Pak Ong

Makanya , saya mengharapkan IAGI harus memiliki "coronG" yang , salah satu 
jalan adalah ada anggota IAGI yang memiliki posisi kuat secara politis.

si Abah 


________________________________
 From: Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id>
To: 'Ong Han Ling' <wim...@singnet.com.sg>; iagi-net@iagi.or.id 
Sent: Tuesday, September 18, 2012 10:00 AM
Subject: RE: [iagi-net-l] Kurtubi: Pengelolaan Bobrok, Bubarkan BP Migas
 

 
 
From:Ong Han Ling [mailto:wim...@singnet.com.sg] 
Sent: Tuesday, September 18, 2012 9:46 AM
To: 'Ong Han Ling'; 'iagi-net@iagi.or.id'
Subject: RE: [iagi-net-l] Kurtubi: Pengelolaan Bobrok, Bubarkan BP Migas
 
resend
 
From:Ong Han Ling [mailto:wim...@singnet.com.sg] 
Sent: Monday, September 17, 2012 4:50 AM
To: 'iagi-net@iagi.or.id'
Subject: RE: [iagi-net-l] Kurtubi: Pengelolaan Bobrok, Bubarkan BP Migas
 
Pak Rovicky,
 
Sekitar 1998 (?) MIGAS memberikan kepada ITB draft UUMigas No.22. Draft tsb. 
menurut Migas juga diberikan kepada Universitas lainnya dan juga kepada 
Assosiasi (berarti IAGI?) untuk diberikan comment. Termasuk IPA yang juga saya 
ketahui memberikan comment. Di ITB diberikan kepada rektor yang meneruskan ke 
Geologi, Teknik Perminyakan, dan Teknik Kimia untuk dilakukan evaluasi. Draft 
diserahkan ke Rektor, seminggu sebelumnya dan kita diminta evaluasi dan diberi 
waktu 2-3 hari. Lalu sama-sama naik bus ke DPR. Disitu kami bertemu dengan 
beberapa Universitas lainnya. Kita diberikan waktu tanya jawab selama 1-2 jam. 
Kita diterimkasihi oleh DPR atas masukan. Keluarlah UUmigas no.22 tahun 
2001.    
 
Alasan utama menurut saya dibuatnya UUMigas adalah karena peran Pertamina 
terlalu besar pada waktu itu. Menjadi Kepala Unit seperti raja kecil diaerah. 
ESDM yang membawahi Pertamina tidak berfungsi. Semua dilakukan oleh Pertamina, 
mulai dari menawarkan daerah baru, tender system, evaluasi tender, pemilihan 
pemenang, tandatangan, extension, pelaksanaan, dan supervisi.  Dicarilah jalan 
untuk membatasi kekuasaan Pertamina. Perilaku Pertamina membuat banyak orang 
iri. Dimulailah kampanye menghujat Pertamina. Berbagai alasan, termasuk mengapa 
bidding  untuk wilayah baru tidak laku, dikemukakan untuk mematahkan monpoli 
Pertamina. Dibuatlah UUMigas, yang mematahakan hegemoni Pertamina dan memberi 
kekuasaan kepada ESDM. Rupanya cyclus ini akan terulang lagi?   
 
Waktu UUMigas direncanakan berbagai pihak juga melakukan protes. Yang saya 
ketahui adalah grup ex-Pertamina yang betul-betul concern dengan dunia 
perminyakan Indonesia dan dipimpin oleh ex Ka BPKKA. Grup ini menganggap 
UUMigas baru bertentangan dengan UUD. Mereka mengadakan pertemuan secara 
reguler. Mereka bahkan mengajukan ke Mahkamah Konstitusi waktu UU baru 
disahkan. Pada waktu itu yang mengajukan masalah ke MK hanya sedikit.     
 
Memang Anda benar, MK pernah membatalkan pasal ttg. DMO. Pembatalan sebetulnya 
tidak lain karena keceroban. Tapi untuk membatalkan inipun memakan waktu kalau 
tidak salah sampai  3-4 tahun. 
 
UUMigas yang baru dan sekarang digodok di DPR direncanakan keluar tahun ini. 
Saya ragukan hal ini. IAGI yang langsung berkepentingan sebetulnya harus buka 
suara dan minta didengar pendapatnya. Bisa dipastikan begitu keluar, besoknya 
ada saja yang tidak setuju. Yang vokal yang akan didengar. 
 
Moga-moga kerterangan singkat ini bermanfaat.  
 
