Untuak sebagai pelengkap, tulisan dari ibu Toeti Adhitama
http://www.mediaindo.co.id/detail_news.asp?id=2000050600295145
Wanita Ibarat Kelingking?
Media Indonesia - Opini (5/6/00)
Oleh: Toeti Adhitama Wakil Pemimpin Redaksi Media Indonesia
RUBRIK Sosok Media Indonesia hari Sabtu pekan lalu memuat berita tentang
pemberian marga Lubis untuk KH Zainuddin MZ ("Selamat Pak Kiai!").
Tetapi ada yang mengusik perasaan dalam rubrik itu. Bukan tentang masuknya
sang kiai dalam marga Lubis tetapi tentang pengumpamaan `wanita sebagai
kelingking`.
Saya bukan penganut ajaran feminisme. Tetapi kalau wanita diibaratkan
kelingking, tak rela juga. Kata artikel itu, sang kiai dalam suatu ceramah
mengatakan bahwa kehidupan ini bagai lima jari yang saling berkaitan,
"jempol artinya pria, telunjuk artinya kekuasaan, jari tengah ulama, jari
manis remaja, dan wanita kelingking". Dia mengimbau mereka yang hadir agar
bersatu bagaikan lima jari tangan.
Ada yang berkomentar, alasan KH Zainuddin MZ tentang pengumpamaan itu bisa
diterima. Mungkin benar. Tetapi secara sepintas, kedengarannya tidak sedap
bahwa peranan wanita dalam kehidupan ini diibaratkan kelingking yang mungil
dan dayanya paling lemah. Lagi pula, kalau pria diibaratkan jempol, mengapa
jempol disebut `ibu jari` bukan `bapak jari`? Tetapi, tentu, itu hak sang
kiai untuk membuat pengumpamaan seperti itu.
Meminjam pengumpamaan bahwa lima jari itu adalah kehidupan, bukankah kita
bisa mengibaratkan kelingking sebagai anak-anak, jari manis sebagai wanita,
jari tengah sebagai pria, telunjuk sebagai hubungan kita dengan Tuhan, dan
jempol sebagai power? Kalau kita buka telapak tangan kita, akan tampak si
kecil kelingking lebih tepat mewakili anak-anak yang sedang tumbuh. Belum
menjadi manusia dewasa yang utuh. Karena itu dibanding yang lain-lain,
dayanya masih lemah. Tempat kelingking dekat dengan jari manis --yakni ibu
atau wanita-- yang mendampingi anak-anaknya. Jari manis dekat jari tengah,
yang mengibaratkan pria. Lalu telunjuk mengibaratkan hubungan kita dengan
Tuhan yang selalu menunjukkan jalan yang benar, kalau kita minta. Dan jempol
adalah power yakni kekuatan atau kekuasaan yang kita himpun dari pengalaman
hidup dan kerja maupun dari pendidikan formal dan informal. Maka kalau yang
lima itu tidak pecah dan pisah, tidak bertindak sendiri-sendiri, daya kita
akan mantap. Itu penafsiran alternatif dari yang diajukan sang kiai.
Kalau wanita diibaratkan kelingking, sebenarnya menegaskan bagaimana
masyarakat --di mana pun juga-- menyikapi kaum wanita. Di Barat, misalnya,
dulu wanita-wanita kalangan atas dipakai oleh para suami untuk menggambarkan
kesuksesan mereka. Wanita-wanita bersolek hebat-hebatan dengan rok-rok yang
menggelembung luar biasa --seperti ditampilkan dalam film Gone with the
wind-- konon untuk membuktikan bahwa para suami mereka sukses. Wanita-wanita
bisa bersolek habis-habisan karena tidak perlu bekerja kasar di dapur atau
di ladang. Wanita, tanpa menyadarinya, menikmati posisi sebagai pelengkap.
Dalam situasi yang sama --yakni wanita dalam posisi sebagai pelengkap--
betapa sering kita mendengar bahwa wanita adalah pendamping, istilah halus
untuk konco wingking atau teman yang ada sedikit di belakang. Di Indonesia,
misalnya, ada organisasi-organisasi wanita yang dibentuk untuk posisi
pendamping; pendamping kegiatan atau pekerjaan suami, walaupun tugasnya
berlainan. Seorang menteri baru-baru ini mengeluh, "apa urusan organisasi
macam ini dengan kami?"
