Betul Pak Franc, Rata-rata satu barrel oil equivalent itu mengandung energy sebanyak 5.900 MJ. Solar (photovoltaic) panel rata-rata sudah memiliki efisiensi diatas 10%, tapi untuk mempermudah kita pakai saja efisiensi 10%. Dengan effisiensi segitu, dan rata-rata irradiasi surya di permukaan Bumi Indonesia ~4.5 kWh/m2 per hari, artinya solar panel tsb dapat menghasilkan 1.62 MJ/m2 per hari. Dengan kata lain, 1 m2 solar panel membutuhkan 3642 hari untuk mengumpulkan jumlah energi yang setara dengan 1 barrel minyak. Atau 100 m2 solar panel (10x10m) membutuhkan 36,42 hari. atau 10.000 m2 (100x100m) panel membutuhkan 0.3642 hari, atau seharinya bisa setara dengan ~ 2,5 boe.
Cukup banyak solar cell yang dibutuhkan untuk menyaingi 1 barrel oil, tapi perlu juga diingat bahwa 1 barrel oil itu juga membutuhkan energi untuk berhasil ditemukan, kemudian diangkat ke permukaan, transportasi, refinery, penyimpanan, dsb. Dan ini belum dimasukkan dalam perhitungan diatas. The bottom line adalah dari segi cost, tentunya oil masih belum bisa disaingi, masih jauh lebih murah dibandingkan solar cell (photovoltaic). Kalau sudah lebih mahal pasti sudah banyak yang beralih. Kunci dari pemanfaatan energi non fossil-fuel adalah energy mix dan energy storage. Pemanfaatan energi surya, baik secara langsung dengan solar cell ataupun secara tidak langsung tapi masih turunan dari energi surya seperti angin, siklus air (potensial dari ketinggian, aliran, ombak, arus, dsb), semuanya memiliki kelemahan yang sama: intensitas yang tidak konstan. Lain halnya dengan energi yang non-surya: geothermal dan nuklir. Oleh karena itu energi mix sangat diperlukan untuk dapat saling mengisi sehingga saat yang satu merendah yang lain dapat menutupi kekurangannya. Energy storage juga penting untuk menyiasati saat supply berkurang, dan juga saat jumlah supply melebihi demand sehingga tidak ada energi yang terbuang sia-sia. Storage kimiawi cenderung mahal dan belum ada yang memiliki kapasitas besar untuk power-grid scale. Tapi masih ada form penyimpanan lain yang masih bisa dilihat, salah satunya dalam bentuk energy potensial air, lainnya dalam bentuk thermal storage, dsb. Penyimpanan dalam bentuk energi potensial air sudah banyak dilakukan sebagai bentuk large-scale energy storage untuk kebutuhan grid. Konsepnya juga cukup sederhana: pada saat off-peak listrik yang berlebihan digunakan untuk memompa air kembali keatas bendungan, air yang dipompa keatas kembali memiliki energi potensial yang dapat digunakan kembali untuk menggerakan turbin air pada saat peak-hours. http://en.wikipedia.org/wiki/Pumped-storage_hydroelectricity Cara seperti ini memang memiliki energy losses dari efisiensi pompa dan turbin, tapi ini juga sama halnya dengan storage kimiawi yang memiliki losses pada charging dan discharging. Salam, WHY - masih geologist - ________________________________ From: Franciscus B Sinartio <fbsinar...@yahoo.com> To: "iagi-net@iagi.or.id" <iagi-net@iagi.or.id> Sent: Saturday, March 10, 2012 3:21 AM Subject: Re: [iagi-net-l] hydrogen sebagai sumber energy Re: Bls: Re: [iagi-net-l] Diskisi migas di Metro Pak WHY, Solar energy memang top, tapi tidak bisa dapat energy sepanjang hari (kecuali kalau dipasang di luar angkasa). dan yang paling penting adalah untuk mengganti 1 barrel minyak diperlukan area yang cukup luas untuk solar cell nya (pernah lihat artikel yang kasih angka2 ini tetapi lupa lihat dimana). jadi untuk membuat jakarta terang benderang pada malam hari saja perlu solar cell yang luas sekali. jauh lebih luas dari Jakarta. energy itu dipakai terus. jadi energy persatuan waktu nya memerlukan solar cell yang luas sekali permukaannya. dan seperti kata Pak Koesoema, penyimpanan energy chemical kayak aki belum efisien dan kapasitas nya masih kecil. jadi ide penggabungan ini sudah lama dibicarakan dimana mana. saya sendiri sudah posting berkali kali di milis kita ini. ide penggabungan ini adalah membuat hydrogen waktu masih ada sinar matahari, atau waktu anginnya cukup kencang, atau waktu ombaknya masih bergerak. hydrogen ini jadi penyimpan energy potential dan bisa lebih mudah di transportasikan. jadi hydrogen ini juga bisa membantu penyaluran tenaga hydrothermal yang susah ditransportasikan. sebenarnya ini yang mungkin bisa besar penambahan energynya terhadap kebutuhan manusia, tetapi energy loss nya akan besar sekali, (soalnya pertama membuat energy listrik, lalu energy listriknya dipakai untuk membuat Hydrogen nya lalu hydrogennya disimpan dan lalu ditransport ke tempat yang akan memakai energy hydrogen ini). Siklus pembuatan energy hidrogen ini memang seperti yang saya sebutkan diatas apapun sumber energy nya. yah, daripada energy geothermal nya tidak dipakai. ijinkan saya mengulang lagi apa yang kita bahas diatas. mari kita rangkum daftar challenges dari penyediaan sumber energy yang besar : 1. Penyimpan energy (energy bank) belum efisien dan tidak bisa menyimpan dalam jumlah besar. 2. transportasi energy listrik masih dibatasi dengan diperlukan nya kabel dengan loss yang cukup besar (sampai sekarang masih banyak penelitian mengenai ini) 3. Sumber energy alternative itu umumnya intermittent. 4. Energy yang dihasilkan oleh 1 barrel minyak itu equivalent dengan jumlah yang besar sekali dari sumber energy lainnya (kecuali nuklir). nah keempat challenges ini bisa dijawab dengan membuat tetes2 hydrogen disimpan disuatu tanki yang aman, dan bisa ditransportasikan ketempat lain kalau jumlahnya sudah cukup untuk menghasilkan energy listrik yang diperlukan. sekedar tambahan, kalau tidak salah pernah diposting di milis IAGI,tentang riset menghasilkan energy di angkasa luar dan mengirimkannya ke bumi, lewat alat komunikasi. fbs, catatan: kalau tidak salah pesawat ulang alik pakai energy hydrogen untuk mendorong roket dan pesawat nya ke angkasa luar. ________________________________ From: Wayan Heru Young <londob...@yahoo.com> To: "iagi-net@iagi.or.id" <iagi-net@iagi.or.id> Sent: Friday, March 9, 2012 10:28 PM Subject: Re: [iagi-net-l] hydrogen sebagai sumber energy Re: Bls: Re: [iagi-net-l] Diskisi migas di Metro Saya sempat membaca artikel menarik dari pemuja matahari (bukan dalam arti agama atau kepercayaan), mengenai fosil fuel yang dikatakan sama dengan "ancient sunlight", yaitu energi matahari yang diolah di Bumi (flora-fauna), yang kemudian tertimbun dan perlahan menjadi bahan bakar fosil. Dapat dibayangkan betapa tidak effisiennya proses tersebut, dari begitu besarnya energi matahari yang sampai di Bumi, hanya sebagian kecil sekali yang dapat diolah dengan fotosintesa, dan dari itu hanya sebagian kecil yang tertimbun dengan kriteria yang tepat, dan dari yang tertimbun itu juga sebagian kecil saja yang mendapatkan kondisi (P-T) yang tepat untuk mencapai maturasi, dan seterusnya sepanjang perjalanan energi itu hingga menjadi bahan bakar minyak atau batubara sebagai bentuk dari energy storagenya. Orang-orang solar-power-minded tersebut mengatakan alangkah baiknya jika kita memotong jalur yang sangat rumit, panjang (ratusan juta tahun..) dan highly inefficient itu dan langsung mengubah energi surya menjadi energi listrik yang kita butuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Rata-rata solar cell yang sudah dijual komersil memiliki efisiensi diatas 10% dan ini sudah jauh lebih efisien dibandingkan "ancient sunlight" yang tersimpan di fosil fuel. Rata-rata fotosintesis hanya dapat mengubah 2% dari energi surya, belum lagi menghitung energy-losses selama prosesnya untuk menjadi fosil fuel. Sumber aslinya saya tidak ketemu, tapi ada yang ini yang cukup mirip konsepnya: http://www.scienceminusdetails.com/2011/02/why-fire-is-cool-entry-4-ancient-energy.html Dalam artikel yang lain di sumber yang lain pula (http://www.kajul.org/welcomeEN.php) membagi energi dari asal muasalnya: - Solar Radiation derived (solar, wind, hydro, bio, all fosil fuels) - non solar radiation derived (nuclear & geothermal) Di website tersebut saya juga baru tau istilah baru: burnivore. Setelah vegetasi, herbivore, carnivore, dan omnivore, muncul jenis baru: burnivore. <quote> Burnivore: Same as Omnivores; with the difference that the burnivore uses 10 up to 1 million times more energy than its own body is able to use. The Burnivore accesses an energy flow through a process of burning all kinds of Chemical Energy (Wood, Coal, Oil, Gas) to release Heat Energy and sometimes a tiny bit of Light. Heat is used to cook food to make it easier to digest; and to expand air or gas to create kinetic energy to propel a bike, car, truck, boat, airplane or rocket forward to transport either itself or goods which it thinks are needed to improve its quality of life. <unquote> Dan karena pengetahuan bakar-membakarnya sudah tingkat tinggi dan "addicted to burning things" (dan juga investasi yang sudah ditanam di budaya membakar tersebut sudah sangat banyak), sering kali mereka memilih alternatif dari fosil fuel yang malah kurang tepat, maunya tetap mencari bahan lain yang bisa dibakar, seperti bio-fuel contohnya yang tidak mengurangi pembakaran malah justru menambah masalah dengan membuka lahan baru dan persaingan dengan bahan pangan. ========================================================================================= Saatnya geologist oil&gas cari perkerjaan baru? Sepertinya tidak! Masih banyak sekali kebutuhan manusia akan oil n gas. Pertama, pengalihan sumber energi masih akan membutuhkan masa transisi yang cukup lama (bayangkan untuk menunggu sekian banyaknya mobil bensin perlahan-lahan habis tergantikan dengan mobil listrik). Kemudian bahkan Setelah semua teralihkan ke energi lainpun minyakbumi masih akan tetap dibutuhkan di dunia: secara terbatas untuk bahan bakar pada keperluan khusus, dan secara tak terbatas (limitless) pada industri petrochemical untuk membuat berbagai macam senyawa penting seperti plastik, polycarbon, dst yang sangat penting untuk kehidupan manusia modern seperti peralatan, kendaraan, kosmetik, dst..dst.. (look it up in google: "Oil is too Valuable to Burn" ) Salam, WHY ________________________________ From: "koeso...@melsa.net.id" <koeso...@melsa.net.id> To: iagi-net@iagi.or.id Sent: Friday, March 9, 2012 3:59 PM Subject: Re: [iagi-net-l] hydrogen sebagai sumber energy Re: Bls: Re: [iagi-net-l] Diskisi migas di Metro Itulah pembicaraan mengenai energi alternatif itu biasanya tdk bisa membedakan sumber energi dan penyimpan energi (energy storage). Fuel cell disebut sebagai energy source, padahal Hidrogen itu tdk didapatkan di alam, tetapi harus dibuat, dan untuk pembuatannya perlu diinputkan energi berupa listrik untuk electrolysis ini, jadi sumber energi listrik ini dari mana? Dari solar cell kah, dari hydro-electric plant, dari geothermal?, bahkan dari PLTU (dg batubara sebagai sumber) atau PLTD (dg minyakbumi)? Jadi selalu kita harus bertanya: sumber energinya dari mana? RPK Powered by Telkomsel BlackBerry® ________________________________ From: Eko Prasetyo <strivea...@gmail.com> Date: Fri, 9 Mar 2012 15:40:00 +0800 To: <iagi-net@iagi.or.id> ReplyTo: <iagi-net@iagi.or.id> Subject: Re: [iagi-net-l] hydrogen sebagai sumber energy Re: Bls: Re: [iagi-net-l] Diskisi migas di Metro http://www.spiritofmaat.com/archive/watercar/h20car2.htm Fuel Cells: This method uses oxygen from the atmosphere to complete the burning of the hydrogen in the fuel cell. What comes out of the tail pipe is oxygen and water vapor, but the oxygen originally came from the atmosphere, not from the fuel. And so the use of fuel cells neither takes away nor contributes to the oxygen content of the air. Hydrogen: This fuel is complete in itself. It does not need oxygen from the atmosphere to burn, which is an improvement over fossil fuels in saving the oxygen in our air supply. In fact, when hydrogen burns perfectly, nothing at all comes out of the tail pipe. If salt and metal alloy are used to create hydrogen, then there will be residues of that in the exhaust, but hydrogen fuel does not contribute oxygen to the atmosphere. Brown's gas: This is the most perfect fuel of all for running our vehicles. Like pure hydrogen, it is made from water, i.e., hydrogen and oxygen, but it burns in the combustion engine so that, depending on the setup, it may actually release oxygen into the atmosphere. In that case, what comes out of the tail pipe is oxygen and water vapor, just as with fuel cells; but the oxygen comes from the water that's being used to create the Brown's gas fuel. So burning Brown's gas as fuel can add oxygen to the air and thus increase the oxygen content of our atmosphere.