Dengan Hormat,
Maaf, saya ikut nimbrung. Masalah IUP ini sangat penting bagi kita semuanya. Dengan harga komoditi mineral termasuk migas sekarang tinggi sekali, mahasiswa yang ingin masuk jurusan geologi berlimpah dan jurusan geologi sekarang sedang ngetop. Namun hal ini tidak akan berarti jika masalah Bima tidak ditangani secara serious oleh Pemerintah. Investor ingin kepastian hukum. Persoalan akan merembet ke migas dan geothermal jika tidak ditangani secepatnya. Sebaiknya IAGI ikut berperan. Kalau Bupati tidak salah dan telah mengerjakan sesuai yang diperintahkan dan mengikuti semua Standard Operating Procedure yang diberikan oleh Pemerintah, sebaiknya IAGI mengambil sikap tegas dan memberi rekomendasi kepada Pemerintah. Mungkin untuk ini perlu dibentuk Panitya kecil dan saya usulkan Pak Yanto yang mulai dengan gagasan Bima dan pernah jadi Ketua IAGI. Nantinya untuk mendapat dukungan, assosiasi lainnya bisa diajak. Salam, HL Ong From: Ismail [mailto:lia...@indo.net.id] Sent: Sunday, January 01, 2012 9:01 PM To: iagi-net@iagi.or.id Subject: Re: [iagi-net-l] Pernyataan pak Hatta Rajasa mengenai BIMA Makasih penjelasannya pak Arif , apa konversi ke IUP itu karena UU , sebab di UU semua kontrak dan perjanjian harus disesuaikan selambat lambatnya satu tahun set UU berlaku , apa semacam KK freeport dan semua KK dan PKP2B itu juga harus disesuikan sesuai amanat UU tsb . Biasanya disetiap UU baru maka kontrak yg ada dihormati sampai berakhir , lha kalau disini {UU minerba } kok Kontrak yg ada seb UU harus direvisi apa tidak terjadi "permasalahan " Kalau sdh dikeluarkan IUP yg sdh ribuan tsb apa ya masih ada wilayah yg bisa dipakai untuk Wilayah Pencadangan Nasional . Kalau WP yg akan ditetapkan itu basic apa ya apa per Pulau atau per wilayah { Provinsi misalnya } Ism Sent by Liamsi's Mobile Phone _____ From: "Arif Zardi Dahlius" <za...@bdg.centrin.net.id> Date: Sun, 1 Jan 2012 03:30:07 +0000 To: <iagi-net@iagi.or.id> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> Subject: Re: [iagi-net-l] Pernyataan pak Hatta Rajasa mengenai BIMA Pak Ismail... Dlm UU baru (4/2009) tdk mengenal istilah KP. Yg dikenal hanya IUP (Eksplorasi dan Produksi). Ribuan KP yg ada seblm UU 4/2009, paling lambat tgl 30 April 2010 harus di-konversi kan menjadi IUP seijin dan sepengetahuan pemerintah pusat (dlm hal ini Dirjend Minerba ESDM RI). Artinya KP-KP yg ada seblm UU 4/2009 setelah dikonversikan menjadi IUP, sah dan berlaku tanpa melihat WP/WPN/WPR. Konversi ini dilakukan pemilik KP, dengan mengurusnya dr Kab - Prop sampai ke Pusat. Di sisi lain, betul kata Bpk, sebelum ada pengesahan WP, WPN, WPR oleh Pemerintah dan DPR, dpt diartikan sekarang ini "moratorium" IUP yg baru. Artinya tidak ada IUP yg baru setelah 30 April, karena ketentuan WP/WPN/WPR blm ada. Gak tahu kapan adanya..:). Konon kabarnya, banyak Kepala Daerah yg membuat SK "back date" agar dia bisa menerbitkan IUP..:D Utk kasus Sape, Bima ini..