Ini aku copas (copy n paste) aja.
Bacaan utk akhir pekan.

Salam,
Nuning


-------------------

Just info, copas dari : Novyal Erwin, Milis Alumni ITB Angkatan 1977
Subject: Re: [Itb77] MK-PENGUJIAN UU MIGAS (18 JULI 2012 Transkrip: DR. Rizal 
Ramli)

Ada yang mesti diperbaiki pada UU Migas, itu sah2 saja... Tapi menimpakan 
kesalahan pada BPMigas bagi saya tidak fair sama sekali. Saya tidak ada 
interest dgn BPMIgas. 

Mengenai harga minyak dan sebagainya bukan urusan BPMIgas. Mereka cuman 
mengelola kontrak antara. negara dgn KPS, selebihnya urusan pemerintah. Kontrak 
kerja daerah konsesi baru, setau saya BPMigas juga tidak jalan sendiri. Kalau 
ada okmum yang nakal di BPMIgas, tentu harus ditindak. Tidak perlu ditutup2in..

Cost recovery naik 2 kali lipat sementara produksi turun, ini sudah jadi hukum 
alam. Semakin lama migas semakin menipis cadangannya. Lama2 diperlukan 
tehnologi, alat, dan instalasi tambahan utk memproduksi sisa2 ini. Semua 
perusahaan migas di dunia begitu. Kecuali kalau cadangannya melimpah, 
penipisannya tidak begitu cepat keliatan.

Lapangan di Indonesia umumnya lapangan kecil. Yang besar cuma Chevron di Riau 
yang dulu pernah memproduksi diatas 1 juta barrel per hari, sekarang tinggal 
ratusan. Total Indonsia di Mahakam begitu juga, beberapa tahun lalu bisa 
memproduksi gas diatas 2,6 milliar scfd perhari, sekarang jauh dibawah 2 
milliar. Sementara Chevron dan Vico
jauh lebih jelek. Tehnologi secondary and tertiary recovery ini tidak murah 
sama sekali, diperlukan modal yang berlipat2 dibanding awal produksi. Omong 
kosong kalau ada yang berkata sebaliknya. 

Apa yg diungkapkan oleh Rizal Ramli tentang ini jelas salah. BPMIgas atau 
siapapun tidak bisa berbuat apa2 utk menekan ongkos produksi kalau sudah 
menyangkut secondary dan tertiary recovery. Setau saya mereka telah bekerja 
keras utk menekan cost recovery, Setiap proposal budget dari KPS dibahas 
menjelimet.  
Kadangkala saya menilai terlalu bertele2 dan berlebihan. Sehingga biaya utk 
beasiswapun dipotong atau dihentikan..

Cadangan minya yang makin turun dan tidak ditemukannya lapangan baru, juga 
bukan kesalahan BPMIgas sepenuhnya. Lapangan2 gampang (darat atau laut dangkal) 
umumnya sudah diproduksi atau diexplorasi. Tapi sejauh ini belum ada perusahaan 
minyak yang berhasil menemukan cadangan besar spt Riau dan Mahakam lagi. Mereka 
tidak menemukan apa2, bisa saja mereka berkata bahwa ini disebabkan birokrasi 
yang berbelit2. Dgn tidak akan gembar gembor mereka akan langsung bertindak 
cepat kalau menemukan sesuatu. Bagi saya ini informasi yang menyesatkan. Tidak 
ditemukannya lapangan baru disebabkan birokrasi BPMigas ??

Lapangan2 baru yang belum diexplorasi di Indonesia umumnya lapangan laut dalam. 
Ini jauh lebih mahal dan bersiko investasinya. Tidak banyak perusahaan  minyak 
yang mau berspekulasi dgn ini. Selama ada yang lebih gampang dan murah, kenapa 
harus sulit2. Menurut saya pemerintah dan BPMigas sudah berusaha utk menjajakan 
lapangan2 ini. Tapi peminatnya kurang.

Birokrasi yang ruwet bagi saya bukan dari BPMigas. Tapi dari sistem 
permerintahan kita sekarang. Perijinan tumpang tindih, pemkab, pempro,
kementerian spt hutan, lingkunagn hidup, dll yang terkait.

Sekarang dgn dibubarkannya BPMIgas dan dibekukannya UU Migas, sementara UU 
Migas baru belum dibentuk, boleh dikatakan perusahaan minyak skr bekerja tanpa 
dilandasi hukum. Siapa yang akan mensahkan budget, rencana investasi dsb. Kalau 
ada yang mensahkan, mereka bekerja berdasarkan apa. Ujung2nya bisa 
dipenjarakan. Wallahualam

Semoga kita tidak ada dianatara kita yang dibohongi oleh orang2 hukum dan 
politikus utk kepentingan mereka. Saya cuma menyampaikan apa yang saya tau, 
kalau ada kurang lebih mohon maaf..

Wassalam
----------------------

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kirim email ke