Harusnya ada jawabannya pak, dengan menyelaraskan agama dan sains. Ini yg harus 
hati2

Sent from Warnet deket rumah

-----Original Message-----
From: ukat.suka...@eniindonesia.co.id
Date: Wed, 10 Mar 2010 06:59:22 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Cc: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] Plato Gamping Ayamaru, Papua dan Hunian Prasejarah
Mana yah yang lebih tua, manusia purba atau Nabi Adam?

Salam,
us






Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
03/10/2010 04:05 AM
Please respond to iagi-net

 
        To:     iagi-net@iagi.or.id
        cc: 
        Subject:        Re: [iagi-net-l] Plato Gamping Ayamaru, Papua dan 
Hunian Prasejarah


Pak Oki,
 
Terima kasih infonya; yang di Ayamaru jelas ada dan telah menjadi daerah 
penelitian paleoantropologist Juliette Pasveer yang publikasinya saya 
kutip (jurnal Modern Quaternary Research in SE Asia No. 17). Yang di Onin 
seperti yang Pak Oki sebutkan adalah sesuai dugaan saya sebab batugamping 
Kais sama-sama terangkat di wilayah itu sehingga wajar sekali menjadi gua 
kars yang pernah dihuni manusia purba, apalagi lokasinya di pantai yang 
sering menjadi area pertama migrasi manusia. Dua wilayah lain yang mesti 
dicurigai adalah gamping Kais di Misool (yang membentuk "geantiklin" 
Misool-Onin) dan Lengguru Belt. Info dari Pak Oki akan saya teruskan ke 
teman-teman saya para paleoantropologist.
 
salam,
Awang

--- Pada Sel, 9/3/10, oki musakti <geo_musa...@yahoo.com> menulis:


Dari: oki musakti <geo_musa...@yahoo.com>
Judul: Re: [iagi-net-l] Plato Gamping Ayamaru, Papua dan Hunian Prasejarah
Kepada: iagi-net@iagi.or.id
Tanggal: Selasa, 9 Maret, 2010, 11:01 PM


Pak Awang,
Waktu saya ikut naik rig di sumur Ubadari 2 (Jaman merumput di Arco dulu), 
pernah diceletuki oleh John Salo yang jadi ops geo (atau oleh co-man ya?)  
diajak untuk jalan-jalan ke pantai.
Katanya dekat-dekat situ ada gua prehistoric cave yang ada jejak-jejak 
manusia purba. 

Kemungkinan lokasi yang yang beliau maksud adal di dataran karst Onin, 
disebelah selatan sumur dan bukannya di Ayamaru.

Sayang, sampai ahir waktu saya di rig, tidak dapat kesempatan untuk kabur 
ke gua tersebut.

Salam
Oki



--- On Tue, 9/3/10, Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com> wrote:

From: Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>
Subject: [iagi-net-l] Plato Gamping Ayamaru, Papua dan Hunian Prasejarah
To: "Eksplorasi BPMIGAS" <eksplorasi_bpmi...@yahoogroups.com>, "Geo Unpad" 
<geo_un...@yahoogroups.com>, "IAGI" <iagi-net@iagi.or.id>, "Forum HAGI" 
<fo...@hagi.or.id>
Received: Tuesday, 9 March, 2010, 3:41 PM

Bekas-bekas hunian manusia prasejarah (purba) yang punya industri perkakas 
batu ditemukan di banyak tempat di Jawa, terutama di Pegunungan Sewu, 
Pacitan. Begitu banyaknya artefak berupa perkakas batu pernah ditemukan di 
sini, sehingga menghasilkan istilah-istilah tertentu seperti kebudayaan 
Pacitanian atau industri Kali Baksoko. Kali Baksoko adalah sebuah kali di 
wilayah ini tempat ditemukannya banyak artefak. 
 
Itu di Jawa, tempat paling banyak ditemukannya artefak perkakas batu. 
Kelihatannya saat bermigrasi dulu, para penghuni pertama negeri kita 
memilih Jawa sebagai pangkalan terakhirnya. Pemikiran ini disebabkan 
begitu banyaknya artefak ditemukan di Jawa, juga penemuan fosil-fosil 
tulang hominid atau manusia purba. Meskipun demikian, terdapat bukti bahwa 
beberapa generasi manusia purba ini kemudian dari Jawa bermigrasi ke timur 
ke Nusa Tenggara bahkan sampai Australia.
 
Bagaimana dengan penemuan-penemuan arkeologi di pulau paling timur 
Indonesia : Papua, jarang sekali terdengar berita-berita tentang itu. 
Padahal, bila situs-situs hunian manusia purba banyak terdapat di 
topografi kars berupa gua-gua batugamping, seperti di Gua Pawon, 
Padalarang dan banyak sekali situs-situs arkeologi di gua-gua di 
Pegunungan Sewu, Pacitan; maka Papua dari segi tutupan batuan 
batugampingnya adalah kawasan yang paling luas di Indonesia (lihat 
publikasi Sukamto, 2000 tentang geologi regional Indonesia).
 