(seperti telah dijelaskan Pak Daru)..PT SMN pemegang KP Penyelidikan Umum (2008) dan sesuai aturan sudah dikonversikan menjadi IUP Eksplorasi. Dan ini tentunya sepengetahuan Dirjend Minerba. Yg paling menarik dan kritis sebenarnya Dirjend Minerba sudah melakukan rekonsiliasi nasional tentang IUP dgn segala problematika nya dgn mengumumkan IUP yg clear n clean. Dari 11,000 an IUP yg ada di Republik ini, baru 3000-an IUP yg dinyatakan clear n clean pada Juni 2011. Bagi pemegang IUP yg blm clear n clean, dipersilakan mengajukan surat resmi menanyakan apa penyebabnya, dll dan surat resmi ditunggu paling lambat 30 Juli 2011 (cmiiw). Perlu dicatat juga, bukan hanya pemegang IUP yg mengajukan surat resmi, tp banyak juga Dinas Pertambangan Kab dan Propinsi yg mengajukan surat ke Dirjend Minerba, menanyakan IUP di daerah mereka yg belum dinyatakan clear n clean. Setelah itu dirjend Minerba, baik pernyataan resmi maupun tdk resmi, selalu menyatakan IUP yg dinyatakan clear n clean Gelombang ke-2 akan diumumkan Agustus, Oktober, November dan yg pasti sampai sekarang (1 Jan 2012) blm ada pengumumuan! What happened? (Pdhal pengumuman ini sangat ditunggu kalangan industri pertambangan) Demikian sedikit penjelasan saya... Salam, zardiR _____ From: "Ismail" <lia...@indo.net.id> Date: Sun, 1 Jan 2012 01:21:52 +0000 To: <iagi-net@iagi.or.id> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> Subject: Re: [iagi-net-l] Pernyataan pak Hatta Rajasa mengenai BIMA Mungkin yg banyak permasalahannya adalah IUP yg dikeluarkan seb ada UU thn 2009, karena kalau tdk salah set ada UU tsb harus ditentukan dulu WP nya kemudian WUP , WPR dan WPN baru IUP sesuai dg kewenangannya { mentri / gub / bupati }, sedangkan WP saja rasanya belum ditetapkan. Permasalahannya saat ini sdh terkapling kapling dg ribuan IUP yg sdh dikeluarkan sebelumnya , bagaimana nanti untuk menentukan WPN misalnya { Wilayah Pencadangan Negara. } Kalau semuanya sdh dikapling dan IUP sdh pada ditangan semuanya. bisa jadi konflik pertambangan akan semakin ramai lagi kalau tdk dilakukan sosialisasi sejak dini, Ism Sent by Liamsi's Mobile Phone _____ From: bamkart...@yahoo.com Date: Sat, 31 Dec 2011 11:08:42 +0000 To: <iagi-net@iagi.or.id> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> Subject: Re: [iagi-net-l] Pernyataan pak Hatta Rajasa mengenai BIMA P. Yanto RS, Sebenarnya kan bukan rahasia bahwa pada umumnya : kalau ada masalah yg tdk mengenakkan kalau bisa semua menghindar ttp kalau ada yg menguntungkan semua merasa. berjasa. Salam,BK. Sent from my BlackBerryR smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...! _____ From: "Yanto R.Sumantri" <yrs...@rad.net.id> Date: Fri, 30 Dec 2011 16:22:03 +0700 To: iagi-net<iagi-net@iagi.or.id> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> Subject: Re: [iagi-net-l] Pernyataan pak Hatta Rajasa mengenai BIMA Pak Arif Tks penjelasannya , saya sependapat bahwa rasanya tidak mungkin birokrasi diatas Bupati tidak mengetahui .Memang ada faktor lain dari kejadian Bima ini. Wassalam dan Selamat Tahun Baru 2012. si Abah On Fri, December 30, 2011 4:03 pm, Arif Zardi Dahlius wrote: > Pak Yanto ysh, > > Sesuai dengan peraturan perundangan yg berlaku, memang wewenang utk > mengeluarkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) sepanjang lokasi itu berada > dalam 1 wilayah Kabupaten, adalah Bupati. > > Tetapi, sebelum Bupati mengeluarkan ijin, beliau harus mendapatkan > rekomendasi teknis dari Pemerintah Pusat, dalam hal ini Dirjend Minerba > ESDM RI. > > Setelah IUP keluar, tidak serta merta pemegang IUP bisa langsung melakukan > kegiatan. Kalau IUP berada pada wilayah kehutanan (HL / HPT), maka > pemegang IUP harus mendapatkan ijin memasuki kawasan hutan, yg