Kalau dulu Merdeka atau Mati , jaman skarang Merdeka atau Dana { duit } he. He. 
He. He 

Kalau hitungan Ngasal Ngasalan =
Contoh Riau , produksi chevron misal 350 MBOD setelah dipotong bag kontraktor 
dan biaya menjadi misal jadi  250 MBOD , maka sesuai pembagian bagi hasil 
daerah dpt  20 % atau 50 MBOD , atau 18,3 juta barel pertahun kalau ICP 105 
dollar maka ada 1,93 milyar dollar atau 17,8 T rupiah , jadi kalau ICP di Nol 
kan hilang itu belasan Triliyunan tsb 


Sent by Liamsi's Mobile Phone

-----Original Message-----
From: noor syarifuddin <noorsyarifud...@yahoo.com>
Date: Fri, 11 May 2012 04:23:28 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] 87 Ribu Mobil Terjual di April 2012

>soal jatah daerah bisa saja diatur dari penerimaan sektor lain, selama ini di 
>jaman orba >pembagian untuk daerah dari migas juga tak ada..semua keuangan 
>daerah di drop dari >pusat plus PAD dari pajak dll.
 
ha  ha  ha  di atas kertas gampang saja disebut demikian...lha sekrang sudah 
ada alokasi saja masih menuntut untuk lebih banyak lagi dan bahkan minta bagian 
untuk jadi pemegang saham...:-)
gubernur yang sudah menikmati manisnya dana alokasi ini tentu tidak akan mau 
pusing lagi untuk mencari pemasukan daerahnya... apalagi kalau kemudian itu 
lebih banyak untuk memenuhi konsumsi BBM "orang pusat" ..... jadi kalau dana 
alokasi itu disunat pasti issue yang muncul adalah: beri dana itu atau 
merdeka...:-)
 
 
salam,


--- On Fri, 5/11/12, Ok Taufik <ok.tau...@gmail.com> wrote:


From: Ok Taufik <ok.tau...@gmail.com>
Subject: Re: [iagi-net-l] 87 Ribu Mobil Terjual di April 2012
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Friday, May 11, 2012, 4:03 AM



Betul, itu sebenarnya yang diharapkan hidup menyesuaikan dari keuangan dan 
keterbatasan migas, kalau melihat angka kenaikan konsumsi BBM kedepan dan 
kekuatan keuangan negara kondisinya akan sama dengan, tetap saja tak akan 
mampu menutupi pembelian konsumsi BBM dengan acuan decline produksi migas kita.
 
soal jatah daerah bisa saja diatur dari penerimaan sektor lain, selama ini di 
jaman orba pembagian untuk daerah dari migas juga tak ada..semua keuangan 
daerah di drop dari pusat plus PAD dari pajak dll.


2012/5/11 noor syarifuddin <noorsyarifud...@yahoo.com>






Pak Ok...
 
- kalau penerimaan sektor MIGAS dihilangkan, maka dana alokasi daerah juga akan 
hilang....maka daerah penghasil yang umumnya konsumsi BBMnya lebih sedikit, 
akan semakin menderita: nggak dapat bagian dana alokasi dan harus mensubsidi 
daerah non penghasil yang konsumsinya jauh lebih boros (i.e Jakarta)....
maukah Kaltim, Riau dll menerima kenyataan ini..?
 
- kalaupun mereka dipaksakan untuk menerima, dengan bagian pemerintah yang 
sekitar 600-700 ribu bph (50% dari konsumsi harian kita), maka mungkinkah kita 
dipaksa untuk mengurangi konsumsi kita hanya menjadi separohnya...? sudah pasti 
diperlukan aturan yang sangat drastis untuk hal ini: jumlah kendaraan harus 
dikurangi menjadi separohnya (paling tidak pemakaiannya), mungkin listrik akan 
padam di sebagain area atau pada periode tertentu dll.
 
 
salam,


--- On Fri, 5/11/12, Ok Taufik <ok.tau...@gmail.com> wrote:


From: Ok Taufik <ok.tau...@gmail.com> 

Subject: Re: [iagi-net-l] 87 Ribu Mobil Terjual di April 2012
To: iagi-net@iagi.or.id
Date: Friday, May 11, 2012, 3:23 AM 





Kalau mikir-mikir keuangan dari orang non keuangan, kenapa kenaikan BBM harus 
dikaitkan dengan APBN, sumbangan migas untuk APBN hanya  15% (berupa penjualan 
crude oil dan gas), kalau yg 15% ini ditarik dari APBN apa jadinya?..paling 
anggaran belanja dan pembangunan mengecil dan terhenti untuk sampai bisa hidup 
dari APBN yang ada. kemudia kenapa harus beli BBM keluar dengan uang APBN, 
kalau tak beli minyak dari luar yg terjadi adalah, pasokan BBM berkurang dan 
akan stabil sampai masyarakat (industri/konsumen pribadi dll) dapat hidup dari 
BBM produk DN yg tersedia, ada penghematan uang membeli BBM import yang bisa 
dialokasikan untuk hal lain.
 
APBN bisa bertambah dari macam2 ekspor dan sektor pajak, dari ekspor jengkol 
sampai emas. Kenyataannya India dan Cina yang tak mencukupi produksi migasnya 
untuk DN malah lebih besar subsidinya dari RI, kekuatan mereka adalah barang 
produksi ekspor mereka sangat besar menyumbang keuangan negara. 
2012/5/11 Franciscus B Sinartio <fbsinar...@yahoo.com>











From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>



Sebenernya kalau dicermati seksama, beratnya tugas menteri ESDM dalam persoalan 
subsidi ini bukan soal tehnis. Soal keputusan bukan soal hitungan. Ini lebih 
pada hal politis ketimbang tehnis. 
Jadi keperluan ahli tehnis (Wamen) dalam hal ini mungkin bukan hal yang 
krusial. Mungkin malah perlu seorang yang memiliki daya lobby kuat ketimbang 
kemampuan tehnis yang kuat. Seorang yang dapat diterima oleh semua partai dan 
elit politis.

Just my 2 cent

Have a nice week end. 
Be safe !

RDP




=================


Loh itukan tugas nya menteri,  ntar menterinya ngak kerja..


fbs--



-- 
Sent from my Computer®
 



-- 
Sent from my Computer®
 

Reply via email to