Ane Cutloss sih biasa. Kalo cuan baru ruaar biasa.

Namanya juga bursa, mana tau harga mau kemana.
Yg penting disiplin. Disiplin cutloss and disiplin cuan.




Artomoro9

-----Original Message-----
From: "JT" <jsxtra...@yahoo.com>
Date: Sun, 17 Jan 2010 08:44:46 
To: <obrolan-bandar@yahoogroups.com>; 'Nindya G'<nind...@yahoo.com>
Cc: <jsxtra...@yahoogroups.com>
Subject: RE: [ob] ON LETTING GO

Ini ane setuju banget !…, CL mah emang udah kerjaan kite (trader), biasa aja 
itu…, kalo orang betawi bilang, no big deal !...,  jadi kurang  tepatlah lah 
kalo dianalogikan dgn kehilangan suami….., after all, WE DO NOT married a 
stock, Never ! 

 

JT

 

From: obrolan-bandar@yahoogroups.com [mailto:obrolan-ban...@yahoogroups.com] On 
Behalf Of HepisahaM
Sent: 17 Januari 2010 8:13
To: Nindya G; Obrolan bandar
Subject: Re: [ob] ON LETTING GO

 

Jadi menurut sy cut loss itu seperti rutinitas yang membiasa, bukan traumatic 
mendalam seperti illustrasi kehilangan suami. 

Apakah padanan cut loss itu bisa disetarakan dengan suami impoten atau dinas ke 
luar kota, Nin yg lebih ahli.

Note : mohon jangan diartikan bila suami/istri kita lower low (letoy), dan 
closing below previous high (climaks nya tdk senikmat sebelumnya) harus cari 
pacar lagi/selingkuh ...kha....





with kind regards
hepisaham

Buy only Stock when HEPI RISK LEVEL is LOW
Powered by Risk Based Trading System (RBTS)
Facebook : hepisaham

_____  

From: Nindya G <nind...@yahoo.com> 

Date: Sat, 16 Jan 2010 15:42:08 -0800 (PST)

To: Obrolan Bandar<obrolan-bandar@yahoogroups.com>

Subject: [ob] ON LETTING GO

 

  






ON LETTING GO

(OB translation: Rela CUT LOSS)

By Nindya G

 

Seorang ibu dibawa kerabatnya ke dokter ahli jiwa. Si ibu nampak murung, 
pandangannya sering kosong. Dari wawancara dengan si ibu dan tambahan informasi 
dari si kerabat didapatkan informasi bahwa suami si ibu meninggal lebih setahun 
 yang lewat. Sejak kepergian sang suami, si ibu ini menjadi sangat pemurung, 
suka mengurung diri di kamar, tidak mau lagi melakukan aktifitas yang 
sebelumnya sangat disukai. Dalam sesi-sesi psychotherapy berikutnya si ibu 
mulai bisa bercerita tentang bagaimana dia sangat kehilangan suaminya. Dia 
masih sering membayangkan dan mengharapkan kepulangan suami saat-saat jam 
kepulangan suami dulu. Dia akan  menangis tersedu-sedu saat menyadari bahwa 
sang suami benar-benar sudah tidak mungkin kembali. Selama lebih dari setahun 
si ibu ini benar-benar terpenjara dalam pengharapan yang sia-sia dan 
terperangkap dalam attachment (kemelekatan) yang tidak sehat. 
Ketidak-mampuannya untuk let go telah merampas waktu, tenaga, pikiran  dan 
terlebih lagi, kedamaian dan kebahagiaan yang mestinya tetap bisa dia nikmati. 

 

            Bagaimana dengan kita para trader? Pernahkah kita mengalami 
masa-masa sulit seperti ini di dunia trading? Saat-saat di mana kita masih 
berpegang pada kenangan dan pengharapan ketika BUMI seharga 8750? Ketika Bumi 
meluncur ke 7000-an kita masih mengatakan, “Ah, paling sebentar lagi juga balik 
lagi.” Kita kemudian beli lagi, average down  dengan perhitungan, “Kan harga 
rata-ratanya jadi lebih murah?”  Dan kita terus melakukan average down sampai 
seluruh uang kita habis; hingga mimpi buruk menyentakkan kita ketika Bumi 
benar-benar dibuat sebagai barang murahan di harga 385. Ketika harga saham 
mulai naik, kita cuma tinggal sebagai penonton karena modal sudah habis. Tiap 
hari, ketika trader-trader lain bersorak dan tertawa karena bisa cuan, kita 
hanya gigit jari dan berkata, “Ugh, I wish.....”.

 

            Dalam kasus si Ibu, satu-satunya hal yang bisa membuatnya meraih 
kembali kebahagiaanya adalah to let go (merelakan yang terjadi, menerimanya 
dengan ikhlas dan move on dengan hidupnya). Mengenang suami yang telah pergi 
sah-sah saja, sering menengok ke pusaranya ya fine-fine saja, berkabung ya 
monggo saja. Yang tidak seharusnya dilakukan adalah memenjarakan hati, pikiran, 
dan fisik dalam pengharapan yang tidak rasional. (Mestinya sang suami di alam 
sana ya tidak rela melihat sang istri menjadi sedemikian menderita, toh ya?) 
Setelah cukup masa berkabung dan melakukan adaptasi mestinya si Ibu bisa 
melanjutkan kembali hidupnya dengan ringan dan meraih kembali kebahagiaannya. 
Mengutip kata teman dekat saya, ”Ketika kau siap untuk menikah, maka kau harus 
siap untuk menjadi janda.” 

 

            Hal yang sama berlaku pada kita para trader. Ketika saham sudah 
memasuki masa downtrend, masa istirahat, kita harus merelakannya pergi untuk 
sementara. Ketika batas angka support itu tertembus ke bawah dengan volume yang 
besar, itulah saatnya kita katakan sayonara kepada saham kita. ”Waduh, kita 
rugi sekian banyak, dong?” Hati kita pasti akan mengatakan demikian. Well, 
lebih rugi lagi kalau kita tidak berani let go, CUT LOSS. Namanya saja cut loss 
(memangkas kerugian), itu pastilah lebih sehat daripada FOREVER LOSS. Hehehe. 
Sakit, ya? Pasti. Sama seperti ketika si ibu harus mengatakan, ”Sampai berjumpa 
lagi di alam baka nanti,  Kekasih,” kepada almarhum suaminya. Ada kehilangan 
yang dalam, menyesakkan, dan terasa tak tergantikan. Namun proses itu harus 
dilalui dan dilakukan agar dia bisa mendapatkan kelepasan dari kepedihannya, 
dapat melanjutkan hidupnya dengan hati ringan dan tidak terpaku ke belakang. 

            So, Obers, siapkah kita untuk LET GO? Beranikah kita untuk CUT LOSS 
dan bersyukur karenanya? Mengutip kata-kata Suheng terkasih saya, “Ketika kau 
memutuskan untuk membeli suatu saham, kau harus langsung menentukan pintu 
keluarnya.” Tentunya yang dimaksud salah satunya adalah pintu CUT LOSS.





Have a blessed week-end!  

  <http://mail.yimg.com/us.yimg.com/i/mesg/tsmileys2/40.gif> 



 

Nin

 <http://club9saham.blogspot.com/> http://club9saham.blogspot..com/

facebook: Nindya Gracia

 

== only with the heart one can see clearly == 

 

 


Kirim email ke