Koh liam, sdh ada kan geologi pakar hukum? Ex pertamina dan ex pln.
Sebaiknya iagi juga punya ahli hukum lho.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: "Ismail" <lia...@indo.net.id>
Date: Wed, 14 Nov 2012 06:24:46 
To: <iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: Re: [iagi-net-l] TATAPOLITIK Indonesia sudah banyak BERUBAH ---> 
BREAKING NEWS :BP MIGAS BUBAR!!
MK akan memutuskan kalau ada yg mempermasalahkan , kalau tidak ada yg 
mempermasalahkan MK juga tdk akan memutuskan apa apa , 

Yang jadi pertanyaan siapa saja yg boleh mempermasalahkan / legal standingnya , 
atau semua rakyat atau organisasi apapun bisa mempermasalahkan , ini jadi rancu 
, nanti keluar UU Migas barupun belum tentu tidak ada yg mempermasalahkan lagi 
meskipun relatif lebih baik

Biasanya dalam pembuatan suatu UU yg dilihat aspek felosofi yuridisnya pdahal 
ada aspek teknis yg tidak kalah pentingnya yg kadang kadang baru terasa kalau 
UU tsb diterapkan dilapangannya. Ini yg sering terjadi, kedepan kayaknya sudah 
waktunya ada legal draftman  yg berbackground teknis sekarang ini kebanyakan  
hanya berbackground sarjana hukum saja  , kayaknya sdh diperlukan  Geohukum 


Sent by Liamsi's Mobile Phone

-----Original Message-----
From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
Date: Wed, 14 Nov 2012 12:40:05 
To: IAGI<iagi-net@iagi.or.id>
Reply-To: <iagi-net@iagi.or.id>
Subject: [iagi-net-l] TATAPOLITIK Indonesia sudah banyak BERUBAH ---> BREAKING 
NEWS :BP
 MIGAS BUBAR!!

2012/11/14 Firman Fauzi <geafi...@yahoo.co.uk>

> Karena kalau membaca amar keputusan MK dan juga dissenting opinion yg ada,
> inkonstitusional-nya UU No. 22 tahun 2001 termasuk didalamnya pengaturan BP
> Migas, *sifatnya sangat debateabel*, sangat tergantung dari perspektif
> kita memandangnya.
>

"Debateable" ? Saya rasa tepat sekali !
Sehingga diperlukan penerjemah tunggal atau badan yang berhak menentukan
interpretasi atau tafsir tunggal. Di Indonesia namanya Mahkamah Agung.

Tentunya kalau mengingat atau melihat ilmu tata nagara jaman belajar civics
dulu kita tahu adanya trias politika "Eksekutif (pemerintah), Legislatif
(DPR) dan Yudikatif. Yudikatifnya di Indonesia terbagi tiga Mahkamah Agung,
Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.

Mahkamah Agung, sesuai Pasal 24 A UUD 1945, memiliki kewenangan mengadili
kasus hukum pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan "di
bawah undang-undang terhadap undang-undang", dan mempunyai wewenang lain
yang diberikan oleh undang-undang.

Mahkamah Konstitusi, sesuai Pasal 24C UUD 1945, berwenang mengadili pada
tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat "final" untuk
"menguji undang-undang terhadap Undang-undang Dasar", memutuskan sengketa
kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang
Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang
hasil pemilihan umum.

Komisi Yudisial, sesuai pasal 24B UUD 1945, bersifat mandiri dan berwenang
mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam
rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan martabat, serta
perilaku hakim.

Satu lagi sebenernya KPK. Nah KPK ini menjadi sangat politis. Struktur KPK
juga sudah sangat politis.

Nah yang dipermasalahkan di MK tentunya UU thd UUD45. Dan sifatnya FINAL.
MK-lah yang berwenang menginterpretasikannya. Semua lembaga negara termasuk
Pemerintah ya harus mengikuti keputusannya. Disini kita sadar bahwa MK itu
"powerful" juga, kan ?

Keputusan MK kemarin itu jelas merupakan keputusan yg mengagetkan, politis,
strategis, dan "mahal". Walaupun begitu saya yakin itu sebuah keputusan
yang membawa kearah yang benar (potensi besar dimasa mendatang), sekali
lagi dengan "biaya yang mahal".

RDP
-- 
*"Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"*

Kirim email ke