, mau tanya, pertanyaan nya mungkin agak naif. Ulasan pak Awang selalu menyatakan umur batuannya. apakah benar dating dari umur orang yang tinggal/mendiami gua itu TIDAK di ambil dari umur batuannya? artefak itu dibuat dari batuan yang lebih tua dari manusia purba tersebut. jadi bagaimana menghubungkan umur artefak tersebut dengan umur manusia purba nya. di Angola sering didapatkan artefak didalam sandstone yang tersingkap. umurnya disamakan dengan umur sandstone nya tetapi mungkin saja umur manusia purba yang membuat artefak itu lebih tua dari umur sandstone nya. di Maros, Sulawesi selatan juga ditemukan artefak dan lukisan di gua Leang2. saya tidak tahu formasi apa itu limestone nya mungkin formasi Tonasa. terima kasih atas pencerahannya. salam, frank ________________________________ Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com> 03/10/2010 04:05 AM Please respond to iagi-net To: iagi-net@iagi.or.id cc: Subject: Re: [iagi-net-l] Plato Gamping Ayamaru, Papua dan Hunian Prasejarah Pak Oki, Terima kasih infonya; yang di Ayamaru jelas ada dan telah menjadi daerah penelitian paleoantropologist Juliette Pasveer yang publikasinya saya kutip (jurnal Modern Quaternary Research in SE Asia No. 17). Yang di Onin seperti yang Pak Oki sebutkan adalah sesuai dugaan saya sebab batugamping Kais sama-sama terangkat di wilayah itu sehingga wajar sekali menjadi gua kars yang pernah dihuni manusia purba, apalagi lokasinya di pantai yang sering menjadi area pertama migrasi manusia. Dua wilayah lain yang mesti dicurigai adalah gamping Kais di Misool (yang membentuk "geantiklin" Misool-Onin) dan Lengguru Belt. Info dari Pak Oki akan saya teruskan ke teman-teman saya para paleoantropologist. salam, Awang --- Pada Sel, 9/3/10, oki musakti <geo_musa...@yahoo.com> menulis: Dari: oki musakti <geo_musa...@yahoo.com> Judul: Re: [iagi-net-l] Plato Gamping Ayamaru, Papua dan Hunian Prasejarah Kepada: iagi-net@iagi.or.id Tanggal: Selasa, 9 Maret, 2010, 11:01 PM Pak Awang, Waktu saya ikut naik rig di sumur Ubadari 2 (Jaman merumput di Arco dulu), pernah diceletuki oleh John Salo yang jadi ops geo (atau oleh co-man ya?) diajak untuk jalan-jalan ke pantai. Katanya dekat-dekat situ ada gua prehistoric cave yang ada jejak-jejak manusia purba. Kemungkinan lokasi yang yang beliau maksud adal di dataran karst Onin, disebelah selatan sumur dan bukannya di Ayamaru. Sayang, sampai ahir waktu saya di rig, tidak dapat kesempatan untuk kabur ke gua tersebut. Salam Oki --- On Tue, 9/3/10, Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com> wrote: From: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com> Subject: [iagi-net-l] Plato Gamping Ayamaru, Papua dan Hunian Prasejarah To: "Eksplorasi BPMIGAS" <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>, "Geo Unpad" <geo_un...@yahoogroups.com>, "IAGI" <iagi-net@iagi.or.id>, "Forum HAGI" <fo...@hagi.or.id> Received: Tuesday, 9 March, 2010, 3:41 PM Bekas-bekas hunian manusia prasejarah (purba) yang punya industri perkakas batu ditemukan di banyak tempat di Jawa, terutama di Pegunungan Sewu, Pacitan. Begitu banyaknya artefak berupa perkakas batu pernah ditemukan di sini, sehingga menghasilkan istilah-istilah tertentu seperti kebudayaan Pacitanian atau industri Kali Baksoko. Kali Baksoko adalah sebuah kali di wilayah ini tempat ditemukannya banyak artefak. Itu di Jawa, tempat paling banyak ditemukannya artefak perkakas batu. Kelihatannya saat bermigrasi dulu, para penghuni pertama negeri kita memilih Jawa sebagai pangkalan terakhirnya. Pemikiran ini disebabkan begitu banyaknya artefak ditemukan di Jawa, juga penemuan fosil-fosil tulang hominid atau manusia purba. Meskipun demikian, terdapat bukti bahwa beberapa generasi manusia purba ini kemudian dari Jawa bermigrasi ke timur ke Nusa Tenggara bahkan sampai Australia. Bagaimana dengan penemuan-penemuan arkeologi di pulau paling timur Indonesia : Papua, jarang sekali terdengar berita-berita tentang itu. Padahal, bila situs-situs hunian manusia purba banyak terdapat di topografi kars berupa gua-gua batugamping, seperti di Gua Pawon, Padalarang dan banyak sekali situs-situs arkeologi