Sebenarnya, persoalannya bukan terletak pada agama mana yang datang terlebih
dahulu, baik Islam maupun Kristen adalah agama luar yang sama-sama datang ke
Papua dengan misi dakwah (Islamisasi dan Kristenisasi). Kedua agama tersebut
tidak pernah berpikir bahwa sebelum kedatangan keduanya, masyarakat Papua
sudah memiliki keyakinan (agama lokal) tersendiri mengenai ritualitas
mereka. Justru, dengan kedatangan islam, Kristen, dan agama-agama "Resmi"
yang lain, masyarakat Papua yang menganut agama lokal mengalami
marginalisasi. Meskipun setiap agama-agama luar yang datang selalu mengklaim
bahwa dakwah yang mereka lakukan selalu dengan santun, sopan, ramah, dan
sebagainya.
Di samping itu, jikalau tokh sekarang ini muncul Perda papua yang dinilai
oleh kelompok Islam mendiskriminasi Islam, tidakkah kelompok Islam sendiri
berpikir bahwa di tempat lain juga terdapat Perda-perda bermuatan syariat
islam yang mendiskriminasi umat lain? Di satu sisi, inilah gegap gempita
dari desentralisasi. di sisi lain, kelompok mayoritas akan selalu
menempatkan diri sebagai yang lebih otoritatif di atas yang minoritas. Kalau
sudah begini, apa yang akan terjadi di masa mendatang?
Siapapun dari kelompok Islam, Kristen, dan juga agama-agama "resmi" yang
lain boleh mengklaim bahwa agama mereka lah yang pelaing benar, tetapi kalau
klaim itu diformalkan, maka yang terjadi adalah peminggiran terhadap
kelompok minoritas di tempat itu. Kita tidak pernah mau berpikir bijak,
bahwa di negara ini terdpat banyak kepercayaan dan keyakinan yang semestinya
diakomodir sebagai sesuatu yang setara dengan agama-agama besar yang lain.
sehingga peminggiran yang satu atas yang lain tidak perlu terjadi.


On 4/23/07, Wido Q Supraha <[EMAIL PROTECTED]> wrote:



Meski Kondisi Kehidupan Makin Sulit, Masjid Antartika Tetap Beroperasi

Senin, 23 Apr 07 11:49 WIB

Banyak yang tidak tahu kalau Islam adalah adalah agama pertama yang masuk
ke
Papua. Ketua Lembaga Sosial Dakwah dan Pembinaan SDM Kawasan Timur
Nusantara
M. Alkaaf Fadzlan mengungkapkan, Islam masuk Papua pada abad kelima belas.
Sementara, agama Kristen masuk pada abad sembilan belas.

"Islam masuk ke Papua tahun 1486 M oleh kesultanan Ternate (Zaenal Abidin)
dan oleh kesultanan Tidore, Jailalo, dan Bacan, " katanya.

Sedangkan Kristen Protestan masuk di pulau paling ujung timur Indonesia
itu
pada 5 Februrai 1855 oleh misionaris Jerman Carl W. Ottow dan Johann
Gottleb
Geissler. "Mereka mendarat di pulau Mansinan, tiga kilometer dari
pelabuhan
Manokwari, " papar Fadzlan.

Setelah itu, datanglah misionaris Katholik pada tahun 1892 oleh Pastor
Cornelis Le Cock d'Amarmandville SJ di desa Sekeren (Manokwari).

Lantaran, misi misionaris yang kuat, donasi dana yang banyak dari luar
negeri, dan berbagai dukungan politik dari kolonial Belanda, ujarnya, maka
Kristen dan Katholik lebih berkembang. Sedangkan, perkembangan Islam
lamban.
"Kawasan mayoritas Islam itu mungkin hanya ada di Papua bagian selatan,
Manokwari dan sekitarnya, " katanya.

Bila dihitung dari populasi jumlah penduduk, umat Islam di sana menempati
rangking dua. Data Departemen Dalam Negeri (Depdagri) menyebutkan, jumlah
pemeluk Kristen 1. 084. 967 jiwa, umat Islam 822. 000, sedangkan Katholik
berjumlah 714. 194 jiwa. Selain itu, penduduk Papua juga ada yang memeluk
Budha, Hindu, Konghuchu, animisme dan kepercayaan lainnya.

"Walau demikian, umat Islam tidak punya peran signifikan di sana. Ada
upaya
sistemik dari pemda setempat untuk menghalangi peran orang-orang Islam di
sana, " ujar peneliti Hizbut Tahrir Indonesia Wahyuddin. (dina)

Source :

http://www.eramuslim.com/berita/nas/7423110244-m.-alkaaf-fadzlan-islam-agama
-pertama-papua.htm

Perda di Papua, Diskriminasi terhadap Umat Islam

Senin, 23 Apr 07 11:40 WIB

Umat Islam di Papua mengalami diskriminasi oleh Pemerintah Daerah (Pemda)
setempat. Pasalnya, pemda setempat telah mengeluarkan peraturan daerah
(perda) yang hanya mengakomodasi kepentingan pihak Kristen (Protestan dan
Katholik).

"Banyak pasal krusial yang ada pada perda ini. Misalnya, pada pasal 25 (1)
dengan tegas disebutkan, "Warga asli Papua dalah Kristen. " Demikian pula
pada ayat 2 dikatakan, "Nilai-nilai yang diakui dalam aspek budaya,
busana,
dan agama adalah Kristen, " ujar Wahyuddin, peneliti dari Hizbut Tahrir
Indonesia dalam diskusi terbatas sejumlah ormas Islam di Kantor Dewan
Dakwah
Islamiyah Indonesia, akhir pekan kemarin.

Pemda setempat, katanya, juga tidak memberikan ruang dan kesempatan kepada
umat Islam untuk melakukan ibadah dengan bebas. "Setiap kantor dan orang
yang mau ibadah harus izin pemda dan masyarakat adat (Kristen). Akibatnya,
sulit bagi orang Islam di sana mendirikan masjid, " jelasnya.

Tak hanya itu, banyak kantor-kantor instansi pemerintah yang tidak
menyediakan mushalla, kendati di instansi tersebut terdapat sejumlah
pemeluk
Islam.

Persoalan ini diakui tokoh Islam Papua, M. Alkaaf Fadzlan. Menurut Ketua
Lembaga Sosial Dakwah dan Pembinaan SDM Kawasan Timur Nusantara itu, perda
ini telah membuat umat Islam semakin terjepit posisinya, baik secara
kultural maupun struktural.

"Orang-orang Islam yang ingin duduk di pemerintahan atau ikut pilkada
dipersulit. Ada upaya dari mereka untuk menjadikan Papua sebagai daerah
resmi Kristen, " katanya.

Oleh karena itu, harap Fadzlan, pihaknya meminta bantuan agar semua ormas
Islam memberikan dukungan terhadap dakwah di sana dan mendesak pemerintah
pusat merevisi Perda Kristen itu, " sarannya. (dina)

Source :

http://www.eramuslim.com/berita/nas/7423103407-perda-papua-diskriminasi-terh
adap-umat-islam.htm

Kirim email ke