Penjelasan HepiSahaM dan uraian Sis Nin saling melengkapi.

Memang kemampuan untuk "letting go" dan "cut loss" menjadi sangat crucial dalam 
kehidupan nyata maupun di dunia persahaman.

Dua2nya mempunyai arti (esensi) yang sama, yaitu untuk mencegah kerusakan yang 
lebih parah dan memulai sesuatu yang baru yang diharapkan bisa membawa manfaat 
lebih baik.

Dua2nya sejalan dengan karakteristik dari Alam Semesta yaitu "IMPERMANENCE". 

"Kesadaran" tentang karakteristik ini dan konsekuensinya (dissatisfaction or 
satisfaction) akan membantu kita menjalani keseharian kita lebih utuh. Kita 
akan lebih focus pada apa yang bisa dilakukan saat ini dan mempersiapkan diri 
untuk menyongsong masa depan. Kita akan dapat sangat menghargai pada apa yang 
telah dan akan diberikan Alam Semesta.

Namun penerapan "letting go" dan "cut-loss" sangat tergantung pada pribadi 
masing2. Untuk orang sekelas pak JT dan A9 cut-loss merupakan sesuatu yang 
mudah dilakukan, sama mudahnya dengan kemampuan mereka mencetak untung dari 
bursa, akan tetapi buat para newbie dan amatiran, cut-loss bukan perkara mudah, 
tinggal kembali kepada masing2 individu seberapa cepat dia belajar, seberapa 
banyak pelajaran yang bisa diambil sehingga bisa bertahan dan bahkan dapat 
mencetak untung dari bursa saham.

Semoga!.

  
Sent from my XL BlackBerry®

"Compassion is the best defence against hate.
Wisdom is the best defence against delusion."

-----Original Message-----
From: kokol...@yahoo.co.id
Date: Sun, 17 Jan 2010 01:32:04 
To: Milis OB<obrolan-bandar@yahoogroups.com>
Subject: Re: [ob] ON LETTING GO

Wah...tim hepi saham dan club-9 mulai berseberangan, tidak sependapat 
neh,koalisi nya kurang harmonis,jangan2 bakal ada reshufle kabinet bentar lagi..

*becanda bos hepi and mbak nin..he..he
Sent from my BlackBerry® not powered by Bakrie Group

-----Original Message-----
From: "HepisahaM" <hepisa...@gmail.com>
Date: Sun, 17 Jan 2010 01:13:12 
To: Nindya G<nind...@yahoo.com>; Obrolan bandar<obrolan-bandar@yahoogroups.com>
Subject: Re: [ob] ON LETTING GO


Menarik Nin,

Pandangan awam sy, analoginya kurang pas. Cut loss dengan suami meninggal. 
(Emiten bangkrut dan tidak beroperasi lagi).

Saya bila salah posisi dan harus cut loss (terutama  bila masuk di saham yg 
MEDIUM RISK)
akan menunggu apakah :

-(a) dia kembali membus TROUG nya, membentuk higher low dan closing above 
previous high ATAU

-(b) resting menjauh dari TROUGH dengan membentuk lower  low dan closing below 
previous high.

Bila (a) yg terjadi saya buy dengan seperempat uang utk jatah pada saham itu. 
Bila (b) yg terjadi  saham ini sy tinggalkan dan pindah ke saham lain yang LOW 
RISK sesuai trading plan.

Sesuai illustrasi, yg terjadi di bumi adalah (b), trough 8050 tidak pernah 
ditembus kembali, bahkan ketika bumi membentuk base baru pun PEAK yang terjadi 
selalu lebih rendah dari peak sebelumnya (down trend), kalo ada saham yg lain 
yg LOW RISK sy akan pindah saham ini, namun bila semua saham break peaknya 
lebih rendah dari peak sebelumnya, berarti bursa saham tidak kondusif (bukan 
tempat utk cari duit,sy jualan ketoprak dulu lah), sambil menunggu base market 
terbentuk.   

Jadi menurut sy cut loss itu seperti rutinitas yang membiasa, bukan traumatic 
mendalam seperti illustrasi kehilangan suami. 

Apakah padanan cut loss itu bisa disetarakan dengan suami impoten atau dinas ke 
luar kota, Nin yg lebih ahli.