Secara pribadi saya berpendapat, toh lebih baik ada forum seperti itu
daripada tidak. Perlu untuk mengembangkan wawasan. Perlu untuk penyelarasan
dan penyatuan pendapat. Perlu untuk menggalang usaha bersama demi
kepentingan masyarakat, paling tidak masyarakat dalam lingkungannya. Jadi
tetap perlu; asalkan posisi organisasi-organisasi itu bukan sebagai konco
wingking yang membebani, tetapi organisasi massa yang mandiri.
Diskriminasi atau ketidakadilan masih dirasakan wanita umumnya, walaupun
hukum berkata lain. Misalnya, di Jawa ada ungkapan segendong sepikulan>.
Ungkapan itu berkaitan dengan warisan. Artinya, yang wanita berhak mewarisi
satu gendongan, sedangkan yang pria berhak mewarisi satu pikulan. Sangat
dibedakan. Orang tua yang membedakan.
Namun bukannya tidak mungkin diskriminasi semacam itu pada awalnya
diprakarsai sendiri oleh pihak wanita karena sikap momong dan mengalah yang
secara naluriah ada pada dirinya. Misalnya, seorang ibu cenderung
mengutamakan pendidikan formal anak laki-lakinya daripada anak perempuannya.
Sikap semacam itu bukan hanya terdapat pada wanita-wanita tradisional atau
konvensional. Wanita karier pun lebih percaya pada pria dan oleh karenanya
lebih mengutamakan pria untuk teman kerja. Padahal pria umumnya akan memilih
pria pula sebagai kompanyon atau teman kerja. Atau kalau pria memilih wanita
sebagai teman kerja, wanita itu dianggapnya sebagai pelengkap, bukan sebagai
teman kerja yang sepadan. Banyak contohnya.
Dalam elite politik, misalnya, hal itu juga dialami kelompok wanitanya.
Juniwati Sofwan, dari Departemen Wanita DPP Golkar, mengeluh betapa kecilnya
kesempatan yang diberikan kepada tokoh-tokoh politik wanita umumnya. Dalam
kaitan ini kita ingat betapa sibuknya tokoh-tokoh politik pria merekayasa
agar Bu Mega tidak menjadi orang nomor satu di negeri ini, walaupun dia
berhasil mengumpulkan suara paling banyak dibanding yang lain-lain. Terlepas
dari valid-tidaknya alasan-alasan untuk menggeser Bu Mega, kalau dilihat
dari segi gender, rasanya tidak adil. Tetapi mudah-mudahan sekarang, sebagai
orang nomor dua, Bu Mega mendapat dan bersedia memanfaatkan kesempatan untuk
membuktikan diri. Tentu Bu Mega --dan orang-orang dekat serta para
pendukungnya-- tidak akan rela jika dia diibaratkan kelingking. Toh,
kelingking atau bukan kelingking, lima jari secara alamiah selalu bersatu.
Seperti anjuran sang kiai, begitu pula hendaknya kita. Slogan dari masa lalu
berbunyi, "bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh". Seruan bagus, terutama
untuk para pemimpin yang sedang ricuh dan resah sekarang ini.***
________________________________________________________________________
Get Your Private, Free E-mail from MSN Hotmail at http://www.hotmail.com
LAPAU RantauNet di http://lapau.rantaunet.web.id
Isi Database ke anggotaan RantauNet:
http://www.egroups.com/database/rantaunet?method=addRecord&tbl=1
=================================================
WEB-EMAIL GRATIS ... @rantaunet.web.id ---> http://mail.rantaunet.web.id
=================================================
Subscribe - Mendaftar RantauNet Mailing List, kirimkan email
Ke / To: [EMAIL PROTECTED]
Isi email / Messages: subscribe rantau-net email_anda
Unsubscribe - Berhenti menerima RantauNet Mailing List, kirimkan email
Ke / To: [EMAIL PROTECTED]
Isi emai / Messages: unsubscribe rantau-net email_anda
=================================================
WebPage RantauNet http://www.rantaunet.web.id dan Mailing List RantauNet
adalah servis dari EEBNET http://eebnet.com, Airland Groups, USA
=================================================