"Tidak heranlah, Muhammad Abduh pergi ke Paris dan pulang ke Kaherah, membuat kesimpulan bahwa, "aku ke Paris dan kutemui Islam tanpa Muslim, dan aku pulang ke Kaherah dan kutemui Muslim tanpa Islam!"
*** Begitulah. Janganlah cari kekudusan Kristiani di Vatikan, namun di Kalkutta bersama ibu Teresa. Jangan cari kesucian Buddhawi di istana Dalai lama di Potala, namun dikeseharian para bikkhu yang membantu simiskin. Mantan uskup agung Vienna dipaksa mundur oleh umat melalui desakan pada Sri Paus, yang enggan memberhentikannya. Sebabnya adalah yang tak terlalu susila. Sebaliknya banyak manusia manusia Vienna yang tak terlalu paham Injili berbuat sangat manusiawi.... Seorang gadis Yahudi bernama Edith Stein (October 12, 1891 August 9, 1942)sangat ketakutan dikejar pasukan Gestapu (polisi rahasia Jerman Hitler). Dia lari ke biara Katholik di Negeri Belanda, menjadi biarawati katholik. Seorang biarawati "asli" Belanda (yang seperti semua orang "asli" Eropa semua benci ras Yahudi), melaporkan si Edith kepada polisi. Edith ditangkapi polisi Belanda, diserahkan kepada Gestapu, dibawa ke kamar gas dengan kereta barang dan menemui ajal disana. Di Kamp Konsentrasi Auschwitz. August 9, 1942. Biara yang hamil kekejaman. Sebaliknya, ibu sahabat saya di Vienna, seorang warga biasa, yang tak terlalu mahir Alkitab, hanya kadang kadang ke gereja, menyembunyikan sahabat pasangan suami istri Yahudi diatap rumahnya (biasanya untuk menyimpan barang barang tua). Dia berrisiko mendarat di kamar gas. Seorang katholik biasa, tak terlalu saleh beragama, memasang nyawanya guna menolong manusia dari ancaman maut. Beberapa tahun silam dia mendapatkan penghargaan pemerintah Israil. Kesalehan agamis belum tentu mebawa perilaku mulia, namun perilaku mulia senantiasa saleh manusiawi. Salam Danardono --- In ppiindia@yahoogroups.com, "Lina Dahlan" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Laa Ilaaha Illallah. > > Apabila kita lafazkan ungkapan La Ilah ia menjadi teras kepada > sebuah pembebasan. Membebaskan diri dari diperhambakan oleh diri yang > lain. Jangan lagi ada manusia yang coba menindas manusia lain.. La > Ilah menyuntik pembebasan. Revolusi Perancis menggaungkan La Ilah > pada ungkapan Liberté, dan karena mereka kabur dengan Tuhan sebagai > rujukan, Liberté itu berhasil mencetuskan pembebasan tetapi dengan > pelbagai kesan sampingan. > > Akan tetapi seorang Muslim menggaungkan La Ilah demi keluar dari > penindasan dan perhambaan, lalu diikat kepada IllaLlaah! Bahawa kita > keluar dari perhambaan bukan kepada menjadi Tuan. Kita keluar dari > perhambaan sesama manusia, kepada pulang menjadi hamba kepada Dia, > Allah Tuhan yang Maha Mencipta. > > Kerana itu, antara komen awal yang diterima oleh Baginda SAW tatkala > menggaungkan seruan La Ilaha IllaLlaah ialah "seruan ini dibenci raja- > raja yang memerintah". Siapa saja yang memahami maksud Kalimah Tauhid > itu akan tahu bahwa ia akan melucutkan hak menindas yang dinikmati > oleh pemerintah. > > Perancis di Eropah bertolak dari Liberté itu kepada égalité atau > equality. > > Setelah manusia bebas dari perhambaan sesama manusia, barulah mereka > bersedia untuk menerima hakikat bahwa setiap insan dilahirkan sama. > Tiada lebih arab ke atas orang ajam, tiada lebih kulit putih ke atas > kulit hitam, malah tiada lebih penguasa dan rakyat, kecuali semuanya > sama di hadapan peraturan dan undang-undang. Seruan ini membawa > kepada deklarasi tahun 1789 bahwa setiap individu adalah sama > statusnya sama ada terhadap hak mendapat perlindungan undang- undang, > atau hak dihukum oleh undang-undang. > > Inilah juga kesan Tauhid bahwa perlindungan sebuah kerajaan bukan > hanya kepada orang kaya, malah turut memberi jaminan kepada si > miskin. Hukuman jinayah bukan hanya mengerat tangan si miskin, tetapi > juga si kaya serta penguasa. Lupakah kita kepada seruan perpisahan > Nabi SAW di Hajinya yang satu itu? > > "Wahai manusia sekalian! Sesungguhnya Tuhanmu adalah Satu, dan kamu > semua berasal dari bapa yang satu, setiap kalian berasal dari Adam, > dan Adam terbuat dari tanah, orang yang paling mulia di antaramu > adalah mereka yang paling bertakwa. Tidak ada keutamaan bagi orang > arab atas orang non arab, dan (sebaliknya) tidak juga bagi orang non > arab atas orang arab. Juga tidak ada keutamaan bagi orang kulit putih > atas orang kulit merah, kecuali dengan TAQWA" > > Kesamarataan ini adalah intipati keadilan. Dengannya manusia > memandang manusia lain dengan rasa kebersamaan. Di atas titik itu > mereka berupaya untuk hidup sejahtera, bekerjasama di dalam > lingkungan ukhuwwah persaudaraan. Biar pun Eropah memilih pelbagai > jalan yang sulit untuk mendefinisikan fraternité atau Fraternity itu, > namun mereka bersungguh-sungguh dalam usaha. Daripada Kristenisasi > yang berfungsi sebagai tali pengikat di antara sesama manusia, mereka > menyeru kepada rasa cinta kepada tanah air, demi sebuah penyatuan. > > Tidak heranlah, Muhammad Abduh pergi ke Paris dan pulang ke Kaherah, > membuat kesimpulan bahwa, "aku ke Paris dan kutemui Islam tanpa > Muslim, dan aku pulang ke Kaherah dan kutemui Muslim tanpa Islam!" > > Wassalam, > > source: saifulislam.com > > --- In ppiindia@yahoogroups.com, Nugroho Dewanto <ndewanto@> wrote: > > > > > > saya merasa akrab dengan tulisan ini. > > apakah anwar ibrahim penulisnya? > > maaf jika salah. > > > > di antara intelektual malaysia, anwar sering > > mengutip voltaire, dan filsuf barat lainnya. > > > > dan dia paling jernih mengatakan ada > > kompatibilitas antara demokrasi dan islam. > > > > > > At 09:11 AM 7/25/2008 +0000, Lina Dahlan wrote: > > > > > > >Terdahulu, kita kasihan melihat Eropah. Kekecewaan mereka terhadap > > >agama Kristen yang penuh kekacauan dan bertentangan dengan asas > akal > > >manusia, ramai orang berlari meninggalkan agama. > > > > > >Tetapi ini tidak bermakna mereka lari meninggalkan Tuhan. > Berbekalkan > > >keyakinan kepada Tuhan, mereka masih terus mencoba mengenal pasti > > >kehendak-Nya, tanpa agama. Lantas muncullah para saintis seperti > > >Newton dan terutamanya François-Marie Arouet atau lebih dikenali > > >dengan nama penanya Voltaire. > > > > > >Tentu saja jika diukur pada soal hablun minallah, maka mereka tidak > > >teratur malah tidak tentu arah dalam mencoba untuk > > >menjustifikasikannya. Tetapi intinya dibalik itu semua masih ada. > > >Faham Deism, yang di simpulkan sebagai berTuhan tanpa agama, sudah > > >cukup untuk memberikan arti kepada kita mengapa tanpa Risalah > > >Kenabian dan Syariat yang jelas, Eropah masih bisa bangkit sebagai > > >sebuah masyarakat yang sistematik dan bertamadun. > > > > > >CETUSAN SEBUAH REVOLUSI > > > > > >Liberty pembebasan > > > > > >Equality kesama rataan > > > > > >Fraternity persaudaraan > > > > > >Slogan itu adalah intisari Revolusi Perancis. Ia berperanan besar > > >dalam mendefinisikan kembali apakah itu keadilan bagi sebuah > > >pemerintahan. Keadilan yang menjadi subjek tertinggi turunnya > Syariat > > >dari Pencipta alam kepada penghuni alam. Berlaku adil dan > kehidupan, > > >dan pemerintahan. > > > > > >Tetapi sadarkah kita bahwa ketiga-tiga elemen itu, merupakan > khasiat > > >sebenar-benarnya Tauhid dan Syahadah (Janji) kita kepada Allah? > > > > > >Wassalam, > > > > > > > > > > > > [Non-text portions of this message have been removed] > > >