Tulisan yang mengagumkan mbak Lina, acung jempol! Ditahun 86 saya pernah mengajak teman teman dari Austria dan Jerman, sebanyak 8 keluarga berwisata ke Indonesia, dari Tapianauli yang indah di Sumatra utara, Sumatra barat, Tangkuban Perahu, Borobudur sampai ke Nusa Dua di Bali. Perjalanan saya organized privately tanpa travel agentt.
Kami jelajahi Tapian na Uli, dari Brastagi, Kabanjahe, seluruh danau Toba sampai keselatan, Sibolga, Tarutung. Kami tinggalkan Tapian na Uli ke kabupaten Pasaman, Bonjol, melalui sebuah desa dengan pesantren besar yang kami kunjungi, Kota Nopan. Disebuah pedesaan indah, kami saksikan rumah adat, rumah Bolon, dengan tari tarian Batak, makan siang bersama penduduk desa. Saya satu satunya yang bertampang Melayu ditengah keluarga kulitputih yang sibuk memotrat dan mengagumi rumah rumah adat. Seorang ibu ibu tua menghampiri saya, dengan bahasa Indonesia yang berdialek kental. Pertanyaan si ibu adalah: Dari mana kau datang, Nak?. lalu, Kau percaya agama apa?. Ibu mengangguk mengharukan setelah mendengar, agamaku dan agama si ibu sama, Protestant. Tetapi beliau katakan, tepat seperti mbak Dahlan paparkan: " Yang penting kau percaya Tuhan, Nak, apapapun agamamu, atau kau tak percaya agama apapun. Dan kau berbuat baik dalam hidup". Ketika bus kami meninggalkan desa itu menuju keselatan, kenangan saya penuh terisi hari hari indah disana, dan kata kata bijak si ibu tua. Salam Danardono --- In ppiindia@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Terdahulu, kita kasihan melihat Eropah. Kekecewaan mereka terhadap > agama Kristen yang penuh kekacauan dan bertentangan dengan asas akal > manusia, ramai orang berlari meninggalkan agama. > > Tetapi ini tidak bermakna mereka lari meninggalkan Tuhan. Berbekalkan > keyakinan kepada Tuhan, mereka masih terus mencoba mengenal pasti > kehendak-Nya, tanpa agama. Lantas muncullah para saintis seperti > Newton dan terutamanya François-Marie Arouet atau lebih dikenali > dengan nama penanya Voltaire. > > Tentu saja jika diukur pada soal hablun minallah, maka mereka tidak > teratur malah tidak tentu arah dalam mencoba untuk > menjustifikasikannya. Tetapi intinya dibalik itu semua masih ada. > Faham Deism, yang di simpulkan sebagai berTuhan tanpa agama, sudah > cukup untuk memberikan arti kepada kita mengapa tanpa Risalah > Kenabian dan Syariat yang jelas, Eropah masih bisa bangkit sebagai > sebuah masyarakat yang sistematik dan bertamadun. > > CETUSAN SEBUAH REVOLUSI > > Liberty pembebasan > > Equality kesama rataan > > Fraternity persaudaraan > > Slogan itu adalah intisari Revolusi Perancis. Ia berperanan besar > dalam mendefinisikan kembali apakah itu keadilan bagi sebuah > pemerintahan. Keadilan yang menjadi subjek tertinggi turunnya Syariat > dari Pencipta alam kepada penghuni alam. Berlaku adil dan kehidupan, > dan pemerintahan. > > Tetapi sadarkah kita bahwa ketiga-tiga elemen itu, merupakan khasiat > sebenar-benarnya Tauhid dan Syahadah (Janji) kita kepada Allah? > > Wassalam, >