Note : mohon jangan diartikan bila suami/istri kita lower low (letoy), dan 
closing below previous high (climaks nya tdk senikmat sebelumnya) harus cari 
pacar lagi/selingkuh ...kha....




   
with kind regards
hepisaham

Buy only Stock when HEPI RISK LEVEL is LOW
Powered by Risk Based Trading System (RBTS)
Facebook : hepisaham

-----Original Message-----
From: Nindya G <nind...@yahoo.com>
Date: Sat, 16 Jan 2010 15:42:08 
To: Obrolan Bandar<obrolan-bandar@yahoogroups.com>
Subject: [ob] ON LETTING GO






ON LETTING GO

(OB translation: Rela CUT
LOSS)

By Nindya G

 

Seorang ibu dibawa kerabatnya ke dokter ahli jiwa. Si ibu nampak murung,
pandangannya sering kosong. Dari wawancara dengan si ibu dan tambahan informasi
dari si kerabat didapatkan informasi bahwa suami si ibu meninggal lebih setahun
 yang lewat. Sejak kepergian sang suami,
si ibu ini menjadi sangat pemurung, suka mengurung diri di kamar, tidak mau
lagi melakukan aktifitas yang sebelumnya sangat disukai. Dalam sesi-sesi
psychotherapy berikutnya si ibu mulai bisa bercerita tentang bagaimana dia
sangat kehilangan suaminya. Dia masih sering membayangkan dan mengharapkan
kepulangan suami saat-saat jam kepulangan suami dulu. Dia akan  menangis 
tersedu-sedu saat menyadari bahwa
sang suami benar-benar sudah tidak mungkin kembali. Selama lebih dari setahun
si ibu ini benar-benar terpenjara dalam pengharapan yang sia-sia dan
terperangkap dalam attachment (kemelekatan) yang tidak sehat.
Ketidak-mampuannya untuk let go telah merampas waktu, tenaga, pikiran  dan 
terlebih lagi, kedamaian dan kebahagiaan
yang mestinya tetap bisa dia nikmati. 

 

            Bagaimana dengan kita para
trader? Pernahkah kita mengalami masa-masa sulit seperti ini di dunia trading?
Saat-saat di mana kita masih berpegang pada kenangan dan pengharapan ketika
BUMI seharga 8750? Ketika Bumi meluncur ke 7000-an kita masih mengatakan, “Ah,
paling sebentar lagi juga balik lagi.” Kita kemudian beli lagi, average down
 dengan perhitungan, “Kan harga
rata-ratanya jadi lebih murah?”  Dan kita
terus melakukan average down sampai seluruh uang kita habis; hingga
mimpi buruk menyentakkan kita ketika Bumi benar-benar dibuat sebagai barang
murahan di harga 385. Ketika harga saham mulai naik, kita cuma tinggal sebagai
penonton karena modal sudah habis. Tiap hari, ketika trader-trader lain
bersorak dan tertawa karena bisa cuan, kita hanya gigit jari dan berkata, “Ugh,
I wish.....”.

 

            Dalam
kasus si Ibu, satu-satunya hal yang bisa membuatnya meraih kembali
kebahagiaanya adalah to let go (merelakan yang terjadi,
menerimanya dengan ikhlas dan move on dengan hidupnya). Mengenang suami
yang telah pergi sah-sah saja, sering menengok ke pusaranya ya fine-fine saja, 
berkabung
ya monggo saja. Yang tidak seharusnya dilakukan adalah memenjarakan
hati, pikiran, dan fisik dalam pengharapan yang tidak rasional. (Mestinya sang 
suami di alam
sana ya tidak rela melihat sang istri menjadi sedemikian menderita, toh ya?)
Setelah cukup masa berkabung dan melakukan adaptasi mestinya si Ibu bisa
melanjutkan kembali hidupnya dengan ringan dan meraih kembali kebahagiaannya.
Mengutip kata teman dekat saya, ”Ketika kau siap untuk menikah, maka kau harus
siap untuk menjadi janda.” 

 

            Hal yang
sama berlaku pada kita para trader. Ketika saham sudah memasuki masa downtrend,
masa istirahat, kita harus merelakannya pergi untuk sementara. Ketika batas
angka support itu tertembus ke bawah dengan volume yang besar, itulah saatnya
kita katakan sayonara kepada saham kita. ”Waduh, kita rugi sekian banyak,
dong?” Hati kita pasti akan mengatakan demikian. Well, lebih rugi lagi kalau
kita tidak berani let go, CUT LOSS. Namanya saja cut loss
(memangkas kerugian), itu pastilah lebih sehat daripada FOREVER LOSS.
Hehehe. Sakit, ya? Pasti. Sama seperti ketika si ibu harus mengatakan, ”Sampai 
berjumpa
lagi di alam baka nanti,  Kekasih,”
kepada almarhum suaminya. Ada kehilangan yang dalam, menyesakkan, dan terasa tak
tergantikan. Namun proses itu harus dilalui dan dilakukan agar dia bisa
mendapatkan kelepasan dari kepedihannya, dapat melanjutkan hidupnya dengan hati
ringan dan tidak terpaku ke belakang. 

            So, Obers, siapkah kita untuk LET GO? Beranikah kita untuk
CUT LOSS dan bersyukur karenanya? Mengutip kata-kata Suheng terkasih saya,
“Ketika kau memutuskan untuk membeli suatu saham, kau harus langsung menentukan
pintu keluarnya.” Tentunya yang dimaksud salah satunya adalah pintu CUT LOSS.


Have a
blessed week-end!  







Ninhttp://club9saham.blogspot.com/ facebook: Nindya Gracia   == only with the 
heart one can see clearly ==  


      

Kirim email ke