di gua-gua di Pegunungan Sewu, Pacitan; maka Papua dari segi tutupan batuan batugampingnya adalah kawasan yang paling luas di Indonesia (lihat publikasi Sukamto, 2000 tentang geologi regional Indonesia). Mengapa jarang terdengar penemuan arkeologi di Papua ? Ada dua kemungkinan : (1) manusia purba memang sedikit sekali bermigrasi ke Papua dan (2) penelitian arkeologi jarang sekali dilakukan di Papua. Saya yakin alasan nomor dualah yang paling mungkin sebagai penyebabnya. Mengapa ? Di Papua Nugini (Papua New Guinea, PNG)) dilaporkan penemuan beberapa situs hunian manusia purba, terutama di kawasan pantai utaranya. Ini artinya bahwa Papua (Indonesia) mestinya pernah dilewati manusia purba ini dalam migrasinya dan bisa saja sebagian dari mereka pernah menetap di gua-gua Papua yang banyak terdapat. Penelitian-peneltian arkeologi untuk Papua, baik dilakukan oleh ahli-ahli nasional maupun dari mancanegara terbilang sangat sedikit bila dibandingkan penelitian-penelitian sejenis di area Indonesia Barat dan terutama Jawa. Misalnya, buku bagus, terbaru dan komprehensif tentang prasejarah Indonesia yang ditulis oleh ahli arkeologi terkenal Peter Bellwood (2000) ?diterjemahkan oleh PT Gramedia, hanya sedikit membahas prasejarah Papua; memang Belwood mengkhsuskan dirinya meneliti arkeologi Asia Tenggara dan terutama wilayah Indo-Malaya. Sebenarnya, aspek prasejarah Papua bisa sangat menarik sebab beberapa situs arkeologi telah ditemukan sampai ketinggian 4000 meter, yaitu di gua-gua gamping yang terdapat di Pegunungan Tengah Papua (Central Ranges of Papua) seperti dilaporkan oleh Hope dan Hope (1976 ? Man on Mt. Jaya, AA Balkema-Rotterdam). Tahun 1971-1973, Ekspedisi Australia-Indonesia untuk Gletsyer Carstenz di ketinggian 4000 meter pada tempat bernama Mapala Rockshelter menemukan tulang-tulang, artefak batu, abu dan cangkang-cangkang kerang. Saat ditera, artefak tersebut menghasilkan umur 5440 tahun yang lalu (tyl). Hope dan Hope (1976) berdasarkan analisis palinologi di Ijomba Bog, masih di kawasan Pegunungan Tengah, juga menyimpulkan bahwa pada 10.500 tyl, ada manusia purba di kawasan ini yang membuka hutan dengan membakarnya. Pembukaan hutan yang lebih tua dengan cara membakarnya juga ditemukan di Lembah Baliem yang sisa-sisanya menunjukkan umur 32.000 tyl (Haberle et al., 1991 ? Biomass burning in Indonesia and PNG ?fossil record, jurnal Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology 171). Situs arkeologi tertua di pulau Papua (termasuk PNG) masih dipegang oleh sebuah gua di pantai utara PNG di Semenanjung Huon dengan artefak-artefak yang ditemukannya berumur 40.000 tyl (Groube et al. 1986 -40,000 year human occupation site-PNG, Nature 324). Sekarang kita lihat kawasan Papua paling barat yang sering disebut sebagai Kepala Burung. Penelitian terbaru dari ahli arkeologi Juliette Pasveer (2004 ?The Djief hunters : 26,000 years of rainforest exploitation on the Bird's Head of Papua, Modern Quaternary Research in SE Asia 17) menemukan hunian manusia purba berumur Plistosen-awal Holosen di kawasan kars batugamping Kais di Ayamaru. Kawasan topografi kars Ayamaru terbentuk sejak Pliosen setelah Sesar Sorong secara aktif mulai memengaruhi Cekungan Salawati pada Mio-Pliosen. Sesar besar ini telah menjungkirbalikkan Cekungan Salawati sedemikian rupa sehingga deposenter cekungan ini pindah dari sebelumnya di sebelah selatan menjadi di sebelah utara sampai barat (Satyana, 2001, Dynamic Response of the Salawati Basin, Eastern Indonesia to the Sorong Fault Tectonism : Example of Inter-Plate Deformation : Proceedings PIT IAGI ke- 30, p. 288-291). Akibat pembalikan ini, maka secara isostatik bagian selatan (Misool) dan bagian timur (Ayamaru) cekungan terangkat, menyingkapkan batugamping Kais. Lalu kemudian, singkapan batugamping Kais di Misool dan Ayamaru mengalami pelapukan dan erosi menghasilkan kawasan topografi kars seperti terlihat sekarang. Pada Plistosen Atas manusia purba mulai bermigrasi ke Papua melalui dua jalan, dari sebelah barat (Halmahera) (Belwood et al., 1998) atau dari sebelah selatan (Australia dan Aru) (Pasveer, 2007). Plato Ayamaru, yang