>Dear Bung Rosadi,

Dear mbak Ida yg baik,

Ida Wrote:

>saya setuju dengan pendapat anda. saya hanya mau ngusul, bagaimana
kalau >untuk kali ini kita tidak menyalahkan 'pihak luar' or 'pihak
lain'>sebagai pembawa berita buruk.  Misalnya menyatakan 'mengadopsi
budaya >barat.' Kalau misalnya anak-anak Indonesia benar-benar
mengadopsi so >called budaya barat, seharusnya mereka-mereka itu  malu
memperagakan >uang orang tua mereka dan membuang-buangnya di tempat tak
berharga >seperti kata mBak Ika.  Sebab, pendidikan dan budaya barat
mendidik >anak-anak untuk bekerja, terima gaji sendiri, dan kemudian
berpesta. >Orang tua mereka tidak akan memberi duit cuma-cuma.

Bukan menyalahkan mbak, saya hanya mencoba memaparkan kenyataan yg ada
saja. Yang saya maksud dengan "budaya barat", tentu saja budaya mereka
yg negatif, yg  so pasti tidak sesuai dengan nilai dan norma-norma
masyarakat dan agama yg kita anut.Budaya yg kayak beginian inilah yg
harus kita bendung sedapat mungkin. Sementara "budaya barat" yg positif
seperti yg mbak Ida sebutkan diatas, tentu akan baik sekali jika kita
contoh. Hanya sayangnya kebanyakan anak-anak muda kita selalu mencontoh
sisi negatifnya saja.

Ida wrote:

>Jangan dikira saya sekolah di sini maka saya tidak merasakan kepedihan
>orang-orang di Indonesia. Justru, hati saya semakin sakit,
sebab>anak-anak muda kita tidak memiliki kesempatan berkreasi seperti
>anak-anak di US. selain itu, anak muda Indonesia, kalau sudah jadi
>mahasiswa, pada bermental priyayi, malu bekerja sebagai petani atau
>penjaga toko. sewaktu di Indonesia saya melihat anak-anak professors
dan  >pejabat  bawa mobil orang tua mereka keliling dan pamer kekayaan.
di US,saya loper koran dengan anak dekan saya. anak-anak  professor yang
masih mahasiswa rata-rata kerja di McDonald atau Burger King atau fast
food lainnya.

Wah..., jangan marah dulu dong mbak. Saya kan tidak pernah mengatakan
mbak ida tidak peduli dengan nasib malang orang-orang di Indonesia.:-)
Maksud saya, banyak sekali diantara rekan-rekan kita yg hidupnya
berkecukupan (baik di di dalam maupun luar negeri),semakin lama semakin
kurang sensitivitasnya terhadap keadaan masyarakat di tanah air,
sehingga disaat krismon begini, tindakan menghambur-hamburkan uang dan
pamer kekayaan masih saja terus berlangsung.
Tentang mahasiswa Indonesia di luar negeri, tidak semuanya kok bermental
priyayi. Cuma ya.. kalau disuruh jadi petani,  repot juga donk.., abis
di melayu sana ngeliat yg namanya sawah en ladang aja kan mereka nggak
pernah, mana mungkin bisa jadi petani..:-).

Walau budaya pamer kekayaan dan hura-hura masih saja melanda kaum muda
indonesia di sini, cukup banyak juga kok mahasiswa kita yg tidka
malu-malu menjadi "pekerja kasar" (loper koran,kurir,kerja di
restauran,kerja di gas station, dll) untuk mendapatkan biaya hidup.
Seperti halnya mbak ida, saya juga dulu pernah bekerja di restauran,
untuk cari-cari "extra money". Jadi ya sebenarnya kita termasuk teman
seperjuangan juga lho.......

Ida wrote:
>saya harap kita lebih positif. ada budaya barat yang sangat patut
>dipetik dan ada yang sangat patut dihindari.  untuk menyikapi tingkah
>laku remaja kita saat ini, cara terbaik bukan dengan menciptakan hukum
>untuk membatasi kreativitas mereka, akan tetapi menciptakan kondisi
>kekaryaan dan mengajak mereka berpandangan positif.