Salam,
 
HLOng
 
  
 
 
 
From:Rovicky Dwi Putrohari [mailto:rovi...@gmail.com] 
Sent: Saturday, September 15, 2012 9:04 AM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Kurtubi: Pengelolaan Bobrok, Bubarkan BP Migas
 
Quote "2.       UUMigas no.22 telah dibicarakan selama 9 tahun sebelum 
ditandatangani tahun 2001. Setelah diperdebatkan dan digodok di DPR selama 
beberapa tahun, dengan melibatkan berbagai instansi Pemerintah termasuk 
perguruan-perguruan tinggi yang ternama dan berbagai Assosiasi (IAGI, HAGI, 
IATMI, IPA,  dsb.), terbentuklah UUMigas.   "
Pak Ong yth,
Kalau boleh tahu atau mungkin ada yg lain yang tahu, apakah memang perubahan 
peran Pertamina menjadi perusahaan spt skrg ini yang juga diusulkan oleh IAGI 
saat itu ? Maaf, saya tidak menemukan di dokumentasinya IAGI, usulan saat itu.
 
Dalam pemberitaan selama ini, termasuk dari bukunya Renald Kasalai ttg 
Pertamina yg saya baca, UU22/2001 ttg MIGAS ini merupakan produk IMF. Memang 
sangat mungkin bahwa selama proses penyusunan mendapatkan input serta usulan 
dari berbagai pihak, karena memang prosedurnya begitu. Tetapi yang saya duga 
terjadi adalah, usulan atau input yg masuk tidak semua diakomodir. Saya sendiri 
tidak pernah melihat debat ramai di media sebelum UU ini disyahkan. Justru 
issue ini menjadi ramai ketika sudah disyahkan.  
Salah satu hal yg penting adalah selalu mengawal usulan sampai disyahkannya UU. 
Penulisan pasal demi pasal ini kuncinya. Termasuk hal aneh kalau lihat pasal 
tentang DMO yg akhirnya dibatalkan MK.
 
Salam 
 
Rdp
 
 

On Tuesday, September 11, 2012, Ong Han Ling wrote:
Pak Wikan,
 
Pada prinsipnya saya tidak setuju dengan melakukan perubahan drastis seperti 
membubarkan BPMIGAS. Badan ini didirikan berdasarkan UUMigas 22, 2001. Kalau 
dibubarkan perlu UUMigas 22 diganti. Memang sekarang sedang digodok oleh DPR 
pembentukan UUMigas baru yang akan mengantikan no.22. Namun kalau sekarang 
digembar-gemborkan supaya BPMIGAS dibubarkan, Investor sangat concern. 
Bagaimana bisa dibubarkan kalau UUMigas baru sedang dalam pembahasan di DPR.  
Banyak Investor kwatir bahwa suatu badan yang sudah berjalan 10 tahun bisa 
dibubarkan begitu saja. Investor sekarang banyak yang “wait and see” dan 
eksplorasi tersendat-sendat. 
 
