On Mon, 13 Sep 1999, Siswanto Siswo wrote:
> >Fenomena pengakuan kegagalan
> >tersebut nampaknya patut disimak sebagai sikap putus asa pemerintah
> >Indonesia menghadapi tekanan dari luar dan dalam negeri, daripada
> >perubahan moral dan paradigma politik elit Indonesia.
>
> Serba susah, ingin menunjukkan perubahan moral para elite, pihak asing
> kaor-kaor, ngancam ini, ngancam itu,
Memang harus begitu mas.... Kalau cuma tekanan dari dalam, orang2 militer
yang haus darah dan elit2 pemerintah yang sombong itu sering bersikap
buta-tuli karena sudah terbiasa membunuh dan menteror rakyat sendiri.
Lagipula, pihak asing itu sendiri juga bekerjasama dengan
elit2 militer dan pemerintah Indonesia dengan tujuan melanggengkan usaha
ekonomi asing di Indonesia. Maka sudah selayaknya elit2 Indonesia dan
asing saling menegur (baik dengan cara halus maupun kasar), karena mereka
tahu rakyat di seluruh dunia sedang mengawasi tingkah laku mereka.
Buktinya di Australia ini demonstrasi rakyat sampai menyerbu kantor
perdana menteri sebab rakyat Oz sadar adanya kesalahan besar pemerintah Oz
dalam masalah Timtim sejak tahun 1975. Sementara pemerintah Oz sendiri
sampai hari ini belum berani memutuskan hubungan militer dengan Indonesia
atau setidaknya menekan ekonomi Indonesia. Mereka cuma ngomong doang.
Tentu saja rakyat Oz pada marah dan jengkel dengan sikap pemerintah mreka
sendiri.
> Padahal elite politiknya sudah setuju sejak dari awal:
> Amin Rais, Gus Dur setuju dengan referendum, hanya Mega yang tidak
> Amin dan Gus Dur setuju ada pasukan PBB masuk, hanya Gus Dur mencatat asal
> jangan dari Australia.
Amin, Mega dan Gus Dur bisa ngomong, tapi yang ngambil keputusan bukan
mereka. Keputusan ternyata ada di tangan militer yang terang-terangan
mengambil tindakan tanpa konsultasi dengan rakyat (DPR-RI, misalnya).
Penolakan Gus Dur terhadap pasukan Oz juga tidak relevan dan menunjukkan
sikap kekanak-kanakan politisi kita. Mestinya yang bilang setuju atau
tidak itu rakyat Timtim sendiri, bukan Gus Dur. Timtim itu bukan wilayah
Indonesia sejak 1975 dan rakyatnya sudah menolak pacaran dengan Indonesia
sejak 6 September 1999. Jadi, lebih baik Gus Dur konsentrasi saja
ngurusin militer2 Indonesia yang pelan tapi pasti sedang berusaha kembali
tampil di panggung politik praktis Indonesia setelah mereka terdesak hebat
oleh kegagahan mahasiswa Indonesia.
> >Dari Timtim, mudah-mudahan bangsa Indonesia belajar untuk tidak terjerumus
> >hasutan elit politik Indonesia
>
> DAN HASUTAN KEPENTINGAN ASING
> (karena pada tahun 1975,Indonesia telah terhasut oleh US dan Oz yang
> sekarang mengkhianati setelah kepentingan awal mereka hilang)
Yang terhasut itu bukan rakyat Indonesia, tapi pemerintah Indonesia yang
berkolusi dengan pemerintah USA dan Oz. Makanya, kalau rakyat kita tak
cepat-cepat mencegah TNI berjibaku di Timtim, maka terseretlah kita semua
ke dalam kepentingan kelompok militer yang tidak ada hubungannya dengan
nasib rakyat banyak (termasuk pelajar Indonesia di Oz).
> wes-e-wes
bablas angine............