Setuju mbak ida ! Cuma dalam kegiatan "gulat oli" model suami-istri ini
dan segala kegiatan yg menghambur-hamburkan uang, kita pasti setuju kalo
lebih banyak unsur negatifnya ketimbang positifnya. Nah dalam kondisi yg
kayak gini, saya pikir peran hukum dan peraturan akan banyak sekali
membantu, disamping usaha-usaha perbaikan seperti yg mbak ida katakan
tsb.

>sorry, saya nulisnya sudah terlalu banyak.

Ah..nggak pa-pa kok...saya senang membaca tulisan mbak ini. Cuma ya
itu..., saya kok nggak percaya kalo mbak itu sudah "nenek-nenek"...
masak ada "nenek-nenek" yg jauh-jauh dari Indonesia sekolah di AS...,
malah jadi loper koran lagi,...hehehehehhehe..sorry, just kidding..:-)


>salam,
>ida

Salam balik dari temen seperjuangan,

Adi(nama kita hampir sama ni..:-)







>>
>>Dear mbak Ida (yg katanya sudah 'nenek-nenek')......:-),
>>
>>Kalau mbak ida tidak pernah liat, kan bukan berarti tidak ada acara yg
>>kayak gituan di AS ini? tapi saya setuju satu hal, bahwa "segila"
>apapun
>>kegiatan yg dilakukan orang barat disini (AS), hampir selalu diikuti
>>oleh berbagai macam aturan dan hukum, walaupun terkadang hanya untuk
>>"basa-basi" saja. Celakanya berbagai "kegilaan" yg bersumber dari
barat
>>itu cepat sekali diadopsi oleh kalangan muda kita, dan tidak jarang
>>mereka sedemikian "inovatif"-nya mengembangkan "kegilaan" tsb ke level
>>yg lebih tinggi lagi, sementara hampir tidak ada peraturan dan
>perangkat
>>hukum yg mengendalikannya. Akibatnya kegiatan-kegiatan yg 'aneh bin
>>ajaib' kayak begitu merebak di kota-kota besar tanpa dapat
dikendalikan
>>lagi.
>>
>>Mbak Ida dan rekan-rekan,
>>
>>Disaat-saat "KRISMON" seperti saat ini, dimana sebagian besar rakyat
>>Indonesia hidup dalam kondisi ekonomi yg sangat memprihatinkan,
rasanya
>>sangat tidak pantas jika kegiatan-kegiatan yg bersifat liar dan
>>menghambur-hamburkan uang seperti itu digelar begitu rupa. memang,
>>merupakan hak setiap orang untuk berbuat "ini" dan "itu"..., tapi
>>bukankah bersenang-senang disaat saudara-saudara kita menderita adalah
>>perbuatan yg kurang terpuji dan tidak bijaksana..? bagi rekan-rekan yg
>>tinggal di luar negeri (terutama di AS)dan rekan-rekan yg hidupnya
>>selalu berkecukupan, tentunya acara-acara yg seperti itu tidak terlalu
>>masalah. Tapi cobalah kita melihat kondisi sebagian besar rakyat
>>Indonesia yg kehidupan ekonominya tidak seberuntung kita. jangankan
>>untuk menyekolahkan anak, untuk membeli makanan sehari-hari saja
mereka
>>hampir tidak mampu lagi. Tak jarang mereka berhari-hari tidak makan.
>>Bisa makan satu kali sehari saja sudah merupakan nikmat yg tidak
>>terhingga rasanya.., padahal mungkin sudah tidak ada makanan lagi yg
>>tersisa untuk keesokan harinya. Belum lagi jika ada anggota keluarga
>>mereka yg sakit,tak ada uang untuk membawanya ke dokter atau membeli
>>obat. Banyak kisah sedih yg saya dengar dari tanah air, satu
>diantaranya
>>adalah kisah meninggalnya orang-orang yg tidak mampu (dari segi
>ekonomi)
>>untuk pergi berobat ke dokter. Cobalah kita semua bayangkan, betapa
>>menyedihkannya nasib mereka. Diluar dari masalah takdir,
>>kejadian-kejadian tsb seharusnya menggerakan hati nurani kita untuk
