Hahahahaha. TQ, Commander!
Yes, you're completely right. Analogy Komandan Hepi lebih cocok, ya? Suami 
meninggal bisa dianalogikan dengan emitent yang bangkrut. Namun demikian saham 
yang sedang resting jangan dianalogikan dengan suami/istri yang sedang dinas 
luar kota, dong. (Psssttt.... Bisa2 suami Nin menjadikannya sebagai alasan 
untuk pindah ke "saham" lain saat Nin sedang dinas ke luar seperti sekarang 
ini).

Terimakasih juga sharingnya yang melengkapi pesan Nin pagi ini tentang masuk 
kembali ke suatu saham saat saham tersebut break through UP. Ini salah satu 
style yang sangat manjur. 
Btw, ada banyak sekali traders yang masih mengharamkan CL dan karenanya sharing 
Komandan Hepi semoga bisa memberi pencerahan bagi yang membutuhkan. 

PS: Thank to Suheng Koba and others, too. 

With love,


Nin (on her way to Los Angeles headquarter).
http://club9saham.blogspot.com/ facebook: Nindya Gracia   == only with the 
heart one can see clearly ==  

--- On Sun, 1/17/10, HepisahaM <hepisa...@gmail.com> wrote:

From: HepisahaM <hepisa...@gmail.com>
Subject: Re: [ob] ON LETTING GO
To: "Nindya G" <nind...@yahoo.com>, "Obrolan bandar" 
<obrolan-bandar@yahoogroups.com>
Date: Sunday, January 17, 2010, 1:13 AM







 



  


    
      
      
      














Menarik Nin,

Pandangan awam sy, analoginya kurang pas. Cut loss dengan suami meninggal. 
(Emiten bangkrut dan tidak beroperasi lagi).

Saya bila salah posisi dan harus cut loss (terutama  bila masuk di saham yg 
MEDIUM RISK)
akan menunggu apakah :

-(a) dia kembali membus TROUG nya, membentuk higher low dan closing above 
previous high ATAU

-(b) resting menjauh dari TROUGH dengan membentuk lower  low dan closing below 
previous high.

Bila (a) yg terjadi saya buy dengan seperempat uang utk jatah pada saham itu. 
Bila (b) yg terjadi  saham ini sy tinggalkan dan pindah ke saham lain yang LOW 
RISK sesuai trading plan.

Sesuai illustrasi, yg terjadi di bumi adalah (b), trough 8050 tidak pernah 
ditembus kembali, bahkan ketika bumi membentuk base baru pun PEAK yang terjadi 
selalu lebih rendah dari peak sebelumnya (down trend), kalo ada saham yg lain 
yg LOW RISK sy akan pindah saham ini, namun bila semua saham break peaknya 
lebih rendah dari peak sebelumnya, berarti bursa saham tidak kondusif (bukan 
tempat utk cari duit,sy jualan ketoprak dulu lah), sambil menunggu base market 
terbentuk.   

Jadi menurut sy cut loss itu seperti rutinitas yang membiasa, bukan traumatic 
mendalam seperti illustrasi kehilangan suami. 

Apakah padanan cut loss itu bisa disetarakan dengan suami impoten atau dinas ke 
luar kota, Nin yg lebih ahli.

Note : mohon jangan diartikan bila suami/istri kita lower low (letoy), dan 
closing below previous high (climaks nya tdk senikmat sebelumnya) harus cari 
pacar lagi/selingkuh ...kha....




   with kind regards
hepisaham

Buy only Stock when HEPI RISK LEVEL is LOW
Powered by Risk Based Trading System (RBTS)
Facebook : hepisahamFrom:  Nindya G <nind...@yahoo. com>
Date: Sat, 16 Jan 2010 15:42:08 -0800 (PST)To: Obrolan Bandar<obrolan-bandar@ 
yahoogroups. com>Subject: [ob] ON LETTING GO

 



    
      
      
      
 

ON LETTING GO 

( OB translation: Rela CUT
LOSS) 

By Nindya G 

   

