hehmm argumen dibalas dengan ad hominem.
penyakit seperti ini yang bikin umat islam mundur.

silakan deh kalau merasa benar sendiri.

saya cuma merasa aneh, mengapa tidak ada hal-hal yang
baik yang keluar dari mulut "orang-orang benar ini"?
mengapa pula tidak ada kedamaian yang muncul akibat
tindakan mereka?

bagaimana bisa islam menjadi rahmatan lil'alamin di tangan
mereka?



At 07:31 AM 11/2/2007 +0000, you wrote:

>tunda dulu tidurnya 5 menit. si luthfi ini termasuk yang sesat itu, kalau 
>dia berkoar2 membela yang sesat lainnya, dapatlah dipahami.
>
>dia sendiri juga masih sekufu dengan ulil sipenjilat kuffar. jadi 
>pembelaannya terhadap kelompok penyesat2 itu tidak mencerahkan sama 
>sekali. kecuali bagi yang berbakat sesat dan memang gampang disesatkan.
>
>dan kepada golongan ini (gampang disesatkan-red), sama2 kita pahamilah 
>motivasinya apa. dan merupakan orang2 yang tidak mampu menghargai 
>kodratnya sebagai manusia yang berakal. karena akal yang diberikan Allah, 
>tidak sampai menerima kebenaran yang absolut kepadanya. pucuk bambu juga. poor.
>
>salam,
>
>sFe
>
>Nugroho Dewanto 
><<mailto:ndewanto%40mail.tempo.co.id>[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>ini pendapat teman saya luthfi assyaukanie:
>
>Munculnya kelompok-kelompok "sempalan" sebetulnya sesuatu yang lumrah di
>dalam Islam. Pada masa-masa awal sejarah Islam, ada ratusan kelompok
>keagamaan yang biasa dikenal dengan sebutan "mazhab." Dalam Islam ada dua
>jenis mazhab utama, yakni mazhan dalam teologi dan mazhab dalam fikih.
>Sebelum abad ke-10 M, kedua jenis mazhab ini tumbuh dengan subur, tanpa ada
>larangan dari lembaga atau otoritas agama. Sejarah Islam mengenal banyak
>sekali mazhab teologi, seperti Khawarij, Murji'ah, Syi'ah, Asy'ariyah,
>Mu'tazilah, dan Maturidiyah. Sebagian mazhab-mazhab ini memiliki banyak
>pengikut dan sebagian lain hanya sedikit. Sebelum mazhab Sunni mendominasi
>kehidupan kaum Muslim, semua mazhab itu bisa hidup, saling berinteraksi dan
>bertukar pandangan dalam perdebatan-perdebatan ilmiah. Namun setelah mazhab
>Sunni mendominasi sejak abad ke-10 itu, mazhab-mazhan teologi diperangi
>dengan cara memusuhi dan mengecamnya. Para ulama Sunni seperti al-Juwaini
>dan al-Ghazali menciptakan formula teologis yang intinya menganggap sesat
>(dhalal) mazhab-mazhab yang tidak sejalan dengan mazhab Sunni. Adapun
>mazhab-mazhab dalam fikih, khususnya yang mendukung teologi Sunni,
>dibiarkan berkembang pesat.
>
>Sejak abad ke-10 itu, mazhab-mazhab teologi lambat-laun mati. Hanya Syi'ah
>yang bisa bertahan sampai sekarang dan memiliki cukup banyak pengikut,
>khususnya di Iran. Mazhab Sunni yang menguasai sebagian besar wilayah Islam
>tidak pernah lagi mentolerir jika ada kelompok-kelompok keagamaan yang
>memiliki pandangan berbeda, khususnya dalam masalah-masalah teologis
>seperti ketuhanan, kenabian, dan kitab suci. Siapa saja yang berani
>memiliki pandangan berbeda akan langsung dicap sesat. Para ulama Sunni juga
>membuat aturan-aturan yang dapat memberikan sanksi berat terhadap pendiri
>mazhab baru. Jika kekeliruannya dianggap belum terlalu menyimpang, maka
>paling disuruh bertobat, tapi jika dianggap sudah sangat jauh, maka harus
>dipenjara dan kalau perlu dibunuh.
>
>Istilah "kelompok sempalan" atau "aliran sesat" yang digunakan oleh MUI,
>merupakan warisan lama mazhab Sunni, ketika mereka berusaha membendung
>munculnya mazhab-mazhab baru. Siapa saja yang berusaha mendirikan kelompok
>dengan ajaran yang berbeda dari doktrin mainstream maka akan dianggap sesat
>dan keluar dari Islam. Karena alasan inilah, MUI memusuhi dan mencap sesat
>kelompok Ahmadiyah dan Salamullah. Dengan alasan yang sama, mereka kini
>menghakimi al-Qiyadah al-Islamiyah.
>
>Sikap mengejek dan memusuhi orang yang mengaku Nabi adalah cermin dari
>ketidakpercayaan diri (pede). Kalau umat Islam pede, mengapa harus khawatir
>agama ini terancam; bukankah Islam dijamin oleh Allah sebagai agama yang
>benar sampai hari kiamat? Mengapa harus risau jika ada agama atau
>aliran-aliran baru yang muncul? Saya percaya, aliran-aliran atau
>kelompok-kelompok agama itu akan mengikuti seleksi alam. Siapa yang mampu
>bertahan dengan tuntutan zaman, dia akan survive, tapi jika tidak, maka
>akan mati dengan sendirinya. Jadi, tidak usah repot-repot meminta polisi
>untuk membubarkan kelompok ini atau kelompok itu. Biarkan saja, jika mereka
>mampu menyediakan sesuatu yang cocok bagi manusia, dia akan hidup, jika
>tidak, dia akan lenyap sendiri.
>
>At 06:14 AM 11/2/2007 +0000, you wrote:
>
> >sesama sesat ya wajar saling mendukung.
> >
> >Nugroho Dewanto
> ><<mailto:ndewanto%40mail.tempo.co.id><mailto:ndewanto%40mail.tempo.co.id> 
> [EMAIL PROTECTED]> wrote:
> >
> > >Ulil Abshar-Abdalla 
> <<mailto:ulil99%40yahoo.com><mailto:ulil99%40yahoo.com>[EMAIL PROTECTED]> 
> wrote:
> > > > Salam,
> > > > Tampaknya Islam sebagaimana diwakili oleh
> > > > lembaga-lembaga ortodoks seperti NU, Muhammadiyah, MUI
> > > > dan juga Depag (jangan lupa, ini adalah lembaga negara
> > > > yang mestinya menegakkan sikap netral) mengandung
> > > > kelemahan mendasar: yaitu gagal menegakkan prinsip
> > > > toleransi dan kebebasan keyakinan terhadap
> > > > kelompok-kelompok yang dalam standar doktrin mereka
> > > > dianggap sesat, seperti Ahmadiyah dan, terakhir,
> > > > al-Qiyadah al-Islamiyah.
> > > >
> > > > Islam seperti ini, dalam jangka panjang, sangat tidak
> > > > kondusif bagi pelaksanaan suatu prinsip pokok yang
> > > > dikehendaki oleh konstitusi kita, yaitu kebebasan
> > > > beragama dan keyakinan. Selama kalangan ortodoks
> > > > cenderung memakai doktrin "penyesatan" untuk
> > > > menyingkirkan lawan-lawan doktrinal mereka, maka
> > > > toleransi yang "genuine" tidak akan pernah
> > > > terselenggara dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
> > > > Indonesia.
> > > >
> > > > Meskipun NU dan Muhammadiyah selama ini dianggap
> > > > sebagai ormas Islam yang moderat dan toleran, tetapi
> > > > kedua lembaga ini mengalami keterbatasan doktrinal
> > > > yang sangat mendasar. Begitu sampai kepada
> > > > doktrin-doktrin pokok yang mereka percayai, kedua
> > > > ormas itu gagal menerapkan prinsip toleransi, dan
> > > > mulai memakai metode "ekskomunikasi" dan
> > > > penyesatan--tindakan yang jelas berlawanan dengan
> > > > prinsip toleransi dan kebebasan beragama/keyakinan
> > > > yang merupakan fondasi negara modern.
> > > >
> > > > Prinsip kebebasan beragama sebagaimana dikehendaki
