Broer Ari,

Sepakat. Tentang adanya dugaan kerugian negara akibat beban cost recovery yg 
tidak tepat, tentu ini bukan alasan untuk membubarkan BP Migas. Tinggal buat 
saja aturan main yg lebih ketat, dan jangan lupa penegakan aturan tersebut 
secara teguh dan konsisten. Dan kita (IAGI) harus memelopori pengawalannya. KPK 
saya rasa perlu di-encourage untuk mulai masuk mengawasi ini. Jika kemudian 
jika dirunut ternyata dugaan tersebut berkembang menjadi ditemukannya indikasi 
tindakan pidana korupsi, ya seret aja pelakunya siapapun itu ke pengadilan 
tipikor.

Atau jika perlu, sistem cost recovery itu ditiadakan saja, lalu diganti dengan 
sistem pembagian hasil produksi. Pengawasannya saya yakin akan lebih mudah, 
karena tinggal cek meteran produksi saja kan. Jika yg kemudian menjadi concern 
adalah iklim investasi akan menurun, ya tinggal dipikirkan saja formula 
pembagian produksi ini, agar sebesar mungkin keuntungan untuk rakyat (sesuai 
dengan pasal 33 UD 1945) namun tetap fair untuk KKKS yang berani berinvestasi.

Mengenai adanya pasal2 dalam UU No. 22 tahun 2001yg berpotensi bertolak 
belakang dengan pasal 33 UUD 1945, ya direvisi saja pasal2 tersebut.

Ya tapi itu, ibarat memasak nasi tapi airnya terlalu banyak sehingga terlanjur 
menjadi bubur, kita lihat dan kawal saja yg akan terjadi selanjutnya. Apapun 
bentuk lembaganya nanti, asal tidak kembali menyatukan fungsi pengawasan dan 
regulasi satu atap dengan fungsi pelaksanaan. 

Mudah-mudahan.

Salam,
Firman Fauzi

On 14 Nov 2012, at 02:22 PM, Arie Krisna Lopulisa <arie_arkhrie...@yahoo.com> 
wrote:

> Kalau saya cenderung agak skeptis dengan keputusan MK yang membubarkan 
> BPMIGAS dengan alasan bahwa BPMIGAS sifatnya Inkonstitutional. Sepertinya 
> latar belakang pengambilan keputusan ini lebih banyak nuansa politisnya 
> dibandingkan murni karena pro-rakyat/nasionalisme.
> Saya bukan orang yang melek hukum, jadi logika berpkirnya lebih kepada hal2 
> yang simple aja, seperti :
> 1.       UU tahun 2001
> UU No. 22 tahun 2001 itu telah ada sejak 11 tahun yang lalu. Apakah memang 
> memerlukan waktu selama 11 TAHUN untuk akhirnya menyadari bahwa isi dari UU 
> itu  inkonstitutional?
> UU ini kan terbuka, semua orang bisa baca dan tidak ada yg ditutup-tutupi.  
>  
> 2.       Kerugian Negara
> Apakah ada hal yang terukur  dari performa BPMIGAS selama kurun waktu 
> 2001-2011 yang menunjukkan akibat langsung/tdk langsung terhadap kerugian 
> negara?
> Dalam putusan sidang tertulis : “Kekuasaan yang sangat besar tersebut akan 
> cenderung korup terbukti ketika data dari hasil audit Badan Pemeriksa 
> Keuangan menunjukkan bahwa selama 2000-2008 potensi kerugian negara akibat 
> pembebanan cost recovery sektor migas yang tidak tepat mencapai Rp. 345,996 
> triliun rupiah per tahun atau 1,7 milliar tiap hari. Pada pemeriksaan 
> semester II-2010, BPK kembali menemukan 17 kasus ketidaktepatan pembebanan 
> cost recovery yang pasti akan merugikan negara yang tidak sedikit”
> Audit oleh BPK itu dilakukan setahun sekali, dan angka 1,7 milliar per hari 
> bukanlah angka yang sedikit. Aneh jika hal ini tidak terdeteksi dari awal dan 
> baru dipermasalahkan sekarang.
> 3.       BPMIGAS atau Sistem
> Kalau memang hasil temuan dari BPK diatas adalah benar, apakah sudah diadakan 
> perbandingan secara langsung dengan periode sebelum adanya BPMIGAS. Ataukah 
> kerugian tersebut bukan karena adanya lembaga BPMIGAS sendiri, tetapi lebih 
> kepada sistem cost-recovery yang nature-nya lemah dalam meng-kontrol  
> pelaksanaan operasi migas?
>  
> 4.       LIBERALISASI MIGAS
> Alasan penggugat yang menyatakan “semangat UU MIGAS yang mengakomodir gagasan 
> liberalisasi migas yang sudah tentu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 
> ayat (2)” ini sifatnya interpretative sekali.  Tidak diberikan satu contoh 
> real dalam gugatan tersebut yang bisa menunjukkan fakta bahwa BPMIGAS ataupun 
> UU Migas tersebut bersifat liberal.
>  
> 5.       PEMILU 2014
> Jika mempertimbangkan datangnya pemilu tahun 2014, cukup masuk akal jika 
> orang mulai mengaitkan keputusan kontroversial ini dengan Pemilu yang akan 
> datang. Apalagi di dunia maya, ada rumor yang beredar bahwa saudara Mahfud MD 
> (Ketua MK) merupakan salah satu calon kuat RI-1 dalam pemilu 2014 mendatang.
>  
> 6.       Harga BBM
> Salah satu penggugat, Ahli Kwik Kian Gie, memasukan factor harga BBM dalm 
> gugatannya. Kalau memang harga BBM dijadikan factor dalam mengambil 
> keputusan, mengapa BPMIGAS yang kena dampaknya? Bukankah urusan hilir dibawah 
> tanggung jawab BPH MIGAS? Dalam gugatan tersebut, tidak ada sama sekali yang 
> menyinggung BPH MIGAS.
> Anyway, ini cuma sekedar pandangan saya yang awam tentang dunia hukum, dan 
> juga masih sangat hijau di dunia migas ini.
> Jadi panjang deh emailnya :)))
> Regards,
> Arie Krisna Lopulisa
> 
> 
> From: Rovicky Dwi Putrohari <rovi...@gmail.com>
> To: IAGI <iagi-net@iagi.or.id> 
> Sent: Wednesday, November 14, 2012 1:40 PM
> Subject: [iagi-net-l] TATAPOLITIK Indonesia sudah banyak BERUBAH ---> 
> BREAKING NEWS :BP MIGAS BUBAR!!
> 
> 2012/11/14 Firman Fauzi <geafi...@yahoo.co.uk>
> Karena kalau membaca amar keputusan MK dan juga dissenting opinion yg ada, 
> inkonstitusional-nya UU No. 22 tahun 2001 termasuk didalamnya pengaturan BP 
> Migas, sifatnya sangat debateabel, sangat tergantung dari perspektif kita 
> memandangnya.
> 
> "Debateable" ? Saya rasa tepat sekali ! 
> Sehingga diperlukan penerjemah tunggal atau badan yang berhak menentukan 
> interpretasi atau tafsir tunggal. Di Indonesia namanya Mahkamah Agung.
> 
> Tentunya kalau mengingat atau melihat ilmu tata nagara jaman belajar civics 
> dulu kita tahu adanya trias politika "Eksekutif (pemerintah), Legislatif 
> (DPR) dan Yudikatif. Yudikatifnya di Indonesia terbagi tiga Mahkamah Agung, 
> Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial.
> 
> Mahkamah Agung, sesuai Pasal 24 A UUD 1945, memiliki kewenangan mengadili 
> kasus hukum pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan "di 
> bawah undang-undang terhadap undang-undang", dan mempunyai wewenang lain yang 
> diberikan oleh undang-undang.
> 
> Mahkamah Konstitusi, sesuai Pasal 24C UUD 1945, berwenang mengadili pada 
> tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat "final" untuk "menguji 
> undang-undang terhadap Undang-undang Dasar", memutuskan sengketa kewenangan 
> lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-undang Dasar, memutus 
> pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan 
> umum.
> 
> Komisi Yudisial, sesuai pasal 24B UUD 1945, bersifat mandiri dan berwenang 
> mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka 
> menjaga dan menegakkan kehormatan, keluruhan martabat, serta perilaku hakim.
> 
> Satu lagi sebenernya KPK. Nah KPK ini menjadi sangat politis. Struktur KPK 
> juga sudah sangat politis.
>  
> Nah yang dipermasalahkan di MK tentunya UU thd UUD45. Dan sifatnya FINAL. 
> MK-lah yang berwenang menginterpretasikannya. Semua lembaga negara termasuk 
> Pemerintah ya harus mengikuti keputusannya. Disini kita sadar bahwa MK itu 
> "powerful" juga, kan ?
> 
> Keputusan MK kemarin itu jelas merupakan keputusan yg mengagetkan, politis, 
> strategis, dan "mahal". Walaupun begitu saya yakin itu sebuah keputusan yang 
> membawa kearah yang benar (potensi besar dimasa mendatang), sekali lagi 
> dengan "biaya yang mahal". 
> 
> RDP
> -- 
> "Sejarah itu tidak pernah usang untuk terus dipelajari"
> 
> 

Kirim email ke