--------------CB24684A6A3A39E32623A4B5
Content-Type: text/plain; charset=us-ascii
Content-Transfer-Encoding: 7bit

Saya sepakat dengan bung Semuel. Tapi saya melihat sikap 'main otot daripada
otak'-nya ABRI lebih disebabkan kompensasi ketidakmampuan dan ketidak
berdayaan sebagian anggota ABRI secara intelektual, dari level tamtama sampai
perwira. Kemampuan intelektual mereka relatif terbatas dan harus diakui, toh
di sekolah kemiliteran mereka tidak akan dididik untuk jadi orang intelek.
Percuma, karena sekolah militer kan mendidik mereka jadi pasukan yang kudu
nurutin perintah komandan. Kalo mau jadi orang intelek, ya be a civilian.

Tapi ini jadi senjata makan tuan setelah mereka di'karya'kan di
jabatan-jabatan sipil yang nota bene butuh kecerdasan, yang anda sendiri sudah
pasti tau akibatnya. Ibarat nyuruh ikan balapan lari di darat lawan kancil
... heheh, konyol memang. Tapi justru dengan keterbatasan intelektual itulah
mereka yakin kekonyolannya itu adalah benar. Jadi, kalau di dalam konteks
keilmuan, ABRI itu 'tidak tahu kalau tidak tahu', jauh lebih buruk daripada '
tahu kalau tidak tahu'. Kasian sekali, dan saya jadi ikut sedih. Semoga Tuhan
mengampuni mereka.

Nah, belajar dari hujatan dan cemoohan masyarakat, maka pelan-pelan mereka
mulai 'tahu kalau tidak tahu', dan ini akibatnya, mereka jadi minder, rendah
diri dan merasa tidak berharga di dalam masyarakat, tidak diakui - which is an
essential part for being a human and human being. Kalo udah begini mereka
mulai deh cari-cari kompensasi sana-sini dengan berlaku sok kuat, sok kuasa
.. (tapi nggak pernah sok pinter). Mulai deh mereka main tembak sana sini,
culik sana sini, gaplok kiri-kanan, sikat sini dan situ ... yang tentunya
orang sipil-lah yang jadi sasaran. Dan mereka (khususnya warga tamtama dan
bintara) paling seneng nembakin mahasiwa yang dianggap seteru mereka. Nah,
puas 'kan? Belon puas juga, level atasannya ngembatin jabatan-jabatan sipil
.. mulai dari lurah sampe presiden, tukang jagal dan backing level tanah
abang sampe level kawasan bisnis, pengedar dan penyelundup level lokal sampe
nasional. Dan seterusnya ... dan kalo mau tau, mereka bangga dengan hal itu.
Hanya dengan pasang otot saja, mereka bisa hidup berlebihan. Tapi itulah
esensi kemanusiaan : perolehan pengakuan dari masyarakat sekitarnya. What a
pitty !

Begitulah, pada akhirnya rakyat juga yang kena akibatnya, dan toh generasi
kita juga yang nanggung kerusakan lahir dan bathin sebagai akibat keterbatasan
intelektual mereka, dan masih banyak lagi kegagalan-kegagalan mereka dalan
menangani persoalan kenegaraan yang mereka create sendiri, lagi-lagi karena
perbuatan mereka. Ujung-ujungnya semua persoalan diselesaikan dengan gaya khas
mereka : ya kekerasan, penembakan, pembunuhan, penculikan, teror, dan
seterusnya.

I personally feel sorry about that. Really sorry, ya kasian, malu, marah dan
geram. Saya pribadi hanya berharap Tuhan Yang Maha Kuasa mengampuni mereka.
Yang saya ingat hanya satu: kehidupan generasi selanjutnya - semoga nggak
perlu meniru mereka -apalagi bangga. Setidak-tidaknya bagi anak-anak mereka
sendiri.


Semuel Littik wrote:

>        Sistem TNI : Terorisme, Neokolonialisme dan Idiokrasi
>
>            Oleh : Semmy Littik - Townsville, Australia
>
> Krisis Timor Timur yang menarik perhatian seluruh dunia memasuki babak
> baru dengan pengakuan pemerintah Indonesia bahwa militer dan polisi
> Indonesia tidak berhasil menciptakan keamanan sipil di Timtim pada periode
> pasca-referendum.  Kegagalan tersebut sebenarnya sudah disuarakan oleh
> banyak kalangan dalam seminggu terakhir, termasuk pihak PBB dan bahkan
> politisi dan rakyat biasa di Indonesia.  Fenomena pengakuan kegagalan
> tersebut nampaknya patut disimak sebagai sikap putus asa pemerintah
> Indonesia menghadapi tekanan dari luar dan dalam negeri, daripada
> perubahan moral dan paradigma politik elit Indonesia.
>
>               -didelete-

--------------CB24684A6A3A39E32623A4B5
Content-Type: text/html; charset=us-ascii
Content-Transfer-Encoding: 7bit