Mari kita belajar dari sejarah:
1.       Waktu MPS-Pertamina diganti oleh BPMIGAS, terjadi pergulatan yang 
cukup seru. Pertamina disalah-salahkan dan dihujat selama bertahun-tahun. 
Dianggap Pertamina menguasai Indonesia. Dari mulai penawaran daerah baru, 
melakukan tender, evaluasi tender, menentukan pemenang tender, menandatangani 
PSC, supervisi dan mengawasi K3S, extension K3S, dsb. semuanya dilakukan oleh 
Pertamina. ESDM dan Dirjen Migas tidak berkutik (tidak kebagian), padahal 
Pertamina bernaung dibawah ESDM. Dicarilah berbagai jalan untuk mengurangi 
kekuasaan Pertamina. Pertamina dicap sebagai penyebab Investor tidak mau masuk 
Indonesia. Pertamina dicap sebagai “Negara dalam Negara”. Dsb. Dengan 
alasan-alasan itulah UUMIGAS No.22 dibuat tahun 2001 dan BPMIGAS lahir 
mengantikan MPS.   
2.       UUMigas no.22 telah dibicarakan selama 9 tahun sebelum ditandatangani 
tahun 2001. Setelah diperdebatkan dan digodok di DPR selama beberapa tahun, 
dengan melibatkan berbagai instansi Pemerintah termasuk perguruan-perguruan 
tinggi yang ternama dan berbagai Assosiasi (IAGI, HAGI, IATMI, IPA,  dsb.), 
terbentuklah UUMigas.   
3.       Selama kurun waktu 3-4 tahun sebelum dan setelah UUMigas no.22 
ditandatangani, kegiatan eksplorasi praktis “wait and see”. Oil companies 
kwatir dan menunggu UU baru. ESDM menunggu UUMIGAS baru sebelum mengeluarkan 
blok baru.  Aktitas eksplorasi berhenti ditempat. Investor ingin mendapatkan 
kepastian sebelum melakukan investasi baru. 
4.       Begitu UU Migas no.22 keluar tahun 2001, kritikan dilontarkan. 
Beberapa pihak menyalahkan dan mengatakan bahwa seharusnya ada UU Energi 
sebelum adanya UUMigas. Diperlukan UU Energi untuk menaungi UUMigas. Bahkan 
berbagai pihak langsung mengugat ke Mahkamah Konstitusi karena mengangap 
UUMigas tsb. bertentangan dengan UUD45.  Sekarang gugatan di MK terus 
bertambah, bahkan Serikat Buruh-pun sekarang ikut menggugat.  
5.       Harus diingat UUMigas tahun 2002 adalah hasil yang dibuat oleh 
putra-putri terbaik Indonesia pada waktu itu. Seperti halnya pembuatan UUD 45. 
Undang-Undang Dasar pertama Indonesia dibuat tahun 1945 oleh beberapa orang 
saja setebal 20 halaman dan diselesaikan dalam waktu mungkin hanya beberapa 
minggu saja.  Namun demikian bisa menyatukan bangsa Indonesia selama ini. Kalau 
sekarang UUD 45 mau di kritik habis-habisan gampang sekali. Banyak 
kekurangannya. Demikian juga UUMigas banyak kekurangannya dan mudah dikritik.
6.       Pada waktu UUMigas n.22 sedang dibuat timbul banyak kekwartiran 
investor. Eksplorasi tertunda 3-4 tahun. Apakah Indonesia akan membuat cemas 
investor sekali lagi dengan pembuatan UUMigas yang baru?  
7.       BPMigas sudah berdiri 10 tahun. Untuk membubarkan tidak mudah. 
Memerlukan waktu, uang dan perencanaan yang matang. Apakah kita siap menghadapi 
kekosongan selama 3-4 tahun, dimana eksplorasi mengantung?  Can we afford this 
kind of situation? 
8.       Pendapat saya, sebaiknya UUMIGAS diperbaiki, diamendemen dan 
disempurnakan secara bertahap. Tidak perlu drastis seperti membubarkan BPMIGAS. 
Sekarang sering kali “tokoh-tokoh migas” mencari nama dan menghujat dikoran 
yang menyebabkan banyak investor takut dan menahan diri masuk Indonesia. 
9.       Memang BPMigas banyak kekurangan. Demikian juga UUD 45. Tapi sebaiknya 
diperbaiki dan bukan mengantikan yang belum tentu akan lebih baik. Tidak ada 
jaminan kalau BPMigas dikembalikan ke Pertamina akan berjalan lancar. Dapat 
dipastikan akan timbul persoalan dan hujatan lain oleh mereka yang “tidak 
kebagian”.  
10.   Marilah kita menghargai apa yang telah dibuat oleh pendahulu kita 
(forefathers) dengan tidak menyalahkan mereka dengan melakukan pergantian 
undang-undang. Gampang menyalahkan orang lain. Namun yang baru belum tentu 
lebih baik dari yang dulu, karena masih perlu diuji. Apalagi dalam keadaan 
sekarang dimana begitu banyak undang-undang yang keliru dan dipelesetkan oleh 
banyak orang yang mempunyai “vested interest” hingga kita tidak tahu siapa 
lawan dan siapa kawan.
 
Summary and Conclusion: Kritikan UUMigas baru no. 20 dimulai begitu dikeluarkan 
tahun 2001 dan mulai gencar 4 tahun terakir ini. Selama UU dibicarakan banyak 
investor wait and see sebelum menanamkan modalnya. Sekarang banyak daerah yang 
ditawarkan ESDM kurang laku. Karena UUMigas ini erat hubungannya dengan 
kegiatan eksplorasi, sebaiknya IAGI ikut bersuara. Pilihan 1 adalah UUMigas 
tidak perlu dirubah dan cukup diperbaiki secara bertahap (seperti usulan saya 
ini). Pilihan 2 adalah membuat UUMigas baru mengantikan yang lama, no.22. Kalau 
memilih pilihan 2 perlu diuraikana apa saja yang akan dirubah. Pasti akan 
banyak dan tiap orang akan mengeluarkan pendapatnya. Kalau IAGI bisa keluar 
dengan satu suara, ini akan sangat membantu Pemerintah dalam mengambil 
keputusan. Saya yakin kalau IAGI bisa besatu, suaranya pasti didengar 
Pemerintah. Mungkin PIT-IAGI di Yogjakarta adalah tempatnya untuk referendum. 
Siapa yang lebih tahu persoalan eksplorasi kalau bukan
 anggota IAGI.
 