Seorang ibu dibawa kerabatnya ke dokter ahli jiwa. Si ibu nampak murung,
pandangannya sering kosong. Dari wawancara dengan si ibu dan tambahan informasi
dari si kerabat didapatkan informasi bahwa suami si ibu meninggal lebih setahun
 yang lewat. Sejak kepergian sang suami,
si ibu ini menjadi sangat pemurung, suka mengurung diri di kamar, tidak mau
lagi melakukan aktifitas yang sebelumnya sangat disukai. Dalam sesi-sesi
psychotherapy berikutnya si ibu mulai bisa bercerita tentang bagaimana dia
sangat kehilangan suaminya. Dia masih sering membayangkan dan mengharapkan
kepulangan suami saat-saat jam kepulangan suami dulu. Dia akan  menangis 
tersedu-sedu saat menyadari bahwa
sang suami benar-benar sudah tidak mungkin kembali. Selama lebih dari setahun
si ibu ini benar-benar terpenjara dalam pengharapan yang sia-sia dan
terperangkap dalam attachment (kemelekatan) yang tidak sehat.
Ketidak-mampuannya untuk let go telah merampas waktu, tenaga, pikiran  dan 
terlebih lagi, kedamaian dan kebahagiaan
yang mestinya tetap bisa dia nikmati.  

   

            Bagaimana dengan kita para
trader? Pernahkah kita mengalami masa-masa sulit seperti ini di dunia trading?
Saat-saat di mana kita masih berpegang pada kenangan dan pengharapan ketika
BUMI seharga 8750? Ketika Bumi meluncur ke 7000-an kita masih mengatakan, “Ah,
paling sebentar lagi juga balik lagi.” Kita kemudian beli lagi, average down
 dengan perhitungan, “Kan harga
rata-ratanya jadi lebih murah?”  Dan kita
terus melakukan average down sampai seluruh uang kita habis; hingga
mimpi buruk menyentakkan kita ketika Bumi benar-benar dibuat sebagai barang
murahan di harga 385. Ketika harga saham mulai naik, kita cuma tinggal sebagai
penonton karena modal sudah habis. Tiap hari, ketika trader-trader lain
bersorak dan tertawa karena bisa cuan, kita hanya gigit jari dan berkata, “Ugh,
I wish.....”. 

   

            Dalam
kasus si Ibu, satu-satunya hal yang bisa membuatnya meraih kembali
kebahagiaanya adalah to let go (merelakan yang terjadi,
menerimanya dengan ikhlas dan move on dengan hidupnya). Mengenang suami
yang telah pergi sah-sah saja, sering menengok ke pusaranya ya fine-fine saja, 
berkabung
ya monggo saja. Yang tidak seharusnya dilakukan adalah memenjarakan
hati, pikiran, dan fisik dalam pengharapan yang tidak rasional. (Mestinya sang 
suami di alam
sana ya tidak rela melihat sang istri menjadi sedemikian menderita, toh ya?)
Setelah cukup masa berkabung dan melakukan adaptasi mestinya si Ibu bisa
melanjutkan kembali hidupnya dengan ringan dan meraih kembali kebahagiaannya.
Mengutip kata teman dekat saya, ”Ketika kau siap untuk menikah, maka kau harus
siap untuk menjadi janda.”  

   

            Hal yang
sama berlaku pada kita para trader. Ketika saham sudah memasuki masa downtrend,
masa istirahat, kita harus merelakannya pergi untuk sementara. Ketika batas
angka support itu tertembus ke bawah dengan volume yang besar, itulah saatnya
kita katakan sayonara kepada saham kita. ”Waduh, kita rugi sekian banyak,
dong?” Hati kita pasti akan mengatakan demikian. Well, lebih rugi lagi kalau
kita tidak berani let go, CUT LOSS. Namanya saja cut loss
(memangkas kerugian), itu pastilah lebih sehat daripada FOREVER LOSS.
Hehehe. Sakit, ya? Pasti. Sama seperti ketika si ibu harus mengatakan, ”Sampai 
berjumpa
lagi di alam baka nanti,  Kekasih,”
kepada almarhum suaminya. Ada kehilangan yang dalam, menyesakkan, dan terasa tak
tergantikan. Namun proses itu harus dilalui dan dilakukan agar dia bisa
mendapatkan kelepasan dari kepedihannya, dapat melanjutkan hidupnya dengan hati
ringan dan tidak terpaku ke belakang.  

            So, Obers, siapkah kita untuk LET GO? Beranikah kita untuk
CUT LOSS dan bersyukur karenanya? Mengutip kata-kata Suheng terkasih saya,
“Ketika kau memutuskan untuk membeli suatu saham, kau harus langsung menentukan
pintu keluarnya.” Tentunya yang dimaksud salah satunya adalah pintu CUT LOSS.
 

Have a
blessed week-end!   




 


Ninhttp://club9saham. blogspot. .com/ facebook: Nindya Gracia   == only with 
the heart one can see clearly ==  


      

    
     

    










    
     

    
    


 



  






      

Reply via email to