<!doctype html public "-//w3c//dtd html 4.0 transitional//en">
<html>
Saya sepakat dengan bung Semuel. Tapi saya melihat sikap 'main otot daripada
otak'-nya ABRI lebih disebabkan kompensasi ketidakmampuan dan ketidak berdayaan
sebagian anggota ABRI secara intelektual, dari level tamtama sampai perwira.
Kemampuan intelektual mereka relatif terbatas dan harus diakui, toh di
sekolah kemiliteran mereka tidak akan dididik untuk jadi orang intelek.
Percuma, karena sekolah militer kan mendidik mereka jadi pasukan yang kudu
nurutin perintah komandan. Kalo mau jadi orang intelek, ya <i>be a civilian</i>.
<p>Tapi ini jadi senjata makan tuan setelah mereka di'karya'kan di jabatan-jabatan
sipil yang nota bene butuh kecerdasan, yang anda sendiri sudah pasti tau
akibatnya. Ibarat nyuruh ikan balapan lari di darat lawan kancil .... heheh,
konyol memang. Tapi justru dengan keterbatasan intelektual itulah mereka
yakin kekonyolannya itu adalah benar. Jadi, kalau di dalam konteks keilmuan,
ABRI itu <b>'tidak tahu kalau tidak tahu'</b>, jauh lebih buruk daripada
' tahu kalau tidak tahu'. Kasian sekali, dan saya jadi ikut sedih. Semoga
Tuhan mengampuni mereka.
<p>Nah, belajar dari hujatan dan cemoohan masyarakat, maka pelan-pelan
mereka mulai 'tahu kalau tidak tahu', dan ini akibatnya, mereka jadi minder,
rendah diri dan merasa tidak berharga di dalam masyarakat, tidak diakui
- <i>which is an essential part for being a human and human being</i>.
Kalo udah begini mereka mulai deh cari-cari kompensasi sana-sini dengan
berlaku sok kuat, sok kuasa ... (tapi nggak pernah sok pinter). Mulai deh
mereka main tembak sana sini, culik sana sini, gaplok kiri-kanan, sikat
sini dan situ ... yang tentunya orang sipil-lah yang jadi sasaran. Dan
mereka (khususnya warga tamtama dan bintara) paling seneng nembakin mahasiwa
yang dianggap seteru mereka. Nah, puas 'kan? Belon puas juga, level atasannya
ngembatin jabatan-jabatan sipil ... mulai dari lurah sampe presiden, tukang
jagal dan <i>backing </i>level tanah abang sampe level kawasan bisnis,
pengedar dan penyelundup level lokal sampe nasional. Dan seterusnya ...
dan kalo mau tau, mereka bangga dengan hal itu. Hanya dengan pasang otot
saja, mereka bisa hidup berlebihan. Tapi itulah esensi kemanusiaan : perolehan
pengakuan dari masyarakat sekitarnya. <i>What a pitty !</i>
<p>Begitulah, pada akhirnya rakyat juga yang kena akibatnya, dan toh generasi
kita juga yang nanggung kerusakan lahir dan bathin sebagai akibat keterbatasan
intelektual mereka, dan masih banyak lagi kegagalan-kegagalan mereka dalan
menangani persoalan kenegaraan yang mereka
<i>create
</i>sendiri, lagi-lagi
karena perbuatan mereka. Ujung-ujungnya semua persoalan diselesaikan dengan
gaya khas mereka : ya kekerasan, penembakan, pembunuhan, penculikan, teror,
dan seterusnya.
<p><i>I personally feel sorry about that. Really sorry, </i>ya kasian,
malu, marah dan geram. Saya pribadi hanya berharap Tuhan Yang Maha Kuasa
mengampuni mereka. Yang saya ingat hanya satu: kehidupan generasi selanjutnya
- semoga nggak perlu meniru mereka -apalagi bangga. Setidak-tidaknya bagi
anak-anak mereka sendiri.
<br>&nbsp;
<p>Semuel Littik wrote:
<blockquote TYPE=CITE>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Sistem TNI :
Terorisme, Neokolonialisme dan Idiokrasi
<p>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; Oleh :
Semmy Littik - Townsville, Australia
<p>Krisis Timor Timur yang menarik perhatian seluruh dunia memasuki babak
<br>baru dengan pengakuan pemerintah Indonesia bahwa militer dan polisi
<br>Indonesia tidak berhasil menciptakan keamanan sipil di Timtim pada
periode
<br>pasca-referendum.&nbsp; Kegagalan tersebut sebenarnya sudah disuarakan
oleh
<br>banyak kalangan dalam seminggu terakhir, termasuk pihak PBB dan bahkan
<br>politisi dan rakyat biasa di Indonesia.&nbsp; Fenomena pengakuan kegagalan
<br>tersebut nampaknya patut disimak sebagai sikap putus asa pemerintah
<br>Indonesia menghadapi tekanan dari luar dan dalam negeri, daripada
<br>perubahan moral dan paradigma politik elit Indonesia.
<p>&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;
-<i>didelete</i>-</blockquote>
</html>

--------------CB24684A6A3A39E32623A4B5--

Kirim email ke