Bagaimana kalau paradigmenya kita balik. Alih-alih memperlakukan data, at least data dasar.sebagai suatu produk komoditi yang kita perdagangkan, kenapa tidak menganggapnya sebagai suatu alat produksi. Negara (ie. Migas, BP Migas) 'memodali' untuk mengambil data entah secara langsung (spec survey, Baruna Jaya) ataupun memakai modal dan tenaga para kontraktor dan pemegang konsesi (dalam kasus pemboran, field seismik dll).
Setelah itu lepas saja semuanya ke publik baik dalam maupun luar negeri. Jadi dari pusing memikirkan mana data yang BOLEH diambil, lebih baik buat daftar negatif data yang TIDAK BOLEH diambil misalnya karena alasan keamanan negara, commercial in confidence (misalnya tight hole) dan lainnya. Teorinya sih makin tersedia data, makin orang menginterpertasi dan bakal makin banyak kegiatan..... Mungkinkah itu terjadi ? --- On Thu, 8/7/10, Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com> wrote: From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com> Subject: Re: [iagi-net-l] Re: Subject: IHS Geologist detained and tortured by China's state security agents To: iagi-net@iagi.or.id Received: Thursday, 8 July, 2010, 2:09 AM Mencoba menjawab pertanyaan terakhir. TSA (Technical Service from Abroad ada juga Tech Service Assistant) bisa ada dua macam : - Mengundang expert dari luar, dan dikerjakan di DN. - Membawa sample (data) keluar NKRI utk keperluan analisa atau studi yg hanya bisa dikerjakan di luar NKRI. Misal alat analisanya hanya ada di LN. Jadi TSA tidak selalu datanya (barangnya) scara fisik keluar NKRI. Rdp On 07/07/2010, Shofiyuddin <shofiyud...@gmail.com> wrote: > Apa definisi DATA? > Apakah barang termasuk kategori DATA? > Kita sudah hidup didunia network yang global. Coy di Indonesia bisa akses > dengan gampang data di amrik sana hanya dengan sebuah pc (di holding > perusahaan yang sama), begitu juga sebaliknya. > kalo lalu lintas data di dalam company yang sama, apakah dikategorikan > menjual data? padahal kita tidak menjual. > > Apakah kalo sudah TSA, otomatis data bisa dikirim keluar? > > Shofi > >