>peka
>>dan tanggap akan kesulitan yg dialami sebagian besar rakyat Indonesia
>>dan berusaha sedapat mungkin membantu mereka, bukannya malah
>>menghambur-hamburkan uang untuk kegiatan-kegiatan yg tidak berguna dan
>>tidak pantas untuk dilakukan itu. Malah seharusnya keadaan kita yg
>cukup
>>beruntung ini (dari segi ekonomi), semakin menambah rasa syukur kita
>>kepada Allah swt atas nikmat dan rezki yg telah Dia limpahkan..,
>>bukannya malah melakukan hal-hal yg membuat Dia murka kepada kita
>>sehingga  menurunkan azabNya.
>>
>>Terakhir..., kalo saya mengatakan fenomena AGI ini merupakan suatu
>>problem, tentu ada alasannya. Pertama, dengan semakin banyaknya
>generasi
>>AGI ini, maka bukan mustahil di masa mendatang sikap individualitas
dan
>>sifat egoisme akan sangat mendominasi kehidupan masyarakat
Indonesia..,
>>tidak ada lagi orang yg mau peduli dengan penderitaan orang lain..,
>>pokoknya semuanya serba "elu-elu" en "gua-gua". Biarin aja orang lain
>>sengsara, yg penting gue happy!
>>Yang kedua.., sikap berhura-hura (walaupun dengan uang sendiri), akan
>>menimbulkan kecemburuan sosial yg tinggi dan menciptakan jurang
pemisah
>>yg semakin lebar antara si kaya dan si miskin. Bukan mustahil
>>kejadian-kejadian penjarahan dan kerusuhan yg jauh lebih hebat dari
>>peristiwa 14 mei lalu akan terjadi, karena semakin banyaknya jumlah
>>"orang lapar" yg sudah tidak dipedulikan lagi oleh si kaya. Si miskin
>yg
>>sudah sangat lapar akan nekad menjarah,merampok, atau bahkan membunuh,
>>demi sekedar untuk mendapatkan makanan.. atau mungkin untuk
mendapatkan
>>"kehidupan mewah" yg selama ini sengaja dipamerkan oleh orang-orang
>>kaya.
>>Kalo sudah begini, bukan mustahil Indonesia akan menjadi porak poranda
>>dan tinggal puing-puing saja nantinya.
>>
>>Apakah ini bukan problem besar namanya...?
>>
>>
>>Wassalam
>>Mohamad Rosadi
>>(Sama sekali bukan pejabat)
>>
>>
>>======================================================================
>>
>>
>>Mbak Ida wrote:
>>
>>>Dear Bung Rosadi,
>>>
>>>Saya tidak yakin kalau pesta itu a la Barat.  Sebab sudah nenek-nenek
>>di
>>>sini (US-red), saya belum pernah melihat acara semacam itu di expos
di
>>>publik.  Biasanya acara yang agak gila-gilaan, menurut ukuran orang
>>>timur, dilakukan di pantai. Kalau di US tempat paling terkenal itu
NY,
>>>CA, atau FL.  Ada beberapa tempat yang mempresentasikan acara-acara
>>yang
>>>berkategori liar dan sangat liar di nightclubs.  Tapi ini tertutup
>>untuk
>>>umum. Pengujungnya terbatas anggota dengan tanda pengenal.
>>>
>>>Menurut saya,  anak-anak Indonesia tidak sedang mengikuti gaya barat.
>>>Mungkin saja mereka kurang memiliki agenda yang lebih inovative and
>>>creative. Tidak bisa disalahkan juga posisi mereka.  Rangkaian budaya
>>>politik kita yang terlalu kaku telah membatasi remaja Indonesia untuk
>>>mengekspresikan diri mereka baik di sekolah maupun di masyarakat.
>>>Tengok saja kurrikulum sekolah dan organisasi-organisasi sosial.
>>>Anak-anak Indonesia hanya diajarkan dua hal: pertama, ideology
>>Pancasila
>>>dan kedua, cari koneksi untuk jadi pegawai nanti.
>>>
>>>Nah mungkin saatnya kita memikirkan apa yang terbaik untuk pendidikan
