Namun, marilah kita lihat dengan emosi yang dingin, tanpa rasa 
> terhina ataupun tersinggung, bahwa mayoritas bangsa beragama Islam 
> bukanlah bangsa yang tercerahkan, maju dan makmur.
> Ini TAK ada urusan dengan ajaran agama itu sendiri, namun 100% 
> terkait dengan , bagaimana manusia alias umat MEMPRAKTEKKAN agama. 
> Lihatlah bedanya, bagaimana umat Buddha di Tibet hidup dengan segala 
> keterbelakangan mereka, dan umat Budha di Korea yang maju dan 
> tercerahkan.

**** seharusnya kita belajar dari sejarah munculnya islam dimana dia
datang pada masyarakat yang dikatakan jahiliyah, di mekah sana. Dia
datang mencerahkan bangsa arab yang jahiliyah. Dia datang di tengah
gelapnya pengetahuan tentang kemanusiaan, dengan cahaya yang
mengajarkan tentang kemanusiaan itu sendiri, dia membebaskan
perbudakan, dia membebaskan anak perempuan yang di kubur hidup-hidup,
dia datang mengangkat martabat wanita. Dia mengangkat derajat bangsa
Arab sehingga dapat menaklukkan bangsa-bangsa berkuasa di zaman itu,
seperti bangsa romawi dan persia.

    betul, bahwa tidak seratus persen suatu agama di praktekkan oleh
umatnya, dan itu suatu yang wajar, karena agama sama dengan, matematik
ataupun science, dimana tidak semua orang dapat memahami dengan
sempurna. Begitu juga dengan agama, mungkin tidak semua orang dapat
memahami ajarannya dengan benar, padahal yang diminta oleh agama
adalah sesuatu yang sederhana yakni kejujuran dan membersihkan hati
agar kita tidak selalu membohongi diri sendiri dengan melakukan
perbuatan yang tidak sesuai dengan hati nurani kita. SEhingga dalam
agama di ajarkan tentang praktek-praktek mendekatkan diri kepada sang
pencipta. 

Agama mengajarkan tentang asal usul manusia, agar manusia memahami
manusia lainnya, agama mengajarkan tentang kemana manusia akan kembali
agar manusia tidak angkuh atau tinggi hati, sebesar atau setinggi apa
pun derajat manusia akhirnya dia akan menghadap illahi dan
mempertanggung jawabkan semua perbuatannya.  Kita yakin akan kekuasaan
Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi ini.

menuruh saya sih budhist tibet dan korea memang terlihat beda kalau di
ukur dari materi, tapi apakah rohani mereka sama, kebahagiaan mereka
sama ? Jadi materi bukan salah satu ukuran untuk mengukur suatu
negara.  Kemajuan materi di amerika misalnya, apakah di ikuti dengan
kekayaan rohani bangsanya, lihat saja betapa tingginya tingkat
kerusakan moral mereka kalau di tinjau dari tingkat pelecehan terhadap
wanita, seperti yang di tunjukkan dalam millis ini. Yakni amerika
menduduki tingkat pertama dalam raping level.

Jadi pada dasarnya penilaian agama kayaknya nggak bisa di nilai dengan
kemajuan materi atau pembangunan, tetapi harus dinilai dengan tingkat
moralitas suatu bangsa.

