--- In ppiindia@yahoogroups.com, "yustamb" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> ***  mamang venezuela dan negara penghasil minyak di amterika latin
> sana, minyak mereka di kelola oleh bangsanya sendiri. Technolgy itu
> dikembangkan tetapi dia adalah barang dagangan, pasti tidak ada
> pemilik technology yang mau menggratiskan technology, semua harus 
ada
> biayanya.  Itulah keuntungan antara pemilik technology dan pemilik
> sumber daya gas, bisa terjadi adanya cultural exchange antara negara
> di dunia ini. 
> 
> cuma aneh, indonesia yang punya technology pembuatan batik dengan
> mudahnya menggratiskan pembuatan batik kenegara-negara lain sehingga
> di klaim oleh negara lain, setelah menemukan technik baru dalam
> pembuatan batik dengan hak paten.  Inilah kemurahan hati bangsa ini,
> yang berbeda dengan bangsa lain, hak intelektual tidak dijaga, 
mungkin
> pendidikannya atau kemurahan hati bangsa ini sehingga mudah di 
perdaya
> oleh bangsa lain.
> 
> Tsunamy bisa di lihat sebagai musibah, tetapi bisa juga sebagai
> anugerah dimana semua bangsa datang ke aceh untuk membantu indonesia
> dan terjadinya perdamaian di aceh. Manusia bisa belajar dari musibah
> tersebut, manusia bisa sadar bahwa potensi bahaya yang mengancam
> manusia datangnya dari laut.
> 
> Di amarika, badai gustav, hana dan ike sekarang sedang melanda 
mereka,
> tetapi mereka belajar dari badai catrina sebelumnya, yaitu bagaimana
> mempersiapkan diri sebelum badai itu datang. 
> 
> saya pikir anda sudah tidak realistis dalam menilai islam, seakan-
akan
> islam itu jumud, prasangka anda lebih dalam daripada melihat sisi
> positif, coba lepaskan baju kebencian anda maka anda akan melihat
> betapa indahnya dunia ini.
> 
> Salam
> 
> 
******  memang dunia ini indah. Tidak hanya bagi yang kaya namun bagi 
semua yang damai dalam jiwanya. Ini saya lihat waktu ber-jalan jalan 
dikaki gunung Lawu, ditengah petani sederhana, yang selalu 
tersungging senyum, walau tak memiliki apa apa. Bersyukur untuk tiap 
jengkal rezeku (bukan rizki) yang mereka dapat, dan tak selalu 
mengharapkan sedekah (bukan sadoqah) dari orang lain.

Ketika saya tanya, kok dipedesaan itu tak ada mesjid atau gereja 
(apalagi vihara), mereka jawab, Gusti Allah (Tuhan dalam bahasa orang 
Jawa sederhana), ada didalam diri kita masing masing.

Mana mungkin, kita membenci suatu agama. Agama apapun, yang semua 
dimaksudkan untuk menidik manusia mengangungkan sang Pencipta. namun 
yang memuakkan adalah PERILAKU umat, yang akhir akhir ini memenuhi 
skenario se-hari-hari. Sikap yang juga kita lihat di milis ini, 
dimana satu kelompok mengkafirkan kelompok lain.

Islam, tidaklah selalu negatif, seperti yang anda duga menjadi 
pikiran saya. Tidak. Banyak umat Islam yang cukup bijaksana dan penuh 
rasa solidaritas sosial, seperti saya lihat di AS atau Eropa. 
Sebaliknya, tak kurang umat Kristen yang mempercayai, bahwa hanya 
mereka yang merupakan bangsa pilihan. Kesempitan jiwa, bukan monopoly 
satu agamapun.

Namun, marilah kita lihat dengan emosi yang dingin, tanpa rasa 
terhina ataupun tersinggung, bahwa mayoritas bangsa beragama Islam 
bukanlah bangsa yang tercerahkan, maju dan makmur.
Ini TAK ada urusan dengan ajaran agama itu sendiri, namun 100% 
terkait dengan , bagaimana manusia alias umat MEMPRAKTEKKAN agama. 
Lihatlah bedanya, bagaimana umat Buddha di Tibet hidup dengan segala 
keterbelakangan mereka, dan umat Budha di Korea yang maju dan 
tercerahkan.

Saudi Arabia, secara keseluruhan (terutama keluarga raja) bergelimang 
uang (terutama US$), karena minyak dan gas. Namun dari sisi 
kedewasaan sosial, masyarakat Saudi jauh dari tercerahkan. Keadilan 
sosial dan demokrasi? Boleh tunggu ribuan tahun lagi. Sebaliknya umat 
islam di Lebanon jauh lebih mengenyam pendidikan (banyak yang menjadi 
dokter, lawyer dan pengusaha di AS maupun Eropa), walau tak memiliki 
tambang emas, minyak ataupun batubara.

Juga masyarakat Muslim di Asia selatan dan tenggara, bukanlah contoh 
bagaimana agama berhasil menggandeng umatnya menuju puncak tamaddun.
Disini Nurul Islam sama byarpet-nya dengan Nurul PLN...(atau Nurul 
Buddha di Tibet).







Kirim email ke