membentuk topografi kars (foto udaranya bisa dicek di google), terletak di bagian tengah Kepala Burung. Plato ini terangkat sampai saat ini ketinggiannya sekitar 350 meter di atas muka laut. Di dalam Plato Ayamaru terdapat tiga buah danau dangkal yang saling berhubungan. Satu danau terbentuk pada mid-Holosen, dua yang lain lebih tua lagi. Saat ini, penyebaran penduduk Ayamaru terkonsentrasi di sekitar ketiga danau ini. Situs arkeologi di Plato Ayamaru ditemukan di dua gua yang berkembang tak jauh dari ketiga danau itu. Kedua gua itu adalah Gua Kria dan Gua Toe yang terpisah sejauh 12 km. Gua Kria mempunyai sedimen setebal dua meter dengan stratigrafi yang tak terganggu deformasi. Pasveer (2004) membagi sedimen ini menjadi lima satuan hunian (occupation unit). Setiap satuan sedimen mengandung artefak-artefak berupa perkakas terbuat dari tulang dan batu, sisa-sisa hewan (terutama walabi hutan, di samping cangkang-cangkang moluska). Lapisan-lapisan itu dibedakan berdasarkan kuantitas artefak yang ditemukan. Umur lapisan-lapisan dari terbawah sampai teratas adalah sekitar 8000-1840 tyl. Di lapisan teratas sedikit ditemukan artefak dan sisa hewan, tetapi ditemukan bekas-bekas manusia yang dikubur. Tidak ada tanda-tanda bahwa penduduk Ayamaru masih menggunakan gua tersebut sebagai kuburan. Gua Toe berisi sedimen setebal 140 cm yang oleh Pasveer (2004) dibagi menjadi dua satuan. Stratigrafi sedimen agak kompleks karena lantai gua miring dan terdapat bekas nendatan (slump) atau runtuhan. Satuan sedimen bawah berumur paling tua 26.000 tyl (Plistosen) mengandung perkakas batu dan sisa hewan yang lebih memfosil dibandingkan satuan sedimen atas. Satuan sedimen atas yang umur paling mudanya sampai 3000 tyl mengangdung lebih banyak perkakas batu dan sisa-sisa hewan. Berdasarkan studi paleontologi dan zoologi, hewan Plistosen penghuni Gua Toe mestinya sejenis hewan yang saat ini hidup di ketinggian 1000 meter. Lalu mengapa mereka ditemukan di ketinggian yang jauh lebih rendah seperti Ayamaru (+ 350 meter) ? Unit berumur Plistosen di Gua Toe ternyata menceritakan beberapa kisah menarik tentang perubahan iklim setelah the Last Glacial Maximum. Periode Last Glacial Maximum ini terjadi sekitar 26.000 tyl. Selama periode ini temperatur menurun drastis. Hewan-hewan yang biasa hidup di ketinggian +1000 m melakukan penyesuaian dengan cara menuruni lereng mencari tempat yang relatif lebih hangat, maka mereka turun sampai wilayah Ayamaru (+350 m). Zone-zone vegetasi yang biasa ditemukan di kawasan lereng-puncak pun turun sampai kaki pegunungan. Temperatur menghangat kembali sekitar 12.000-10.000 tyl dan telah menyerupai kondisi sekarang. Demikian sedikit kisah prasejarah manusia purba di Papua dan Kepala Burung yang jumlah penelitiannya masih sangat langka. Ditunjukkan pula bagaimana geologi dan paleoklimatologi dapat membantu analisis kawasan hunian manusia prasejarah bersama spesies-spesies fauna dan flora yang sezaman. Hanya dua gua di Plato Ayamaru yang baru diselidiki prasejarahnya, padahal begitu banyak gua yang terbentuk di plato kars gamping ini. Kita pun sama sekali belum melihat kars topografi batugamping Kais di Pulau Misool dan Semenanjung Onin yang pada Mio-Pliosen kedua wilayah ini sama-sama terangkat sebagai kompensasi isostatik saat bagian utara Cekungan Salawati makin tenggelam. Masih banyak sekali yang tersembunyi yang belum diketahui orang tentang Papua. Papua adalah paradise untuk penelitian, seperti kata Edward O. Wilson, ahli biologi terkenal, "Papua has lasted into the twenty-first century as largely a blank space on the map, and we will do well to treasure it for that." Papua : sebuah tantangan ! Salam, Awang Terhubung langsung dengan banyak teman di blog dan situs pribadi Anda? Buat Pingbox terbaru Anda sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/ Berselancar lebih cepat. Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk Yahoo! otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka browser. Dapatkan IE8 di sini! http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer "Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com"