Salam
yb

--- In ppiindia@yahoogroups.com, "phyllobates.terribilis"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> --- In ppiindia@yahoogroups.com, "yustamb" <yustamb@> wrote:
> >
> > ***  mamang venezuela dan negara penghasil minyak di amterika latin
> > sana, minyak mereka di kelola oleh bangsanya sendiri. Technolgy itu
> > dikembangkan tetapi dia adalah barang dagangan, pasti tidak ada
> > pemilik technology yang mau menggratiskan technology, semua harus 
> ada
> > biayanya.  Itulah keuntungan antara pemilik technology dan pemilik
> > sumber daya gas, bisa terjadi adanya cultural exchange antara negara
> > di dunia ini. 
> > 
> > cuma aneh, indonesia yang punya technology pembuatan batik dengan
> > mudahnya menggratiskan pembuatan batik kenegara-negara lain sehingga
> > di klaim oleh negara lain, setelah menemukan technik baru dalam
> > pembuatan batik dengan hak paten.  Inilah kemurahan hati bangsa ini,
> > yang berbeda dengan bangsa lain, hak intelektual tidak dijaga, 
> mungkin
> > pendidikannya atau kemurahan hati bangsa ini sehingga mudah di 
> perdaya
> > oleh bangsa lain.
> > 
> > Tsunamy bisa di lihat sebagai musibah, tetapi bisa juga sebagai
> > anugerah dimana semua bangsa datang ke aceh untuk membantu indonesia
> > dan terjadinya perdamaian di aceh. Manusia bisa belajar dari musibah
> > tersebut, manusia bisa sadar bahwa potensi bahaya yang mengancam
> > manusia datangnya dari laut.
> > 
> > Di amarika, badai gustav, hana dan ike sekarang sedang melanda 
> mereka,
> > tetapi mereka belajar dari badai catrina sebelumnya, yaitu bagaimana
> > mempersiapkan diri sebelum badai itu datang. 
> > 
> > saya pikir anda sudah tidak realistis dalam menilai islam, seakan-
> akan
> > islam itu jumud, prasangka anda lebih dalam daripada melihat sisi
> > positif, coba lepaskan baju kebencian anda maka anda akan melihat
> > betapa indahnya dunia ini.
> > 
> > Salam
> > 
> > 
> ******  memang dunia ini indah. Tidak hanya bagi yang kaya namun bagi 
> semua yang damai dalam jiwanya. Ini saya lihat waktu ber-jalan jalan 
> dikaki gunung Lawu, ditengah petani sederhana, yang selalu 
> tersungging senyum, walau tak memiliki apa apa. Bersyukur untuk tiap 
> jengkal rezeku (bukan rizki) yang mereka dapat, dan tak selalu 
> mengharapkan sedekah (bukan sadoqah) dari orang lain.
> 
> Ketika saya tanya, kok dipedesaan itu tak ada mesjid atau gereja 
> (apalagi vihara), mereka jawab, Gusti Allah (Tuhan dalam bahasa orang 
> Jawa sederhana), ada didalam diri kita masing masing.
> 
> Mana mungkin, kita membenci suatu agama. Agama apapun, yang semua 
> dimaksudkan untuk menidik manusia mengangungkan sang Pencipta. namun 
> yang memuakkan adalah PERILAKU umat, yang akhir akhir ini memenuhi 
> skenario se-hari-hari. Sikap yang juga kita lihat di milis ini, 
> dimana satu kelompok mengkafirkan kelompok lain.
> 
> Islam, tidaklah selalu negatif, seperti yang anda duga menjadi 
> pikiran saya. Tidak. Banyak umat Islam yang cukup bijaksana dan penuh 
> rasa solidaritas sosial, seperti saya lihat di AS atau Eropa. 
> Sebaliknya, tak kurang umat Kristen yang mempercayai, bahwa hanya 
> mereka yang merupakan bangsa pilihan. Kesempitan jiwa, bukan monopoly 
> satu agamapun.
> 
> Namun, marilah kita lihat dengan emosi yang dingin, tanpa rasa 
> terhina ataupun tersinggung, bahwa mayoritas bangsa beragama Islam 
> bukanlah bangsa yang tercerahkan, maju dan makmur.
> Ini TAK ada urusan dengan ajaran agama itu sendiri, namun 100% 
> terkait dengan , bagaimana manusia alias umat MEMPRAKTEKKAN agama. 
> Lihatlah bedanya, bagaimana umat Buddha di Tibet hidup dengan segala 
> keterbelakangan mereka, dan umat Budha di Korea yang maju dan 
> tercerahkan.
> 
> Saudi Arabia, secara keseluruhan (terutama keluarga raja) bergelimang 
> uang (terutama US$), karena minyak dan gas. Namun dari sisi 
> kedewasaan sosial, masyarakat Saudi jauh dari tercerahkan. Keadilan 
> sosial dan demokrasi? Boleh tunggu ribuan tahun lagi. Sebaliknya umat 
> islam di Lebanon jauh lebih mengenyam pendidikan (banyak yang menjadi 
> dokter, lawyer dan pengusaha di AS maupun Eropa), walau tak memiliki 
> tambang emas, minyak ataupun batubara.
> 
> Juga masyarakat Muslim di Asia selatan dan tenggara, bukanlah contoh 
> bagaimana agama berhasil menggandeng umatnya menuju puncak tamaddun.
> Disini Nurul Islam sama byarpet-nya dengan Nurul PLN...(atau Nurul 
> Buddha di Tibet).
>


Reply via email to