Maafkan kalau ada hal-hal yang tidak berkenan.
 
Salam,
 
HL Ong
 
From:wikanw [mailto:wikanwindra...@yahoo.com] 
Sent: Tuesday, September 04, 2012 10:54 PM
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] Kurtubi: Pengelolaan Bobrok, Bubarkan BP Migas
 
Pak Ong ysh,
 
Tertarik dengan poin nomor 2: menjadi pertanyaan bagi saya
 
Pada saat ini atau di masa mendatang, apakah meletakkan kembali agen pemerintah 
pengelola migas nasional kepada Pertamina menjadi kemunduran ataukah malah 
sebagai kemajuan ya?
 
Studi Bank Dunia (2010) mengatakan NOCs (Perusahaan Migas Nasional) memegang 
90% cadangan terbukti dunia. Dan dari top 25 perusahaan terbesar (pemilik 
cadangan dan produksi), 18 di antaranya adalah NOCs. Tidak jelas Pertamina di 
peringkat ke berapa.
 
Data dari studi Universitas Stanford (2007) memberikan peringkat Pertamina di 
urutan ke-18 untuk besar cadangan migas (2004) - data belum mengikutsertakan 
cadangan shale gas. Sedangkan dari besarnya kapitalisasi pasar (2006) Pertamina 
di peringkat ke-31.
 
Kalau saya pikir secara singkat, apabila kedaulatan energi (migas) 
dimanifestasikan sebagai penguasaan aset oleh korporasi yang mewakili negara, 
seperti tercermin dalam pemeringkatan NOCs di atas, maka bila agen pemerintah 
yang menguasai pengelolaan migas dikuasakan kepada Pertamina, tentunya menjadi 
hal kemajuan. Mohon dikoreksi kalau saya salah.
 
Kecuali pada saat pembuatan dan kemudian pengesahan UU MIGAS 2001, mungkin saat 
itu Pertamina dinilai tidak efisien dan efektif sebagai agen pemerintah 
pengelola migas nasional merangkap operator E&P. Tetapi setelah 10 tahun 
Pertamina mengembangkan visi World Class energy company, apakah setidaknya ke 
depan, pengembalian kuasa agen pemerintah kepada Pertamina  dapat meningkatkan 
value creation dari NOC bagi kedaulatan energi nasional. 
 
Sehingga dapat dinilai model pelaksanaan operasi E&P yang disebut Pak Kurtubi 
sebagai B (bisnis) to B, daripada sekarang B to G (government), apakah sebagai 
model yang lebih "baik" dalam hal kedaulatan energi.
 
Salam,
Wikan

Sent from my iPad

On 4 Sep 2012, at 10:23, Ong Han Ling <hl...@geoservices.co.id> wrote:
Sebetulnya tidak hanya menghina K2S tetapi seluruh bangsa Indonesia. Ini adalah 
alasanya:
>1.      UU MIGAS tahun 2001 dan demikian juga UU Pertambangan Umum tahun 
>2009(?) dibuat selama 9 tahun dan 12 tahun respectively. Kedua UU tersebut 
>melibatkan semua instansi dan assosiasi. Saya ingat dari ITB diminta dari 
>Kimia Teknik, Geologi, dan Teknik Perminyakan. Demikian juga dari Universitas 
>lainnya seperti Univ. Sumtara Utara, assosiasi seperti HAGI, IAGI, IPA dsb. 
>ikut diminta pendapatnya. DPR Indonesia mengundang universitas-universitas 
>untuk membahas UUMIGAS baru. Jadi UU tersebut dibuat oleh putra-putri terbaik 
>dari Indonesia. Kalau keberadaan BPMIGAS sekarang dihujat, berarti kita 
>menghujat diri sendiri. 
>2.      Waktu itu, MPS-PERTAMINA yang mengurusi K3S, dihujat habis-habisan. 
>Akirnya UUMIGAS 2001 mengantikan MPS dengan BPMIGAS. Sekarang kita ingin 
>mengembalikan kembali ke Pertamina. Apakah Ini bukan merupakan kemunduran.
>3.      Banyak orang anggap UUMIGAS dimana kontrak PSC bernaung tidak sesuai 
>dengan jamannya dan terlalu banyak “loopholes”. Banyak orang mengangap harus 
>di revisi. Memang PSC hanya 40 halaman dobel spasi ditambah Appendix, dan 
>berlaku selama 30 tahun. Berlaku dari eksplorasi, development, produksi bah


-- 
"Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"

Kirim email ke