> > > > oleh konstitusi kita mengandaikan bahwa seseorang
> > > > tidak bisa dipaksa untuk memeluk suatu keyakinan dan
> > > > agama yang tidak tidak sesuai dengan kata hati mereka.
> > > > Prinsip harus dihormati dalam dua level sekaligus:
> > > > pertama, level antar-agama, di mana seseorang tidak
> > > > bisa dipaksa untuk memeluk agama tertentu; kedua,
> > > > level intra-agama, di mana seseorang, setelah memeluk
> > > > agama tertentu, tidak bisa dipaksa untuk mengikuti
> > > > tafsir, mazhab atau sekte tertentu dalam agama
> > > > tersebut. Memeluk agama dan, setelah itu, mazhab atau
> > > > sekte adalah wilayah kebabasan masing-masing individu.
> > > >
> > > > Oleh karena itu, pernyataan MUI dan Depag bahwa mereka
> > > > yang menganut sekte sesat harus kembali ke "jalan yang
> > > > lurus" jelas bertentangan dengan prinsip kebebasan
> > > > keyakinan, dan "ipso facto" juga bertentangan dengan
> > > > spirit konstitusi negara kita.
> > > >
> > > > Islam sebagaimana diwakili oleh kalangan "arus utama",
> > > > sebagaimana kita lihat dalam sikap NU dan Muhammadiyah
> > > > selama ini terhadap sekte-sekte atau mazhab pemikiran
> > > > yang mereka anggap sesat, tidak mampu mengangkat
> > > > dirinya ke level "universal" sebagaimana dikehendaki
> > > > oleh prinsip modern mengenai kebabasan beragama ini.
> > > >
> > > > Selama doktrin penyesatan dan, lebih buruk lagi,
> > > > pengkafiran tetap dipakai oleh agama-agama besar
> > > > seperti Islam, prinsip kebebasan keyakinan akan selalu
> > > > mengalami ancaman.
> > > >
> > > > Segala bentuk tafsir, mazhab, sekte dan aliran
> > > > haruslah diberikan ruang yang seluas-luasnya dalam
> > > > konteks negara modern yang mendasarkan diri pada
> > > > prinsip kebebasan beragama. Dengan mengatakan ini,
> > > > saya tidak mengingkari hak ormas-ormas Islam seperti
> > > > NU dan Muhammadiyah untuk mengkritik sekte atau mazhab
> > > > yang dianggap sesat dalam Islam serta memberikan
> > > > peringatan kepada anggotanya agar menghindari sekte
> > > > itu. Apa yang dilakukan oleh NU dan Muhammadiyah, dan
> > > > didukung oleh Depag, sudah melampaui tahap kritik, dan
> > > > mulai masuk ke wilayah yang lebih berbahaya, yaitu
> > > > menghendaki agar ruang kebebasan bagi sekte-sekte yang
> > > > dianggap "sesat" itu ditutup sama sekali, dengan
> > > > menganjurkan mereka agar kembali ke "agama arus
> > > > utama".
> > > >
> > > > Dengan kata lain, sikap NU dan Muhammadiyah dalam
> > > > menghadapi kasus al-Qiyadah al-Islamiyah saat ini sama
> > > > sekali tidak memadai.
> > > >
> > > > Ulil
> > > >
> > > > Ulil Abshar-Abdalla
> > > > Department of
> > > > Near Eastern Languages and Civilizations
> > > > Harvard University
> >
> >Send instant messages to your online friends
> ><<http://uk.messenger.yahoo.com>http://uk.messenger.yahoo.com>http://uk.m 
> essenger.yahoo.com
> >
> >[Non-text portions of this message have been removed]
> >
> >
>
>[Non-text portions of this message have been removed]
>
>Send instant messages to your online friends 
><http://uk.messenger.yahoo.com>http://uk.messenger.yahoo.com
>
>[Non-text portions of this message have been removed]
>
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke