Pasangan Jokowi - Ahok benar2 mendobrak mainstream Pilkada DKI tahun ini.

Tahukah iagi-netters bahwa ternyata Ahok adalah seorang geologist?

Berikut sekilas tentang beliau


------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Nama : Ir Basuki Tjahaja Purnama, MM
Tempat lahir : Manggar, Belitung Timur
Tanggal lahir : 29 Juni 1966
Agama : Kristen Protestan
Nama Istri : Veronica, ST
Nama anak pertama : Nicholas
Nama anak kedua : Nathania
Nama anak ketiga : Daud Albeenner
Nama bapak : Indra Tjahaja Purnama (Alm)
Nama ibu : Buniarti Ningsih

*PERJALANAN AWAL*

Basuki T Purnama  (BTP) yang akrab dipanggil Ahok lahir di Gantung, desa
Laskar Pelangi, Belitung Timur.

Ia melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMU) dan perguruan tinggi di Jakarta
dengan memilih Fakultas Teknologi Mineral jurusan Teknik Geologi
Universitas Trisakti.

Setelah menamatkan pendidikannya dan mendapat gelar Sarjana Teknik Geologi
(Insiyur geologi) pada tahun 1989, Basuki pulang kampung–menetap di
Belitung dan mendirikan perusahaan CV Panda yang bergerak dibidang
kontraktor pertambangan PT Timah.

Menggeluti dunia kontraktor selama dua tahun, Basuki menyadari betul hal
ini tidak akan mampu mewujudkan visi pembangunan yang ia miliki, karena
untuk menjadi pengelolah mineral selain diperlukan modal (investor) juga
dibutuhkan manajemen yang profesional.

Untuk itu Basuki memutuskan kuliah S-2 dan mengambil bidang manajemen
keuangan di Sekolah Tinggi Manajemen Prasetiya Mulya Jakarta. Mendapat
gelar Master in Bussiness Administrasi (MBA) atau Magister Manajemen (MM)
membawa Basuki diterima kerja di PT Simaxindo Primadaya di Jakarta, yaitu
perusahaan yang bergerak dibidang kontraktor pembangunan pembangkit listrik
sebagai staf direksi bidang analisa biaya dan keuangan proyek. Karena ingin
konsentrasi pekerjaan di Belitung, pada tahun 1995 Basuki memutuskan untuk
berhenti bekerja dan pulang ke kampung halamannya.

Perlu diketahui, tahun 1992 Basuki mendirikan PT Nurindra Ekapersada
sebagai persiapan membangun pabrik Gravel Pack Sand (GPS) pada tahun 1995.
Bagi Basuki, pabrik yang berlokasi di Dusun Burung Mandi, Desa mengkubang,
Kecamatan Manggar, Belitung Timur ini diharapkan dapat menjadi proyek
percontohan bagaimana mensejahterakan stakeholder (pemegang saham,
karyawan, dan rakyat) dan juga diharapkan dapat memberikan konstribusi bagi
Pendapatan Asli Daerah Belitung Timur dengan memberdayakan sumber daya
mineral yang terbatas. Di sisi lain diyakini PT Nurindra Ekapersada
memikili visi untuk menghasilkan sumber daya manusia yang tangguh.

Berangkat dari visi seperti itulah pada tahun 1994, Basuki didukung oleh
seorang tokoh pejuang kemerdekaan Bapak alm Wasidewo untuk memulai
pembangunan pabrik pengolahan pasir kwarsa pertama di Pulau Belitung dengan
memamfaatkan teknologi Amerika dan Jerman. Pembangunan pabrik ini
diharapkan juga memberikan harapan besar menjadi cikal bakal tumbuhnya
suatu kawasan industri dan pelabuhan samudra dengan nama KIAK (Kawasan
Industri Air Kelik).

*KIPRAH POLITIK *

Sebagai pengusaha di tahun 1995 ia mengalami sendiri pahitnya berhadapan
dengan  politik dan birokrasi yang korup. Pabriknya ditutup karena ia
melawan kesewenang-wenangan pejabat. Sempat terpikir olehnya untuk hijrah
dari Indonesia ke luar negeri, tetapi keinginan itu ditolak oleh sang ayah
yang mengatakan bahwa satu hari rakyat akan memilih Ahok untuk
memperjuangkan nasib mereka.

Dikenal sebagai keluarga yang dermawan di kampungnya, sang ayah yang
dikenal dengan nama Kim Nam, memberikan ilustrasi kepada Ahok. Jika
seseorang ingin membagikan uang 1 milyar kepada rakyat masing-masing 500
ribu rupiah, ini hanya akan cukup dibagi untuk  2000 orang. Tetapi jika
uang tersebut digunakan untuk berpolitik, bayangkan jumlah uang di APBD
yang bisa dikuasai untuk kepentingan rakyat. APBD kabupaten Belitung Timur
saja mencapai 200 milyar di tahun 2005.

Bermodal keyakinan bahwa orang miskin jangan lawan orang kaya dan orang
kaya jangan lawan pejabat (Kong Hu Cu), keinginan untuk membantu rakyat
kecil di kampungnya, dan juga kefrustasian yang mendalam terhadap
kesemena-menaan pejabat yang ia alami sendiri, Ahok memutuskan untuk masuk
ke politik di tahun 2003.

Pertama-tama ia bergabung dibawah bendera Partai Perhimpunan Indonesia Baru
(PPIB) yang saat itu dipimpin oleh Dr. Sjahrir. Pada pemilu 2004 ia
mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Dengan keuangan yang sangat
terbatas dan model kampanye yang lain dari yang lain, yaitu menolak
memberikan uang kepada rakyat,  ia terpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten
Belitung Timur periode 2004-2009.

Selama di DPRD ia berhasil menunjukan integritasnya dengan menolak ikut
dalam praktik KKN, menolak mengambil uang SPPD fiktif, dan menjadi dikenal
masyarakat karena ia satu-satunya anggota DPRD yang berani secara langsung
dan sering bertemu dengan masyarakat untuk mendengar keluhan mereka
sementara anggota DPRD lain lebih sering “mangkir”.

Setelah 7 bulan menjadi DPRD, muncul banyak dukungan dari rakyat yang
mendorong Ahok menjadi bupati. Maju sebagai calon Bupati Belitung Timur di
tahun 2005, Ahok mempertahankan cara kampanyenya, yaitu dengan mengajar dan
melayani langsung rakyat dengan memberikan nomor telfon genggamnya yang
juga adalah nomor yang dipakai untuk berkomunikasi dengan keluarganya.
Dengan cara ini ia mampu mengerti dan merasakan langsung situasi dan
kebutuhan rakyat. Dengan cara kampanye yang tidak “tradisional” ini, yaitu
tanpa politik uang, ia secara mengejutkan berhasil mengantongi suara 37,13
persen dan menjadi Bupati Belitung Timur periode 2005-2010. Padahal
Belitung Timur dikenal sebagai daerah basis Masyumi, yang juga adalah
kampung dari Yusril Ihza Mahendra.

Bermodalkan pengalamannya sebagai pengusaha dan juga anggota DPRD yang
mengerti betul sistem keuangan dan budaya birokrasi yang ada, dalam waktu
singkat sebagai Bupati ia mampu melaksanakan pelayanan kesehatan gratis,
sekolah gratis sampai tingkat SMA, pengaspalan jalan sampai ke
pelosok-pelosok daerah, dan perbaikan pelayanan publik lainya. Prinsipnya
sederhana: jika kepala lurus, bawahan tidak berani tidak lurus. Selama
menjadi bupati ia dikenal sebagai sosok yang anti sogokan baik di kalangan
lawan politik, pengusaha, maupun rakyat kecil. Ia memotong semua biaya
pembangunan yang melibatkan kontraktor sampai 20 persen.  Dengan demikian
ia memiliki banyak kelebihan anggaran untuk memperbaiki kesejahteraan
masyarakat.

Kesuksesan ini terdengar ke seluruh Bangka Belitung dan mulailah muncul
suara-suara untuk mendorong Ahok maju sebagai Gubernur di tahun 2007.
Kesuksesannya di Belitung Timur tercermin dalam pemilihan Gubernur Babel
ketika 63 persen pemilih di Belitung Timur memilih Ahok. Namun sayang,
karena banyaknya manipulasi dalam proses pemungutan dan penghitungan suara,
ia gagal menjadi Gubernur Babel.

Dalam pemilu legislative 2009 ia maju sebagai caleg dari Golkar. Meski
awalnya ditempatkan pada nomor urut keempat dalam daftar caleg (padahal di
Babel hanya tersedia 3 kursi), ia berhasil mendapatkan suara terbanyak dan
memperoleh kursi DPR berkat perubahan sistem pembagian kursi dari nomor
urut menjadi suara terbanyak.

Selama di DPR, ia duduk di komisi II. Ia dikenal oleh kawan dan lawan
sebagai figur yang apa adanya, vokal, dan mudah diakses oleh masyarakat
banyak. Lewat kiprahnya di DPR ia menciptakan standard baru bagi
anggota-anggota DPR lain dalam anti-korupsi, transparansi dan
profesionalisme. Ia bisa dikatakan sebagai pioner dalam pelaporan aktivitas
kerja DPR baik dalam proses pembahasan undang-undang maupun dalam berbagai
kunjungan kerja. Semua laporan bisa diakses melalui websitenya. Sementara
itu, staf ahlinya bukan hanya sekedar bekerja menyediakan materi
undang-undang tetapi juga secara aktif mengumpulkan informasi dan
mengadvokasi kebutuhan masyarakat. Saat ini, salah satu hal fundamental
yang ia sedang perjuangkan adalah bagaimana memperbaiki sistem rekrutmen
kandidat kepala daerah untuk mencegah koruptor masuk dalam persaingan
pemilukada dan membuka peluang bagi individu-individu idealis untuk masuk
merebut kepemimpinan di daerah.

Ahok berkeyakinan bahwa perubahan di Indonesia bergantung pada apakah
individu-individu idealis berani masuk ke politik dan ketika di dalam
berani mempertahankan integritasnya. Baginya, di alam demokrasi, yang baik
dan yang jahat memiliki peluang yang sama untuk merebut kepemimpinan
politik. Jika individu-individu idealis tidak berani masuk, tidak aneh
kalau sampai hari ini politik dan birokrasi Indonesia masih sangat korup.
Oleh karena itu ia berharap model berpolitik yang ia sudah jalankan bisa
dijadikan contoh oleh rekan-rekan idealis lain untuk masuk dan berjuang
dalam politik.  Sampai hari ini ia masih terus berkeliling bertemu dengan
masyarakat untuk menyampaikan pesan ini dan pentingnya memiliki pemimpin
yang bersih, transparan, dan profesional.

Di tahun 2006, Ahok dinobatkan oleh Majalah TEMPO sebagai salah satu dari
10 tokoh yang mengubah Indonesia. Di tahun 2007 ia dinobatkan sebagai Tokoh
Anti Korupsi dari penyelenggara negara oleh Gerakan Tiga Pilar Kemitraan
yang terdiri dari KADIN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dan
Masyarakat Transparansi Indonesia. Melihat kiprahnya, kita bisa mengatakan
bahwa berpolitik ala Ahok adalah berpolitik atas dasar nilai pelayanan,
ketulusan, kejujuran, dan pengorbanan; bukan politik instan yang sarat
pencitraan.


sumber : ahok.org

Kirim email ke