Eks Anggota NII Datangi Polda Jabar
http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2007/032007/21/0209.htm
<http://www.pikiran-rakyat.co.id/cetak/2007/032007/21/0209.htm> 


TELITI sebelum Anda menyumbang. Pasalnya, ada kemungkinan dana yang Anda
sumbangkan itu diselewengkan. Atau tidak disalurkan kepada pihak-pihak
yang membutuhkan, salah satunya untuk gerakan NII KW-9.

"Soalnya, itulah salah satu modus anggota NII KW-9 untuk memperoleh dana
bagi NII. Semua dana itu disetor ke Al-Zaytun," kata Dede Achmad (28),
mantan anggota NII kepada wartawan di Mapolda Jabar, Selasa (20/3).

Modus sumbangan yang dilakukan ialah dengan mengedarkan amplop sumbangan
untuk masjid, yayasan, atau pesantren. "Seperti yang diedarkan di
bus-bus, di jalan, di rumah, hingga di mal. Soal alamat kan gampang
dipalsukan," tutur Dede yang aktif di gerakan NII KW-9 pada tahun
1997-2000 itu.

Selain bermodus sumbangan, cara lainnya ialah mencuri. Ada berbagai cara
yang dilakukan, yaitu mencuri barang di rumah saudara sendiri, rumah
tetangga, atau rumah teman. Cara lainnya, pura-pura menjadi pembantu
rumah tangga.

"Biasanya, kita masukin orang ke sebuah keluarga yang memerlukan
pembantu. Nah, setelah beberapa bulan bertugas sebagai PRT, dia pergi
dengan membawa barang berharga milik majikannya," kata Dede yang mengaku
pernah memiliki 50 anggota di Kota Bandung.

Cara yang terbilang haram itu, bagi anggota NII KW-9 tergolong halal.
"Mengambil harta dari orang yang bukan anggota NII adalah halal
hukumnya. Itu yang diatur dalam NII," tutur Dede. Itulah yang membuat
Dede bersama istrinya, akhirnya keluar dari NII pada tahun 2000. 

Perkenalan Dede dengan NII dimulai tahun 1997, saat ia bekerja di sebuah
percetakan di Bandung. Setelah menjadi anggota NII, Dede diwajibkan
membayar sedekah untuk gerakan itu. "Pertama Rp 100.000,00 per bulan.
Makin lama makin besar," tuturnya.

Kewajiban membayar "iuran" itu, diakui Dede, sangat membebani. "Bahkan,
kita rela tidak makan berhari-hari hanya demi mengumpulkan uang itu,"
ucapnya.

Jabatan terakhir Dede di struktural NII saat masih aktif ialah Kepala
Desa Pulogadung di Jatinegara Jakarta. "Saat menjadi kades itu, saya
harus menyetor Rp 15 juta per bulan. Kalau pada bulan itu tidak bisa
bayar, diakumulatifkan untuk bulan berikutnya. Begitu seterusnya,"
tuturnya.

Beban setoran itulah yang akhirnya membuat ia dan anggotanya memakai
segala cara yang halal menurut NII, untuk mengumpulkan uang. "Semua uang
itu dipakai untuk keperluan gerakan NII. Kalau semuanya lancar, target
NII agar Indonesia memakai syariat Islam, bisa dimulai tahun 2010
nanti," katanya.

Atas dasar itulah, Dede beserta enam eks anggota NII lainnya, Selasa
(20/3), mendatangi Polda Jabar. "Kami hanya mendorong polda agar serius
menangani ini. Soalnya, tahun 2000 lalu kami sudah melaporkan hal ini
tapi sampai sekarang tidak ada perkembangannya. Apalagi, menurut
informasi yang saya dapatkan, gerakan ini mulai aktif lagi merekrut
anggota-anggota baru di perguruan tinggi, pabrik-pabrik, hingga
sekolah-sekolah," ujarnya. (Satrya/"PR")***



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke