On Tuesday 23 September 2008 15:37:19 Pataka wrote:
> Seingat saya, ketika mulai banyak KPLi bermunculan. Karena orang
> merasa kesulitan menjelaskan sebuah ideologi atau paham, apakah itu
> free software, open source, linux, copy left dlsb.? Apalagi di tengah
> situasi dimana pembicaraan mengenai software bebas ketika itu
> dipandang sebagai sebuah keanehan yang tidak perlu (lha semuanya
> memakai bajakan). Sehingga lebih mudah menjelaskan Linux sebagai
> sebuah produk turunan FOSS ketimbang sebagai sebuah paham. To the point.

Sepertinya ingatan kita berbeda :)

Yang saya ingat sih, id-linux ada untuk belajar Linux, bukan FreeBSD.
LUGU juga ada untuk belajar Linux, bukan Windows.
Beberapa LUG dan KPL lain yang saya ingat, juga berdiri mau belajar Linux, 
bukan Solaris atau Mac.

Kelompok kelompok opensource dan free software justru populer belakangan.
Maka istilah Linux disempitkan kembali ke arah "kernel doang".
Lebih aneh lagi, beberapa aktivis FOSS justru mempopulerkan aplikasi yang 
dijalankan di atas sistem operasi non FOSS, hehehe... 
Gak konsisten. Kalau mau FOSS ya FOSS. Jangan propietary.

Makanya saya lebih senang tetap berada di LUG/KPL, karena rata rata konsisten 
antara kata dan perbuatan. Linux ya linux. Kalaupun perlu MS Office, ya 
jalankan di atas xover :)

> Kemudian banyak pihak lain non Linux akhirnya ikut menumpang kendaraan
> KPLi karena relatif lebih "established". Sejak saat itulah maka
> kemudian komunitas-komunitas FOSS menjadi nimbrung ke dalam KPLi
> sebagai sebuah kesadaran bersama. Ini disambut gembira oleh KPLi
> karena kebersamaan itu menjadi salah satu faktor yang terbukti membuat
> KPLi kemudian tumbuh pesat. Artinya berkat kontribusi komunitas FOSS

Linux dan FOSS memang kawan dekat yang tak terpisahkan, tapi tidak sama.

Jangan lalu mengecilkan Linux dan menganggapnya sebagai himpunan 
bagian/turunan dari FOSS. Linux sebagai kernel memang FOSS, tapi Linux 
sebagai sistem bisa mengandung aplikasi proprietary. Banyak distro yang 
menyertakan acrobat, flash player, bisa menjalankan MP3, DVD, dll.
Sebaliknya, FOSS tidak harus Linux. Bisa FreeBSD, FreeDOS, atau lainnya. Tapi 
tentu bukan windows, atau acrobat, oracle, atau mp3 :)

Distribusi linux yang paling saya sukai sejak awal, SuSE, justru bukan linux 
yang murni opensource. YaST-nya saja dulu tidak free. Begitupun sax dll. 
menginstal opensuse 10.3 standard mesti meng-klik beberapa EULA dari beberapa 
aplikasi. Aku juga perlu MS Font (Arial, Times New roman dll untuk 
kompatibilitas). Belum lagi kalau instal dukungan multimedia dari komunitas 
(yang jelas tidak free). 
Apalagi, kalau menginstal SuSE Linux Enterprise Desktop.

Justru, di mata saya, mengaku aktifis FOSS masih berat, karena mesti 
menginstal yang murni FOSS. Terlalu banyak aplikasi proprietary yang saya 
butuhkan. Kalau Windows sih sudah saya tinggalkan lama. Tapi aplikasi non 
FOSS lain masih banyak. Acrobat reader, flash player hanya contoh. Masih ada 
beberapa lagi yang lain.

Ini dimungkinkan pengguna Linux murni, tapi tidak di FOSS murni.

> Meskipun terus terang
> ketika itu kami masih sulit membedakan apa itu Free Software, Open
> Source dan Linux itu sendiri (wong sekarang aja juga masih sering
> bingung hahaha).

Mudah mudahan keterangan di atas bisa mengurangi kebingungan.

> Alasan lain, menurut saya secara strategis (bukan karena romantisme
> sejarah), KPLi masih dalam tahap membentuk diri menuju kelembagaan
> formal, 

Tidak semua menuju kelembagaan formal.
Ada yang suka formal, ada yang tidak suka.
Anda mungkin suka, tapi saya termasuk yang tidak suka.

Open mind dong.

> Pertimbangan terakhir, yang mungkin bisa jadi jalan tengah adalah
> membiarkan setiap KPLi untuk memilih jalur perjuangannya sendiri.

Setuju.
Ini yang paling bagus.

-- 
Salam,

Adi Nugroho - http://adi.internux.co.id/
iNterNUX --- http://www.internux.net.id/
Jalan Dr. Sam Ratulangi No. 53J Makassar
Tel. +62-411-834690  Fax. +62-411-834691
CDMA:+62-411-6109535 GSM:+62-816-27-9193





-- 
Berhenti langganan: [EMAIL PROTECTED]
Arsip dan info: http://linux.or.id/milis

Kirim email ke