On Tue, 8 Jun 2004, Faisal, Emir (KPC) wrote: > > Nanti mogok nggak mau ngasih beasiswa lagi > > gara2 banyak yang cabut.. > > Imho, itu kemerdekaan seseorang. Kebebasan untuk memilih. Rasanya ndak > salah mas.
Kalau hanya berpatokan kemerdekaan, sah-sah aja dong seseorang "merampok, menyolong, mengutil", demi mendapatkan hidup yg lebih baik. > > > kalau bisa langsung Citizenship sekalian Setelah itu teriak2 > > di LN 'Our coutry full of corrupt' > > akhirnya yaaa... 'What the different' > > Ehm, jadi menurut mas harusnya gimana ? > Begitu udah disekolahin, lalu mengabdi seumur-umur ke lembaga yang udah > berjasa tsb ? > Lagi pula ndak ada salahnya teriak2x diluar tentang keadaan negara yang > korup. Busuk yang seperti itu, kalo disimpen mbikin eneg sendiri. > Diteriakin aja gak malu, apalagi diem-dieman. Bubar dah negara. Mungkin perlu kita pisahkan 3 hal ini 1. Seseorang yang mendapatkan beasiswa dengan ikatan dinas dan lalu kabur 2. Orang yg di LN teriak-teriak negara Indonesia penuh korupsi 3. Orang yang tidak sadar bahwa dia juga part dari korupsi itu. Saya akan menyoroti nomor 1 (karena yg berhubungan dg masalah pertama dari posting ini). "Bagaimana seseorang yang sudah mendapatkan beasiswa, dan setelah itu "kabur" demi mencari sesuatu yang lebih baik ?. Salahkah ?, Etiskah ? 1. Salah. Karena dia melanggar kontrak (sebelum mendapatkan beasiswa mereka sudah menanda tangani kontrak dg ikatan dinas). Suka atau tidak suka apapun alasannya kalau memang sudah melanggar kontrak tersebut (misal lari dari ikatan dinas) adalah salah (karena kontrak disepakati oleh keduanya dan memiliki kekuatan hukum. 2. Tidak etis, karena : - Tidak profesional dalam melaksanakan kontrak (lihat nomor 1) - Merugikan Juniornya sehingga mengurangi kepercayaan institusi untuk memberikan beasiswa ke orang orang lain (takut terjadi hal yang sama). Jadi alasan "demi mencari kebaikan" saya rasa kurang tepat. Karena suka atau tidak suka memang salah dan tidak etis. Kalau kita selalu menggunakan "demi mencari hal yg lebih baik" tanpa memperhatikan etika/salah-benar, maka apa saja bisa di"halal"kan, selama kita menjadi lebih enak. > Lebih besar yang ini ? Ada url atau artikel yang bisa dipercaya, > membahas masalah ini ? Seingat saya ada semacam survei (tapi di Korea) tentang dampak menyekolahkan orang Korea dan pembentukan industri mereka. Saya harus cari-cari, seingat saya pakai kata kunci "local embedded". > > juga temen2 yang konsekuen atas tanggung jawab yang diberikan > > universitas, sekolah, negara atau siapa aja yang ngasih dana > > demi kemajuan negara.. > > Kalo menurut saya, ini bukan salah perseorangan. Ketika kita dihadapkan > pada suatu pilihan, udah takdir manusia untuk milih yang terbaik buat > diri sendiri, apalagi kalo scope kecil seperti "pulang kampung atau > disini aja". Akan sangat jarang "ah, saya pulang aja karena saya udah > dibayarin sekolah oleh negara. Oleh karena itu saya harus mengabdi tanpa > pamrih kenegara !"... Sangat jarang. Kalau saya menanggap ini salah "visi" dari kebanyakan penerima beasiswa. (Mudah-mudahan bukan attitude umum orang Indonesia yg suka enaknya sendiri). Kalau memang mereka berniat profesional (mengikuti kontrak yang telah ditanda-tangani, suka atau tidak suka mereka harus memenuhi kuajiban itu. Setelah kuajiban itu selesai ya tinggal pilihan sendiri (nah di situasi ini bisa diberlakukan istilah "mau cari yang lebih enak"). Memang manusia akan selalu berusaha mencari "enaknya sendiri", hanya "hati" yang akan mencegah melakukan hal-hal yg salah dan tidak etis. > Menurut saya, sistimlah yang seharusnya mengatur masalah tersebut. Bikin > rule yang apropriate untuk penerima fasilitas seperti ini. Punish & > reward yang proper akan fair buat tiap orang. Sistem itu termasuk masyarakat pelaku (mirip pendapat saya, bahwa mahasiswa adalha bagian terpenting pada sistem pendidikan). Ketika masyarakat menganggap suatu hal tidak melanggar hukum (melanggar kontrak), maka akan sulit sekali hal itu diperbaiki. Karena tidak dianggap salah. (Misal di Indonesia ada tulisan dilarang merokok, orang masih santai aja merokok tanpa bersalah). Sekali orang sepakat bahwa hal itu "salah", maka orang akan terdorong untuk tidak melakukannya. > Reputasi yang bener2x hebat itu susah dicari pak. Dan rasanya ndak ada > hubungan antara reputasi dan biodata. Reputasi yang hebat itu diciptakan dengan kerja keras 8-) Bukan datang dari langit, menurut saya lho. IMW * Gunadarma Mailing List ----------------------------------------------- * Archives : http://milis-archives.gunadarma.ac.id * Langganan : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED] * Berhenti : Kirim Email kosong ke [EMAIL PROTECTED] * Administrator: [EMAIL PROTECTED]