Mengapa jarang terdengar penemuan arkeologi di Papua ? Ada dua kemungkinan 
: (1) manusia purba memang sedikit sekali bermigrasi ke Papua dan (2) 
penelitian arkeologi jarang sekali dilakukan di Papua. Saya yakin alasan 
nomor dualah yang paling mungkin sebagai penyebabnya. Mengapa ? Di Papua 
Nugini (Papua New Guinea, PNG)) dilaporkan penemuan beberapa situs hunian 
manusia purba, terutama di kawasan pantai utaranya. Ini artinya bahwa 
Papua (Indonesia) mestinya pernah dilewati manusia purba ini dalam 
migrasinya dan bisa saja sebagian dari mereka pernah menetap di gua-gua 
Papua yang banyak terdapat.
 
Penelitian-peneltian arkeologi untuk Papua, baik dilakukan oleh ahli-ahli 
nasional maupun dari mancanegara terbilang sangat sedikit bila 
dibandingkan penelitian-penelitian sejenis di area Indonesia Barat dan 
terutama Jawa. Misalnya, buku bagus, terbaru dan komprehensif tentang 
prasejarah Indonesia yang ditulis oleh ahli arkeologi terkenal Peter 
Bellwood (2000) ?diterjemahkan oleh PT Gramedia, hanya sedikit membahas 
prasejarah Papua; memang Belwood mengkhsuskan dirinya meneliti arkeologi 
Asia Tenggara dan terutama wilayah Indo-Malaya. 
 
Sebenarnya, aspek prasejarah Papua bisa sangat menarik sebab beberapa 
situs arkeologi telah ditemukan sampai ketinggian 4000 meter, yaitu di 
gua-gua gamping yang terdapat di Pegunungan Tengah Papua (Central Ranges 
of Papua) seperti dilaporkan oleh Hope dan Hope (1976 ? Man on Mt. Jaya, 
AA Balkema-Rotterdam). Tahun 1971-1973, Ekspedisi Australia-Indonesia 
untuk Gletsyer Carstenz di ketinggian 4000 meter pada tempat bernama 
Mapala Rockshelter menemukan tulang-tulang, artefak batu, abu dan 
cangkang-cangkang kerang. Saat ditera, artefak tersebut menghasilkan umur 
5440 tahun yang lalu (tyl). Hope dan Hope (1976) berdasarkan analisis 
palinologi di Ijomba Bog, masih di kawasan Pegunungan Tengah,  juga 
menyimpulkan bahwa pada 10.500 tyl, ada manusia purba di kawasan ini yang 
membuka hutan dengan membakarnya. Pembukaan hutan yang lebih tua dengan 
cara membakarnya juga ditemukan di Lembah Baliem yang sisa-sisanya 
menunjukkan umur 32.000 tyl (Haberle et al.,
1991 ? Biomass burning in Indonesia and PNG ?fossil record, jurnal 
Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology 171).
 
Situs arkeologi tertua di pulau Papua (termasuk PNG) masih dipegang oleh 
sebuah gua di pantai utara PNG di Semenanjung Huon dengan artefak-artefak 
yang ditemukannya berumur 40.000 tyl (Groube et al. 1986 -40,000 year 
human occupation site-PNG, Nature 324).
 
Sekarang kita lihat kawasan Papua paling barat yang sering disebut sebagai 
Kepala Burung. Penelitian terbaru dari ahli arkeologi Juliette Pasveer 
(2004 ?The Djief hunters : 26,000 years of rainforest exploitation on the 
Bird's Head of Papua, Modern Quaternary Research in SE Asia 17) menemukan 
hunian manusia purba berumur Plistosen-awal Holosen di kawasan kars 
batugamping Kais di Ayamaru. 
 
Kawasan topografi kars Ayamaru terbentuk sejak Pliosen setelah Sesar 
Sorong secara aktif mulai memengaruhi Cekungan Salawati pada Mio-Pliosen. 
Sesar besar ini telah menjungkirbalikkan Cekungan Salawati sedemikian rupa 
sehingga deposenter cekungan ini pindah dari sebelumnya di sebelah selatan 
menjadi di sebelah utara sampai barat (Satyana, 2001, Dynamic Response of 
the Salawati Basin, Eastern Indonesia to the Sorong Fault Tectonism : 
Example of Inter-Plate Deformation : Proceedings PIT IAGI ke- 30, p. 
288-291). Akibat pembalikan ini, maka secara isostatik bagian selatan 
(Misool) dan bagian timur (Ayamaru) cekungan terangkat, menyingkapkan 
batugamping Kais. Lalu kemudian, singkapan batugamping Kais di Misool dan 
Ayamaru mengalami pelapukan dan erosi menghasilkan kawasan topografi kars 
seperti terlihat sekarang. Pada Plistosen Atas manusia purba mulai 
bermigrasi ke Papua melalui dua jalan, dari sebelah barat (Halmahera) 
(Belwood et al., 1998) atau dari
sebelah selatan (Australia dan Aru) (Pasveer, 2007).
 
Plato Ayamaru, yang membentuk topografi kars (foto udaranya bisa dicek di 
google), terletak di bagian tengah Kepala Burung. Plato ini terangkat 
sampai saat ini ketinggiannya sekitar 350 meter di atas muka laut. Di 
dalam Plato Ayamaru terdapat tiga buah danau dangkal yang saling 
berhubungan. Satu danau terbentuk pada mid-Holosen, dua yang lain lebih 
tua lagi. Saat ini, penyebaran penduduk Ayamaru terkonsentrasi di sekitar 
ketiga danau ini. 
 
Situs arkeologi di Plato Ayamaru ditemukan di dua gua yang berkembang tak 
jauh dari ketiga danau itu. Kedua gua itu adalah Gua Kria dan Gua Toe yang 
terpisah sejauh 12 km. 
 
Gua Kria mempunyai sedimen setebal dua meter dengan stratigrafi yang tak 
terganggu deformasi. Pasveer (2004) membagi sedimen ini menjadi lima 
satuan hunian (occupation unit). Setiap satuan sedimen mengandung 
artefak-artefak berupa perkakas terbuat dari tulang dan batu, sisa-sisa 
hewan (terutama walabi hutan, di samping cangkang-cangkang moluska). 
Lapisan-lapisan itu dibedakan berdasarkan kuantitas artefak yang 
ditemukan. Umur lapisan-lapisan dari terbawah sampai teratas adalah 
sekitar 8000-1840 tyl. Di lapisan teratas sedikit ditemukan artefak dan 
sisa hewan, tetapi ditemukan bekas-bekas manusia yang dikubur. Tidak ada 
tanda-tanda bahwa penduduk Ayamaru masih menggunakan gua tersebut sebagai 
kuburan.
 
Gua Toe berisi sedimen setebal 140 cm yang oleh Pasveer (2004) dibagi 
menjadi dua satuan. Stratigrafi sedimen agak kompleks karena lantai gua 
miring dan terdapat bekas nendatan (slump) atau runtuhan. Satuan sedimen 
bawah berumur  paling tua 26.000 tyl (Plistosen) mengandung perkakas batu 
dan sisa hewan yang lebih memfosil dibandingkan satuan sedimen atas. 
Satuan sedimen atas yang umur paling mudanya sampai 3000 tyl mengangdung 
lebih banyak perkakas batu dan sisa-sisa hewan. Berdasarkan studi 
paleontologi dan zoologi, hewan Plistosen penghuni Gua Toe mestinya 
sejenis hewan yang saat ini hidup di ketinggian 1000 meter. Lalu mengapa 
mereka ditemukan di ketinggian yang jauh lebih rendah seperti Ayamaru (+ 
350 meter) ? 
 
Unit berumur Plistosen di Gua Toe ternyata menceritakan beberapa kisah 
menarik tentang perubahan iklim setelah the Last Glacial Maximum. Periode 
Last Glacial Maximum ini terjadi sekitar 26.000 tyl. Selama periode ini 
temperatur menurun drastis. Hewan-hewan yang biasa hidup di ketinggian 
+1000 m melakukan penyesuaian dengan cara menuruni lereng mencari tempat 
yang relatif lebih hangat, maka mereka turun sampai wilayah Ayamaru (+350 
m). Zone-zone vegetasi yang biasa ditemukan di kawasan lereng-puncak pun 
turun sampai kaki pegunungan. Temperatur menghangat kembali sekitar 
12.000-10.000 tyl dan telah menyerupai kondisi sekarang.
 
Demikian sedikit kisah prasejarah manusia purba di Papua dan Kepala Burung 
yang jumlah penelitiannya masih sangat langka. Ditunjukkan pula bagaimana 
geologi dan paleoklimatologi dapat membantu analisis kawasan hunian 
manusia prasejarah bersama spesies-spesies fauna dan flora yang sezaman. 
 
Hanya dua gua di Plato Ayamaru yang baru diselidiki prasejarahnya, padahal 
begitu banyak gua yang terbentuk di plato kars gamping ini. Kita pun sama 
sekali belum melihat kars topografi batugamping Kais di Pulau Misool dan 
Semenanjung Onin yang pada Mio-Pliosen kedua wilayah ini sama-sama 
terangkat sebagai kompensasi isostatik saat bagian utara Cekungan Salawati 
makin tenggelam.
 
Masih banyak sekali yang tersembunyi yang belum diketahui orang tentang 
Papua. Papua adalah paradise untuk penelitian, seperti kata Edward O. 
Wilson, ahli biologi terkenal, 
 
"Papua has lasted into the twenty-first century as largely a blank space 
on the map, and we will do well to treasure it for that."
 
Papua : sebuah tantangan !
 
Salam,
Awang 


      Terhubung langsung dengan banyak teman di blog dan situs pribadi 
Anda? Buat Pingbox terbaru Anda sekarang! http://id.messenger.yahoo.com/pingbox/


      


      Berselancar lebih cepat. Internet Explorer 8 yang dioptimalkan untuk 
Yahoo! otomatis membuka 2 halaman favorit Anda setiap kali Anda membuka 
browser. Dapatkan IE8 di sini! 
http://downloads.yahoo.com/id/internetexplorer


Kirim email ke