On Fri, 15 Mar 2002, Dayan wrote: > Kalau mau di'lebar'kan, justru belajar bagaimana caranya belajar, merupakan > tahapan yang amat panjang. Tapi kalau sudah menangkap filosofinya, segala > sesuatunya akan tampak sederhana. Ini pengalaman sendiri. Terima kasih untuk > Pak IMW, yang sudah mengingatkan indahnya kegiatan belajar, karena ia > merupakan suatu bentuk seni.
Justru ini mungkin yang membedakan tahapan TK/SD di negara "Schumacher" ini dengan tahapan TK/SD di negara kita tercinta. Di sini anak TK/SD relatif diajari bagaimana mereka menyenangi proses belajar itu. Bagaimana mereka tumbuh keinginan untuk belajar mandiri. Relatif kelas 1-3 hal itu yang kental ditanamkan, ketimbang menghafal pelajaran yang berat-berat, yang malah membuat murid "benci" dengan proses belajar. Justru itu saya sering "sedih" melihat anak TK/SD di Indonesia sering diberi beban di sekolah berlebihan. Saya cuma kasihan, mereka sudah terampas haknya untuk menikmati masa-masa terindah untuk bermain. Masa itu khan tak terulang lagi 8-) BTW Universitas pun sering di"giring" ke arah yang menghasilkan mahasiswa yang "katanya" siap pakai, ketimbang "siap belajar". Padahal di alam yg serba berubah dengan cepat ini, maka kemampuan "siap belajar" akan lebih mendukung ketimbang sekedar "siap pakai". > >Nah tentu saja kondisi di atas (guru belajar juga dari murid..dll) hanya > >akan tercapai bila si murid juga aktif. > > Namun, keadaannya akan berbeda jika dalam ruangan kelas, yang dipenuhi oleh > sekian kepala, dengan tujuan yang tidak selalu sama. Sang pengajar mustilah > memahami satu titik yang menjadi perhatian semua murid. Dan ini mustahil > akan ia temukan, kalau sekadar mengajar saja, tanpa keinginan menumbuhkan > perhatian pada kalangan murid. Hal itu makin dipersulit karena banyak murid datang ke kelas hanya karena merasa "harus datang" tanpa ada keinginan memperkaya pengetahuan sendiri. Sehingga di kelas akan lebih tertarik untuk mengobrol, atau melihat ke jendela luar dan bengong, atau kirim-kiriman surat dengan tetangga sebelah, atau mungkin sekarnag kirim-kiriman SMS. Di dalam "alam" yang makin penuh dengan media ini (nota bene adalah penarik perhatian) tugas guru/dosen akan makin berat unutk menarik perhatian murid/mahasiswa. Sehingga kesadaran murid/mahasiswa lah yang sebenarnya akan berperan lebih besar. (Contoh : jaman saya kuliah, dosen tidak pernah menghadapi gangguan perhatian karena mahasiswa kirim-kiriman SMS) > Membenahi sistem, memang bukan pekerjaan 10 tahun-an. Paling tidak yang kita > lakukan dalam milis ini, atau memelihara milis sendiri, merupakan usaha ke > arah tersebut, yang mungkin tidak akan pernah kita saksikan hasilnya. > Selamat, untuk Anda semua yang meluangkan waktunya dalam milis -apa pun > namanya- dan ikut berbicara dan berusaha mempengaruhi seisinya, bukan > sekadar menyerap. Memelihara suatu proses diskusi (apapun jawaban akhir diskusi itu) terkadang lebih berarti daripada jawaban akhir diskusi itu. Kalau di Jerman ini ditempuh dalam mata pelajaran "Politik" (di anak kelas 4-5 SD). Mereka dikelompokkan dalam suatu grup, tiap grup terdiri dari anak yang beragam (guru menentukan grup nya). Lalu tiap kelompok diberikan permasalahan sehari-hari, dan diminta jawaban/pendapatnya. > Sependapat. Berbahasa dengan baik -artinya didukung oleh kegiatan banyak > membaca, menulis dan tentunya berbicara dalam bahasa tersebut- artinya > menyampaikan dengan baik dan sederhana hal yang ada dalam kepala kita. Bisa berbicara dengan baik, bila banyak mendengar. Bisa menulis dengan baik bila banyak membaca 8-). > Pak IMW pasti tahu nama milis itu...juga orang-orangnya... > :) He.he.h.he. saya juga sering disebut orang yang membuat bangsa Indonesia makin bodoh koq, Hanya gara-gara saya memimpin tim yang membuat penerjemahan berbagai program ke bahasa Indonesia. Saya cuma ingat bagaimana nasib saudara-saudara kita yang kebetulan tidak sempat kursus/belajar bahasa Inggris. Apa masih juga kita halangi kesempata mereka mencicipi teknologi informasi ?? Atau memang kita orang-orang yang mengaku "bisa TI" ini mencoba memberikan kesempatan kepada saudara-saudara kita, sehingga kita bisa "mengambil keuntungan" dari ke"kurangan" informasi mereka ? > >Salam buat > >rekan-rekan Palembang > > Terima kasih Pak, akan saya saya sampaikan. Kapan Anda mampir di Palembang > lagi ? Wah belum sempet lagi nih. Nanti lah setelah selesai studi saya. IMW * Gunadarma Mailing List ----------------------------------------------- * Archives : http://milis-archives.gunadarma.ac.id * Langganan : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED] * Berhenti : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED] * Administrator: [EMAIL PROTECTED]