Oh iya ceritanya kurang 1 keledainya dinaiki Imran dan anaknya, terus diomeli 
orang karena tidak punya belas kasihan.... 
He he he , cerita lama jadi agak lupa. Tks
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: mohammadsyai...@gmail.com
Date: Sun, 26 Feb 2012 19:42:08 
To: <iagi-net@iagi.or.id><iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] Nasehat Imran pada anaknya...  Fwd: ARTIKEL KORAN PR

Om Amien,
Tampaknya cerita aslinya pakai keledai, jadi memang tidak muat dua orang. Kalo 
kuda, mungkin kuda poni ya, he..he..

Sent from my deep hart

On Feb 26, 2012, at 1:25 PM, amienwid...@yahoo.com wrote:

> Suatu hari Imran mengajak anaknya jalan jalan membawa kuda untuk mengenal 
> hiruk pikuknya kehidupan. 
> Mereka berjalan bersama sambil menuntun kudanya, masyarakat yang melihat 
> langsung nyeletuk "orang orang aneh, bawa kuda cuma dituntun"
> Imran kemudian menaiki kuda dan dituntun anaknya, masyarakat yang melihat 
> langsung nyeletuk "orang tua tak tahu diri"
> Imran meminta anaknya naik kuda, masyarakat yang melihat langsung nyeletuk 
> "anak tidak berbakti"
> Imran dan anaknya bersama sama mengangkat kuda, masyarakat yang melihat 
> langsung nyeletuk "orang gila, orang gila"
> Imran berkata pada anaknya "itulah kehidupan ", anaknya manggut2.
> 
> The show must go on
> Do the best 
> 
> 
> AW
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> From: andangbacht...@yahoo.com
> Date: Sun, 26 Feb 2012 05:40:01 +0000
> To: <iagi-net@iagi.or.id>
> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id>
> Subject: Re: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
> 
> Mas Avi, Al Hajj,
> Nyuwun sewu juga, mudah2an semakin memanjat usia kita semakin dimudahkan oleh 
> Gusti Allah untuk menyebarkan kata2 dan kalimat2 toyibah yg menenangkan, 
> terutama di "pergaulan ilmiah" seperti di IAGI-NET ini.
> 
> Bahkan menegur orang dg "Mangkanya jangan asal ngomong tapi dipikir dulu" pun 
> saya pikir agak mengkalutkan, bukan malah menenangkan. Karena kita tahu 
> persis teguran tsb ditujukan pada scientist peneliti yg sudah banyak pula 
> menuliskan pemikirannya di jurnal2 ilmiah baik di dalam maupun di luar negeri 
> yg insyaallah sudah dipikirkan betul dan ditimbang2 kalimat2 yg akan 
> dituliskannya.
> 
> Selain itu pernyataan bahwa saya dan Danny mungkin sdh tidak ada masalah 
> perut sehingga tertarik mempelajari Holocene sediment, nampaknya perlu 
> dikoreksi juga. Dalam riset2 sebagai sedimentologist saya juga harus sering 
> berhubungan dg sedimen 
> Kwarter - Holosen, spt delta Mahakam modern, Endapan Danau Toba, Delta 
> Cimanuk, Sungai Tamiang, dsb,... Selain itu Danny sbg earthquake geologist 
> otomatis juga berhubungan dg peristiwa2 (dan sedimen2) Holosen-lah. Jadi itu 
> semua adalah adalah masalah militansi riset, kepedulian, dan tentui saja 
> profesionalisme. Kalau kita mengkampanyekan dg benar riset2 spt yg kami 
> lakukan kepada anak2 geologi (yang baru lulus), insyaallah akan makin banyak 
> yang mau terjun terlibat dalam usaha2 mitigasi bencana. Dan selanjutnya akan 
> makin banyak sumberdaya alam yg telah ditemukan bisa lebih diefisienkan 
> penggunaannya untuk hidup berdampingan dg potensi bencana. 
> 
> Sebagian dari kita mungkin tidak terlalu beruntung bisa meluaskan wawasan 
> keilmuan di luar bidang profesi yg kita geluti. Tetapi tentunya itu tidak 
> membuat kita terus menutup diri dan menganggap kebenaran persepsi kita adalah 
> segalanya (kebenaran kita yg paling benar). Kalau kita tidak mengerti suatu 
> disiplin ilmu lain secara mendalam, marilah kita belajar menyimak dan 
> mendengarkan dengan baik, supaya bisa mendapatkan berkah hidayah pengetahuan 
> yg bermanfaat darinya. Kalau ingin bertanya dan beropini, marilah bertanya, 
> berdiskusi, beropini dengan sehat, sopan, santun dan menyenangkan.
> 
> Insyaallah semua jadi berkah, kalau kita bisa saling menyebarkan ukhuwah.
> 
> Salam Njagong (Reunian) juga, cak!!!
> 
> ADB
> 
> Note: mudah2an kawan2 admin milis ini (selain PTA, pak ketum RDP juga khan?) 
> bisa lebih aktif juga memoderasi diskusi suatu thread shg lebih banyak 
> manfaat yg bisa diambil drpd sekedar saling berbalas melontar pernyataan yg 
> tdk essensial...
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> From: rakhmadi.avia...@gmail.com
> Date: Sun, 26 Feb 2012 04:46:03 +0000
> To: <iagi-net@iagi.or.id>
> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id>
> Subject: Re: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
> 
> Mangkanya jangan asal ngomong tapi dipikir dulu kalo memang nulis lewat desk 
> top dibaca lagi, karena topik anda ini menurut saya agak antagonis dari main 
> stream science. Saya kira anda dan ADB tidak ada masalah perut mungkin tapi 
> buat adik2 yg belum lulus dan akan lulus tentu mrk lebih senang mempelajari 
> yg bisa menghasilkan uang banyak jadi wajar kalo mereka tidak terarik dg 
> holocene sedimen
> 
> Avi 0666
> Lagi jagong
> Powered by Telkomsel BlackBerry®
> From: "Danny Hilman Natawidjaja" <danny.hil...@gmail.com>
> Date: Sun, 26 Feb 2012 11:35:25 +0700
> To: <iagi-net@iagi.or.id>
> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id>
> Subject: RE: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
> 
> Mohon tidak dicampur-adukan dengan Kualitas Lulusan Pak.
> Yang saya ulas hanya tentang pengembangan/pendidikan bidang geologi yang 
> mempelajari proses dan bentang alam muda/sekarang (Kuarter – Resen), termasuk 
> Geologi Kuarter, patahan aktif, gunung api, kebencanaan, dan arkeo-geologi.  
> Senada dengan apa yang dikemukakan olek Pak Zaim ttg kurangnya minat 
> mahasiswa di bidang yang beliau ajarkan.
> Silahkan teman-teman dosen yang lebih punya pengetahuan tentang masalah ini 
> berkontribusi, supaya berimbang wacana-nya.
>  
> Sejalan dengan wacana ini, alangkah baiknya melihat “the big picture” dibalik 
> masalah ‘piramida’ , tidak terlalu di‘cupat’kan ( J maap… nebeng istilah ADB).
>  
> Salam
> DHN
>  
> Catatan:
> Sekedar sharing pengalaman, ketika diawal-awal saya belajar earthquake 
> geology untuk S3, tidak mudah bagi saya untuk melihat proses geologi dibalik 
> bentang alam yang kita lihat karena sebelumnya sudah demikian terbiasa dengan 
> ‘pengajaran geologi singkapan’.  Dalam setiap fieldtrip di masa kuliahnya, 
> saya ‘dipaksa’ untuk menjelaskan setiap benjolan dan lekukan yang ada di 
> bentang alam.  Dan itu tidak mudah kalau belum terlatih. Sampai sekarang pun 
> terus terang bagi saya masih tidak mudah karena dalam satu decade terakhir 
> lebih banyak waktu dihabiskan untuk memelototi geologi-koral-mikroatol di 
> Mentawai, jadi masih harus banyak belajar lagi J.  Sebelum gempa Chi-Chi di 
> Taiwan tahun 1999 itu, para ahli geologi di sana sangat sukar menerima 
> keberadaan jalur patahan aktif kalau ‘hanya’ berdasarkan analisis morpho 
> tektonik.  Dalam konsep mereka, jalur patahan hanya bisa dibuktikan kalau ada 
> zona sesar yang terlihat dalam singkapan…  Sekarang tentunya tidak lagi…
>  
>  
> From: miko [mailto:m...@cbn.net.id] 
> Sent: Sunday, February 26, 2012 10:38 AM
> To: iagi-net@iagi.or.id
> Subject: Re: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
>  
> Pak Danny,
> 
> Semoga dosen-dosen geologi dasar, geologi struktur, geomorfologi dll, 
> khususnya di lingkungan ITB tidak membaca judgement /penilaian Anda tentang 
> kualitas para lulusannya.
> 
> Kata-kata celoteh, bungkam, lack of knowledge, dll. rasanya kurang pantas 
> ditujukan kepada mereka yang telah digembleng oleh Prof. Katili, Prof 
> Sukendar, Prof Koesoema, Prof.Sampurno, Prof Tjia Hong Djin, Prof Sartono, 
> Prof Zaim, dll. Semoga lain kali lebih bijak ya Pak,
> 
> Salam prihatin,
> 
> Mang Okim
> 
> From: "Danny Hilman Natawidjaja" <danny.hil...@gmail.com>
> Date: Sun, 26 Feb 2012 09:52:49 +0700
> To: <iagi-net@iagi.or.id>
> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id>
> Subject: RE: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
>  
> Artikel yang sangat menarik dan bagus.
> Konsep yang diketengahkan olek Pak Zaim dalam artikel ini juga menjadi konsep 
> dasar yang kami terapkan, plus hipotesis bahwa perkembangan peradaban 
> termasuk IPTEK, khususnya sejak masa pra-sejarah, itu tidak  kontinyu tapi 
> terputus atau dapat ter-reset oleh bencana katastrofis.  Demikian juga konsep 
> IPTEK (macam, prinsip, teknik) di masa lalu tidak harus sama dengan yang kita 
> kenal sekarang.  Pak Zaim menguraikan proses alam pada masa sejarah yang 
> didominasi oleh susut laut – turunnya muka airlaut, sehingga banyak wilayah 
> yang terkena dampak sedimentasi dan pendangkalan.  Ini benar karena dari 
> Mid-Holocene sampai kurang lebih 100 tahun lalu muka airlaut global turun 
> sekitar 2-3 meter.  Sebaliknya, dari 20.000 tahun (puncak Zaman Es) sampai 
> Mid-Holocene, muka air laut naik 130 meter.  Jadi tentu banyak peradaban yang 
> ‘terendam’.   Interaksi dari perubahan muka airlaut yang drastis, yang banyak 
> diduga juga berkaitan dengan kejadian bencana katastropik seperti letusan 
> gunung api, dengan perkembangan peradaban manusia ini belum banyak 
> dieksplorasi.  Kami menduga kuat ada “ketidakselaran” budaya yang besar yang 
> memisahkan Jaman Sejarah dan Pra Sejarah; bahkan dari Jaman Kerajaan ke Jaman 
> kita sekarang pun kelihatannya ‘tidak selaras’.  Jangan-jangan ini salah satu 
> penyebab budaya kita sekarang jadi ‘kurang waras’  J (bercanda).
>  
> Salah satu alasan utama kenapa penelitian arkeo-geologi yang sudah dirintis 
> oleh Alm. Pak Sartono, kemudian Pak Sampoerno, kemudian juga diteruskan oleh 
> Pak Zaim ini kurang/tidak berkembang adalah karena ilmu geologi Kuarter 
> Indonesia tidak berkembang.  Ahli geologi kita umumnya mendapatpengajaran dan 
> training untuk ‘membaca’ sejarah geologi dari masa pra-manusia 
> (jutaan-puluhan juta tahun lalu) yang ter-rekam pada lapisan bebatuan, baik 
> pada singkapan ataupun pada data bor, karena tujuannya untuk eksplorasi 
> tambang.  Tapi kita umumnya tidak terlatih untuk membaca proses dan sejarah 
> geologi dari BENTANG ALAM yang kita lihat disekitar kita sekarang.  
> Geologiawan Indonesia umumnya akan pandai berceloteh kalau ketemu singkapan, 
> tapi akan bungkam kalau disuruh mengidentifikasi  mana teras-teras sungai 
> mana tebing patahan aktif, mana alluvial mana collovial, dlsb;  dan bagaimana 
> proses geologi yang membentuk bentang alam ‘destruktif’ dan ‘konstruktif’ 
> yang terlihat sekarang.  Belum lagi tentang proses-proses gunung api 
> Kuarter-Holosen dan produk-produknya.  “Alot’nya membahas ‘masalah piramid’ 
> tidak terlepas dari “lack of knowledge” kita dibidang ini.  Mudah-mudahan 
> ‘isue piramid’ dapat memberikan angin segar kepada bidang yang dianggap 
> kering ini, sehingga  nyanyian orang yang berkiprah di bidang ini tidak lagi 
> terlalu serak tapi menjadi serak-serak basah sehingga merdu.
>  
> Selamat berakhir pekan.
> DHN
>  
>  
>  
> From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com] 
> Sent: Saturday, February 25, 2012 11:04 PM
> To: IAGI
> Subject: [iagi-net-l] Fwd: ARTIKEL KORAN PR
>  
> Fyi,
> 
> ---------- Forwarded message ----------
> From:
> Date: Sunday, February 26, 2012
> Subject: ARTIKEL KORAN PR
> To: rovi...@gmail.com
> Cc: z...@gc.itb.ac.id
> 
> 
> Ass.w.w.,
> Pak Rovicky,
> Maaf saya pakai Japri karena kalau pakai jalur IAGI tidak bisa kirim file.
> Terlampir dalam attach file saya kirim tulisan saya di Koran Harian
> Pikiran Rakyat yang terbit di tahun 1997. Tulisan tersebut saya temukan
> tidak sengaja ketika beres2 dan bongkar2 berkas saya yang berantakan di
> kantor. Saya kirim copy artikel ini sekedar untuk diketahui bahwa saya
> sudah lama mencoba memasyarakatkan Geologi untuk bidang Budaya
> (baca:arkeologi). Telah lama sebenarnya saya di bawah dan bersama Almarhum
> Prof. Sartono mengembangkan Geologi Kuarter dan Geoarkeologi di ITB dan
> Indonesia. Dari sekian upaya kami, salah satunya adalah melalui tulisan
> populer di koran yaitu Pikiran Rakyat.
> Sekedar bacaan Akhir Pekan.
> Wslm,
> Zaim
> 
> 
> -- 
> "Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"

Kirim email ke