>>>generasi muda Indonesia. Biar mereka bisa menciptakan acara yang
lebih
>>>'beradat.'
>>>
>>>
>>>thank you,
>>>
>>>ida
>>>
>>>
>>>
>>>>From: Mohammad Rosadi <[EMAIL PROTECTED]>
>>>
>>>>
>>>>Satu lagi problem besar buat Indonesia..."generasi stress dan
>>>pemboros".
>>>>
>>>>Ada yang mau kasih komentar..???????????
>>>>
>>>>======================================================================
>>>>
>>>>
>>>>            GATRA:PESTA ANAK MUDA
>>>>
>>>>                Gila-gilaan Mandi Oli
>>>>
>>>> Acara berbau Barat makin digemari anak-anak muda  Jakarta.
>>>>Mudah-mudahan tak menjalar ke daerah.
>>>>
>>>> LAKI-laki dan perempuan itu bergulat di tengah arena oil wrestling
>>>> berukuran 6 X 6 meter. Badan mereka berselimut pakaian ketat
>>>>mengkilat berlumur minyak. Tanpa malu-malu, mereka bergumul,
>>>>berguling-guling dilantai. Sementara itu, di arena lain, banyak yang
>>>>asyik berjingkrak-jingkrak ditengah busa-busa yang beterbangan.
>>>>Begitulah suasana "Pall Mall Bubble Party" yang digelar di Bengkel
>>>>Night Park, Jakarta, akhir tahun lalu.
>>>>
>>>> Pesta-pesta macam begitulah yang kini digemari "anak-anak gaul".
>>>>Gawatnya,kegemaran melakukan hal-hal berbau Barat itu makin
>>>>menggejala. Sedikitnya ada lima acara heboh berbau Barat yang
digelar
>>>>di sejumlah kota besar Indonesia. Mulai Valentine's Day, Halloween,
>>>>message party, sampai bubble party yang terhitung baru. Dan semua
>>>>digandrungi. Jumlah pengunjung "Pall Mall Bubble Party" mencapai
>>8.000
>>>>orang.Sampai-sampai, banyak anak muda yang tak dapat masuk ke  dalam
>>>>arena yang berdaya tampung 6.000 orang itu. Padahal bagi kaum  muda
>>>>kalangan menengah, tiket masuk seharga Rp 20.000 dinilai cukup
>mahal.
>>>>Digilainya acara-acara macam ini juga terlihat saat Fashion  Cafe,
>>>>Jakarta, menggelar "Lucky Strike Message Party". Di acara yang
>>>>diselenggarakan berbarengan dengan Valentine's Day alias Hari Kasih
>>>>Sayang, pertengahan Februari lalu,jumlah pengunjung mencapai 2.000
>>>>orang.
>>>>
>>>>  Berjubelnya peminat acara-acara tersebut tampaknya tak lepas dari
>>>>minimnya minat anak muda terhadap acara lokal yang begitu-begitu
>saja.
>>>>Wayang kulit,misalnya, diakui atau tidak, jelas tak punya gereget
>bagi
>>>>generasi out of the box ini. Mimpi-mimpi dan keinginan liar mereka
>>yang
>>>>terpendam, tak mungkin bisa diekspresikan cuma dengan melihat sang
>>>>dalang beraksi. Sebaliknya,kebutuhan mengekspresikan diri secara
>bebas
>>>>itu bisa disalurkan lewat acara-acara berbau Barat yang lebih funky
>>dan
>>>>mampu memenuhi fantasi mereka.
>>>>
>>>> Di "Pall Mall Bubble Party", misalnya, para kawula muda bisa
bermain
>>>>"gila" apa saja. Bebas! Begitu melewati pintu masuk, mereka bebas
>>>>memilih permainan yang tersedia. Mulai mandi busa atau gulat,
>silakan.
>>>>Tinggal mengenakan pakaian superketat yang disediakan panitia. Ingin
>>>>tubuh dihiasi tato, tinggal mengunjungi corner body painting. Dan
>>masih
>>>>banyak lagi permainan yang ditawarkan. Pokoknya, bebas! Seru! Bahkan
>>>ada
>>>>acara kontes yang mengejutkan. Bagaimana tidak. Para peserta kontes