dikeluarkan > oleh Menteri Kehutanan RI, yg sebelumnya diawali dengan adanya Rekomendasi > Gubernur dan rencana kerja yg diketahui oleh Dirjend Minerba ESDM RI. > > Utk kasus sape (Bima), saya tdk yakin Bupati mengeluarkan ijin tanpa > sepengetahuan pemerintah pusat. Karena semua ijin yg dikeluarkan, di cc ke > Gubernur dan Menteri ESDM RI. > > Pokok persoalan adalah di sosialisasi (pendapat pribadi). > > Demikian penjelasan singkat saya, semoga menambah pemahaman kita. > > Happy new year 2012, new hope..new spirit. > > Salam, > > zardiR > > -----Original Message----- > From: "Yanto R.Sumantri" <yrs...@rad.net.id> > Date: Fri, 30 Dec 2011 15:45:48 > To: <senyum-...@yahoogroups.com> > Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id> > Cc: iagi-net<iagi-net@iagi.or.id>; <poverepertaminagr...@yahoogroups.com> > Subject: [iagi-net-l] Pernyataan pak Hatta Rajasa mengenai BIMA > > > > > Rekan > > Apakah benar Pemerintah Pusat sama sekali tidak > berperan dalam pemberian ijin ini ? > > yanto r sumantri > > > > Jakarta - Bupati Bima > Ferry Zulkarnain menerbitkan SK Nomor 188 Tahun 2010 tentang Izin > Pertambangan. SK inilah yang kemudian menyulut demontrasi bahkan > berakhir > ricuh di pelabuhan Sape, Bima beberapa waktu lalu. > > Warga dan > mahasiswa mendesak Bupati segera Bima segera mencabut SK tersebut. > Menurut Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Bupati Bima bisa langsung > mencabut SK yang sudah diterbitkannya tanpa harus menunggu keputusan > pemerintah pusat. > > "Yang mengeluarkan Bupati kok, dia > harus mencabut. Kalau mau dicabut ya yang mengeluarkan yang mencabut, > tidak ada aturan yang mengatakan pemerintah pusat mencabut itu," > ujar Hatta di kantor Presiden Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Jumat > (30/12/2011). > > Menurut Hatta, Bupati Bima Feey Zulkarnain tidak > boleh lepas tangan atas SK yang telah ia terbitkan yang menuai kontra > tersebut. Saat mengeluarkan SK, Ferry selaku kepada daerah juga tidak > pernah meminta persetujuan dari pemerintah pusat. > > "Tidak > boleh lepas tangan (Bupati Bima), harus dihandle. Dari mana pemerintah > pusat berwenang mencabut. Ketika dia memberikan itu kan tidak meminta > pertimbangan pemerintah pusat kan," terang Hatta. > > Ke > depan, ketua umum PAN ini berharap para kepala daerah untuk melakukan > koordinasi terlebih dahulu bila terkait kebijakan yang strategis. > Sehingga karut marut seperti SK Bupati Bima tidak perlu terjadi. > > "Intinya lebih baik kalau sesuatu itu dikoordinasikan, gubernur > ada koordinasi, tanpa harus menghilangkan esensi dari otonomi itu > sendiri. Tapi yang namanya kekayaan sumber daya alam, pengalaman > menunjukkan ada 6 ribu surat ijin yang bermasalah, tumpang tindih, itu > menunjukkan bahwa fungsi koordinasi semakin perlu," jelas Hatta. > > > (her/gun) > > > <style type="text/css">.sharemenu ul, > .sharemenu ul li { list-style: none outside none; }</style> > > > > -- > _______________________________________________ > Nganyerikeun hate > batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada > ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan. > > -- _______________________________________________ Nganyerikeun hate batur hirupna mo bisa campur, ngangeunahkeun hate jalma hirupna pada ngupama , Elmu tungtut dunya siar Ibadah kudu lakonan.