--- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Assalamu'alaikum wr wb,
> 
> Dari eBook "Iman, Islam, dan Ihsan". Foto dan gambar
> bisa dilihat di:
> http://syiarislam.wordpress.com
> 
> Keajaiban Al Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Modern
> Benar kiranya jika Al Qur’an disebut sebagai
> mukjizat. Bagaimana tidak, ternyata ayat-ayat Al
> Qur’an yang diturunkan di abad ke 7 masehi di mana
> ilmu pengetahuan belum berkembang (saat itu orang
> mengira bumi itu rata dan matahari mengelilingi bumi),
> sesuai dengan ilmu pengetahuan modern yang baru-baru
> ini ditemukan oleh manusia.
> 

+++++ Sebelum anda merasa paling hebat dengan keyakinan anda. coba 
baca analisa mengenai keadaan yang sebenarnya, keadaan di lapangan:
Menyeimbangkan Zikir dan Pikir



Oleh Priyo Suprobo

Peradaban manusia, menurut Alfin Toffler, futuristik sains terkemuka,
terbagi atas tiga gelombang. Pertama abad pertanian, kedua, abad
industri, dan ketiga abad infomasi.

Teori-teori yang berkembang sekarang ini melangkah ke arah era
peradaban baru, yaitu gelombang keempat yang ditandai dengan
kompetisi yang ketat dalam era globalisasi. Gelombang keempat itu
disebut dengan Knowledge Based Economic (KBE).

Di sisi lain peradaban manusia, menurut Huntington, seorang pakar
sains politik terkemuka, akan ada benturan peradaban antara tujuh
(hingga delapan) peradaban besar dunia, di antaranya Barat, Islam,
dan China.

Apa pun konsep peradaban manusia tersebut, "keseimbangan kekuatan"
adalah kata kunci agar salah satu dari kelompok peradaban tersebut
tidak saling berbenturan. Keseimbangan kekuatan tersebut kalau dahulu
adalah lebih ke arah kekuatan militer (hard power), sekarang pada
kekuatan daya saing yang menunjang ekonomi negara (soft power).

Soft power adalah kemampuan membuat pihak lain menjalankan apa yang
kita inginkan tanpa kita harus menggunakan kekerasan atau membayar,
melainkan melalui daya tarik (Nye, 2008).

Dalam konteks penguasaan sains dan teknologi, soft power adalah
kemampuan mendominasi suatu negara (dengan peradaban maju) terhadap
negara lain melalui kemampuan memenuhi kebutuhannya terhadap sains
dan teknologi.

Dunia Barat begitu mendominasi dalam kekuatan sains dan teknologi
sejak keruntuhan kekhalifahan Abbasiyah. Dunia Timur yang diwakili
Jepang dan China juga mulai unjuk gigi dalam sains dan teknologi.
Bagaimana dunia Islam, yang diwakili negara-negara Timur Tengah dan
beberapa kawasan Asia seperti Indonesia?

Diakui atau tidak, dunia Islam sekarang ini adalah yang tertinggal
dibanding yang lain, khususnya dunia Barat yang dulu banyak belajar
dari Islam. Di zaman kejayaan Abbasiyah, banyak sekali pakar sains
muslim yang menjadi pioner pengembangan keilmuan. Misalnya, dalam
ilmu geografi kita kenal Ibnu Batutah, di bidang astronomi dan
matematika sekaligus adalah Al-Majriti dan Al-Zarqali.

Lantas di bidang ilmu tumbuhan adalah Ibnu Sab'in, di kedokteran dan
farmasi adalah Ibnu Zuhr dan Al Zahrawij.

Setelah kejatuhan Baghdad pada 1258 M oleh Hulagu Khan, kemunduran
terjadi akibat banyak ilmuwan Islam bergeser ke fokus spiritual
akibat rasa frustrasi karena peradaban mereka dihancurkan.

Dari sisi sains dan teknologi, kemunduran umat Islam bisa jadi karena
berkurangnya porsi konsep "fikr" (pikir), sementara di sisi lain ilmu
filsafat dengan unsur-unsur sufisme yang lebih besar semakin
meningkat sebagaimana disebarkan Ibnu Arabi.

Kemunduran ini bisa dikatakan bahwa telah terjadi ketidakseimbangan
antara zikir dan pikir. Ketidakseimbangan ini bila dihubungkan dengan
ayat-ayat penciptaan manusia adalah melanggar fitrah kemuliaan
manusia itu sendiri. Jin dan malaikat pun diperintahkan oleh Allah
SWT untuk bersujud kepada Adam a.s semata-mata karena kemampuan
akalnya.

Kisah ini menunjukkan bahwa sekadar berzikir adalah suatu syarat
cukup (order qualifier dalam istilah manajemen) di hadapan Allah SWT,
karena semua makhluk "bisa" melakukannya sebagaimana pernyataan
malaikat kepada Allah SWT: "Untuk apa Engkau hendak ciptakan manusia
yang akan membuat kerusakan di muka bumi, padahal kami (malaikat)
senantiasa bertasbih kepadamu?".

Bila semua makhluk bisa berzikir kepada-Nya, hanya manusia berimanlah
yang mampu menyimbangkan berzikir dan berpikir dengan akalnya. Inilah
syarat menang (order qualifier) yang seharusnya ditanamkan dalam pola
pikir setiap muslim dalam membangun peradabannya. Keseimbangan inilah
yang dimaksud Einstein, pakar fisika modern, dalam quotenya yang
terkenal, "ilmu tanpa agama adalah buta, agama tanpa ilmu adalah
lumpuh".

Jadi, Islamisasi sains dan teknologi dalam pandangan saya adalah
membangun kembali pola pikir yang mengedepankan keseimbangan antara
zikir dengan pikir yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat. Bila
sains didefinisikan sebagai "how things are" dan teknologi
sebagai "how do things", sangatlah perlu sains diimplementasikan
secara riil dalam wujud teknologi yang bermanfaat bagi manusia.

Untuk keseimbangan peradaban, umat Islam perlu mengambil alih tingkat
kepemimpinan sains dan teknologi yang sekarang ini berada pada
peradaban Barat sekuler, seperti yang pernah terjadi di abad-abad
pertengahan. Dengan keseimbangan peradaban tersebut, Islam akan
mempunyai soft power yang seimbang di antara peradaban-peradaban
besar seperti Barat, China (Konfusius), Jepang, dll, sehingga
benturan peradaban dalam bentuk konflik akan diminimalkan.

Mungkin ini salah satu jalan mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil
aalamiin (rahmat seluruh alam), yaitu dengan menjadikan dunia Islam
memiliki kekuatan soft power yang berbasis knowledge (sains dan
teknologi).

---

Prof Priyo Suprobo PhD , rektor Institute Teknologi 10 Nopember
Surabaya (ITS).




Kirim email ke