>>>>boleh dibilang nyaris telanjang. Sehingga pesta yang bebas dan seru
>>>>berubah menjadi rada saru.
>>>>
>>>>Lain lagi pergelaran "Lucky Strike Message Party" di Fashion Cafe.
Di
>>>>acara ini, pengunjung bebas menyurati siapa saja yang ditaksirnya.
>>>>Dengan tiket Rp 35.000, mereka berhak mendapat satu paket berisi,
>buku
>>>>kecil yang akan ditulisi pesan dan nomor peserta. Nomor ini menjadi
>>>>identitas pengunjung dan bagian penting dalam permainan itu. Lewat
>>>nomor
>>>>itulah, para pengunjung dapat dikenali lewat pesan-pesan yang
dikirim
>>>>atau diterimanya.
>>>>
>>>>Bagi yang ingin menyampaikan pesannya, cukup menulis pesan dan nomor
>>>>orang yang diincarnya. Sebuah layar besar akan mempertontonkan nomor
>>>dan
>>>>pesan-pesan yang dianggap unik dan lucu. Pemenangnya mendapat hadiah
>>>>tiket menonton pembalap Formula I Jacques Villeneuve dari Tim Lucky
>>>>Strike berlaga di Australia.
>>>>
>>>>Minat kaum muda Indonesia pada berbagai hal yang berbau Barat bisa
>>jadi
>>>>bersifat temporer. Sebagaimana halnya tarian breakdance yang pernah
>>>>mewabah awal tahun 1980-an. Acara bubble party yang di negara
>>>>asalnya,Amerika Serikat, dikenal dengan sebutan wetsuit party atau
>>wild
>>>>jungle itu pun merasuki kehidupan "anak-anak gaul" Indonesia. Entah
>>>>sampai kapan.
>>>>
>>>>Tinggal, para orangtua, yang dulu pernah bangga mengenakan celana
>>ketat
>>>>menari twist, mengelus dada. Mereka cuma bisa berharap agar
>>>anak-anaknya
>>>>tidak larut oleh budaya Barat yang usianya cuma semusim itu. Kalau
>>>>ketularan Valentine's Day yang kini sudah menjalar sampai kota-kota
>>>>kecil, tak jadi soal. Tapi, jika sampai ketularan mandi oli, bisa
>>>>repot.Lagi pula, acara pesta seperti itu bisa mengundang kecemburuan
>>>>sosial di saat sulit seperti ini, sebagaimana diakui Dandan Hamdani,
>>>>Manajer Humas dan Pemasaran Bengkel Night Park. "Tapi, kami cuma
>>>>memanfaatkan orang-orang yang dilanda stres di masa sulit seperti
>>ini,"
>>>>kata Dandan kepada Aryananda dari Gatra. Tanggapan senada juga
>>>>diungkapkan Ismutia Rahmi. Kepala proyek acara "Lucky Strike Message
>>>>Party" ini membidik orang-orang mapan sebagai sasaran promosinya.
>>"Kami
>>>>menggelar acara ini memang untuk mereka," ujarnya kepada Aditya
>>>>Wicaksono dari Gatra.
>>>>
>>>>Dan yang terkena bidikan itu adalah cewek bernama samaran Ina.
>Pelajar
>>>>SMU Sumbangsih ini sampai berbohong kepada maminya, agar bisa hadir
>di
>>>>message party itu. "Rugi lho nggak dateng. Gue bisa kenalan sama
lima
>>>>cowok berbeda," tutur cewek yang mengendarai mobil BMW warna merah
>>>>itu. Perasaan serupa juga diutarakan Karina, yang menikmati acara
>>>>tukar-tukaran pesan itu. "Bawaannya seneng aja," kata mahasiswi
>>berusia
>>>>23 tahun yang menghabiskan dana sekitar Rp 250.000 malam itu.
>>>>
>>>>                Wilis Pinidji
>>>>
>>>>
>>>>
>>>>Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
>>>>
>>>
>>>Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
>>>
>>
>>Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
>>
>
>Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com
>

Get Your Private, Free Email at http://www.hotmail.com

Reply via email to